F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Tajwid – 06 – Adab Membaca Al Qur-an - Belajar Islam BIS

Tajwid – 06 – Adab Membaca Al Qur-an - Belajar Islam BIS
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
Grup WhatsApp BELAJAR ISLAM
Pembina : Ustadz Beni Sarbeni, Lc.
https://bis.belajar-islam.net
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
Materi : 📚 TAJWID 📖 Adab Membaca Al Qur-an
Pemateri : Ustadz Abu Fauzan, S.Pd Hafidzhahullahu Ta'ala

Tajwid – 06 – Adab Membaca Al Qur-an

بسم الله الرحمن الرحيم
والصلاة والسلام على نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
أَشْهَدُ ألا إله الا الله و أشْهَدُ ان مُحَمدا عبده و رَسُوْله، وبعد

ADAB-ADAB MEMBACA AL QUR-AN

Al Qur-an adalah kalamullah yang berbeda dengan kitab-kitab lain buatan manusia. Oleh karena itu membacanya pun harus mengikuti adab-adab yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di antaranya adalah:

1. Mengikhlaskan niat untuk Allah subhanahu wa ta’ala ,

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصا لَّهُ ٱلدِّينَ أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ …
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS. Az Zumar [39]: 2-3)
Maksudnya, sembahlah Dia semata, sungguh tiada suatu amal pun yang dapat diterima kecuali yang dikerjakan oleh pelakunya dengan niat ikhlas hanya karena Allah semata, Dan tiada sekutu bagi-Nya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَلُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan dari apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:
“Hendaknya jangan berniat dengannya untuk medapatkan dunia baik yang berupa harta benda, kepemimpinan, kewibawaan, keunggulan diantara kawan-kawan, pujian manusia ataupun yang semisalnya. (At Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran (hal 29-30))
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَعَلَّمُوا القُرْآنَ وَسَلُوا بِهِ الْجَنَّةَ، قَبْلَ أَنْ يَتَعَلَّمَهُ قَوْمٌ يَسْأَلُونَ بِهِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْقُرْآنَ يَتَعَلَّمُهُ ثَلاَثَةٌ: رَجُلٌ يُبَاهِي بِهِ وَرَجُلٌ يَسْتَأْكِلُ بِهِ، وَرَجُلٌ يَقْرَأُ لِلَّـهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Pelajarilah Al Qur-an dan mintalah Surga dengannya, sebelum (datangnya) suatu kaum yang mempelajarinya untuk mencari dunia. Sesungguhnya Al Qur-an dipelajari orang karena tiga hal: untuk berbangga-bangga dengannya, mencari makan dengannya, dan membacanya karena Allah subhanahu wa ta’ala.” (As-Silsilah Ash-Shahihah no. 285 karya Syaikh al-Albani)

2. Suci dari hadats besar dan hadats kecil

Dari al-Muhajir bin Qunfudz berkata : Bahwasanya dia mendatangi Nabi dalam keadaan sedang buang air kecil. Kemudian dia mengucapkan salam kepada beliau, tetapi beliau tidak menjawabnya sampai selesai berwudhu. Lantas beliau menjelaskan udzurnya seraya bekata:

إِنِّى كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّـهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ عَلَى طُهْرٍ. أَوْ قَالَ : عَلىَ طَهَارَةٍ
“Sesungguhnya aku tidak suka menyebut nama Allah (berdzikir kepada Allah) melainkan dalam keadaan suci.”
Perhatikanlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka menyebut Allah dalam keadaan tidak suci. Maka dalam membaca Al Qur-anul Karim, hal tersebut lebih ditekankan. Tetapi jika seseorang membaca dalam keadaan berhadats, yang demikian tetap diperbolehkan.

Imam an-Nawawi berkata: “Jika seseorang membaca dalam keadaan berhadats, maka hal itu diperbolehkan menurut ijma (kesepakatan) kaum muslimin. Hadits-hadits tentangnya banyak dan masyhur.”

Imam Al Haramain berkata: “Tidaklah dikatakan bahwa orang tersebut melakukan hal yang makruh, tetapi dia meninggalkan sesuatu yang lebih utama.” (Lihat At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur-an karya Imam an-Nawawi (hal. 97))

3. Memiliki waktu dan tempat yang cocok

Membaca Al Qur-an dibolehkan kapanpun kita mau, akan tetapi ada waktu-waktu yang perlu diperhatikan oleh kita karena lebih diharapkan untuk mendapatkan rahmat Allah.

