F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-63 Al Hajru (Pembatasan Kewenangan Penggunaan Harta) Kriteria Kelima - Orang Yang Sakit Parah 02

Audio ke-63 Al Hajru (Pembatasan Kewenangan Penggunaan Harta) Kriteria Kelima - Orang Yang Sakit Parah Bagian Kedua
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 19 Rabi’ul Awwal 1445 H | 05 Oktober 2023 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-63

📖 Al Hajru (Pembatasan Kewenangan Penggunaan Harta) Kriteria Kelima - Orang Yang Sakit Parah Bagian Kedua

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirasah Islamiyyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Di antara orang yang secara hukum syari'at dibatasi atau bahkan dicabut kewenangannya untuk membelanjakan harta adalah:

5. AL-MARĪDH AL-MAUQŪF ‘ALAIHI FĪMĀ ZĀDA ATS-TSULUTS (والمريض المخوف عليه فيما زاد على الثلث)


Orang dalam kondisi sakit parah sehingga ada kemungkinan, secara tradisi, orang yang mengalami kondisi sakit semacam ini. Penyakit yang sangat kronis, penyakit yang sering menyebabkan kematian atau kondisi sakit yang sangat parah sehingga ada kemungkinan orang tersebut akan meninggal karena sakit ini.

Pendapat Kedua, sebagian ulama berpendapat bila seorang dalam kondisi sakit parah membelanjakan hartanya melakukan tindakan hukum terhadap harta kekayaannya baik digunakan untuk membeli, menjual atau diwaqafkan, disedekahkan, dihibahkan (misalnya).

Dan ternyata harta yang dia belanjakan itu melebihi 1/3 kekayaan yang dia miliki, misalnya dia waqafkan separuh kekayaannya atau dia jual separuh kekayaannya. Maka menurut sebagian ulama (pendapat kedua) tindakan orang tersebut sampai batas 1/3 kekayaannya dianggap sah alias dianulir dieksekusi 1/3 dari total kekayaan yang dia miliki dan selebihnya dianggap gugur atau batal demi hukum.

Contoh sederhana (misalnya) :

Dia memiliki kekayaan senilai 1 Miliar dan ternyata dia menjual separuhnya, atau jika dia punya harta kekayaan berupa ladang 1 Hektare, kemudian dia jual 1/2 nya (5000 meter persegi), padahal dia dalam kondisi sedang sakit parah (sakit yang kritis) maka menurut pendapat kedua ini. Tindakan tersebut diterima atau dibenarkan sampai pada level 1/3 dari aset yang dimiliki.

Sehingga kalau luas tanah yang dia miliki tersebut 1 Hektare maka 1/3 Hektare nya terjual atau dianggap sah dalam sedekah atau hibahnya, tetapi sisanya yang melebihi 1/3 Hektare dianulir secara hukum, dianggap batal demi hukum.

Ini pemahaman dua fatwa di kalangan para ulama.

Apa dasarnya? Kedua pendapat tersebut berpijak berdasarkan satu hadits yang sama yaitu hadits sahabat Sa'ad Ibnu Abi Waqas radhiyallahu ta’ala 'anhu.

وعن سائر اصحاب رسول الله صلى اللّٰه عليه وسلم

Beliau menceritakan pengalaman pribadinya.

اعدني رسول الله صلى الله عليه وسلم وأنا مريض يوم الفتح مكاه

Ketika peperangan fathu Mekkah، Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjengukku di saat aku sedang sakit parah. Kemudian Sa'ad berkata kepada Nabi:

فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَلَغَ بِى مِنَ الْوَجَعِ مَا تَرَى
"Ya Rasulullah sungguh sakit yang aku derita ini sudah dalam kondisi yang parah seperti yang engkau saksikan sendiri.”
وَلاَ يَرِثُنِى إِلاَّ ابْنَةٌ لِى وَاحِدَةٌ
“Sedangkan aku tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak gadis.”
Dalam pemikiran sahabat Sa'ad bahwa seorang anak gadis tidak perlu diberi warisan, karena dia akan menikah dengan laki-laki yang akan mencukupi (akan menafkahinya) sehingga dia tidak perlu warisan.

Maka sahabat Sa'ad berencana ingin menyedekahkan seluruh