Waktu yang paling utama adalah ketika shalat (setelah membaca surah Al Fatihah), kemudian membaca pada malam hari, kemudian pada sepertiga malam terakhir, kemudian sewaktu fajar, kemudian ketika shubuh, dan di waktu siang. (Lihat Al Itqan fi Ulumil Qur-an karya Al Hafidz Jalaludin As Suyuthi)

Begitu juga disukai membaca Al Qur-an di tempat yang bersih, jauh dari hal-hal yang bisa mengganggu tilawah dan sebaik-baik tempat membaca Al Qur-an adalah di masjid.

4. Menghadap Kiblat

Dianjurkan bagi qari untuk menghadap kiblat. Kiblat adalah arah yang paling utama. Orang-orang shalih menghadap kearah tersebut ketika mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala

… فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥۗ …
“…Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya…” (QS. Al Baqarah [2]: 144)
Imam an-nawawi berkata: “keadaan ini paling sempurna…”

5. Bersiwak

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
“Siwak itu pembersih mulut dan mendatangkan ridha Rabb.” (Shahih, An Nasai dari Aisyah)
Ali bin Abu Thalib berkata: “Sesungguhnya mulut-mulut kalian adalah jalan bagi Al Qur-an, maka sucikanlah dengan siwak.” (HR. Ibnu Majah)

6. Membaca Istiadzah dan Basmalah

Disyariatkan bagi qari membaca istiadzah sebelum melakukan tilawah, sebagai bentuk pengamalan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

فَإِذَا قَرَأۡتَ ٱلۡقُرۡءَانَ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An Nahl [16] : 98)
Adapun membaca Basmalah, dari Anas berkata:
“Pada suatu hari Rasulullah berada ditengah-tengah kita, lalu beliau tiba-tiba pingsan. Tidak lama kemudian, beliau mengangkat kepala sambil tersenyum. Kami bertanya: ‘Apa yang membuat engkau tertawa, wahai Rasulullah?’ “
Beliau menjawab:

أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آنِفًا سُوْرَةٌ، فَقَرَأَ :

بسم الله الرحمن الرحيم

إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ
“Tadi telah diturunkan kepadaku sebuah surah,”

“Lantas beliau membaca: ‘Bismillahirrahmanirrahim’,”

“Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka lakukanlah shalat karena Rabbmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” (QS. Al Kautsar [108]: 1-3)
Adapun lafadz Basmalah, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّهُۥ مِن سُلَيۡمَٰنَ وَإِنَّهُۥ بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ٣٠
“Sesungguhnya surah itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. An Naml [27]: 30)

7. Membaca dengan tartil

Hendaknya membaca Al Qur-an dengan tartil. Para ulama sepakat akan dianjurkannya hal ini. Allah berfirman subhanahu wa ta’ala:

وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا ٤ …
“…Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.” (QS. Al Muzzammil [73]: 4)
Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa ia mendeskripsikan bacaan Al Qur-an Nabi sebagai bacaan yang jelas huruf per hurufnya. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa’i)

Para ulama berkata: “Bacaan tartil itu mustahab untuk tadabbur ataupun lainnya.”

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَۚ …& ٨٢
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? …” (QS. An Nisa [4] : 82)
Mereka para Ulama berkata: “Oleh karena itu, bacaan tartil dianjurkan bagi orang non-arab yang tidak memahami maknanya karena hal itu lebih menghormati dan memuliakan Al Qur-an serta lebih mempengaruhi hati.” (Lihat At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur-an karya Imam an-Nawawi (hal. 51))

8. Sujud Tilawah seusai membaca ayat sajdah

Rasulullah bersabda tentang keutamaan sujud tilawah:

إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجَدَةَ فَسَجَدَ ، اِعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي، يَقُولُ : يَاوَيْلَهُ. (وَفِي رِوَايَةِ أَبِي كُرَيْبٍ : يَاوَيْلِي) أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ. وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِيَ النَّارُ
“Apabila anak Adam membaca ayat sajdah lalu ia sujud maka syaithan menyingkir sambil menangis seraya berkata: ‘Celakalah dia’ (dalam riwayat Abu Kuraib, syaitan berkata: ‘Celakalah aku’), anak Adam diperintahkan untuk sujud lalu dia sujud maka baginya Surga, sedangkan aku diperintah untuk sujud tetapi aku enggan maka bagiku Neraka.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Diantara bacaan sujud tilawah sebagai berikut:

سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِي خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ
“Wajahku bersujud kepada Allah yang menciptakannya dan membuka (memberikan) pendengaran dan penglihatannya, dengan daya dan upaya dan kekuatan-Nya.” (HR. Abu Dawud dari Aisyah)
Demikian beberapa poin-poin inti di dalam mengetahui adab-adab membaca Al Qur-an.

Akhukum fillah
Abu Fauzan
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.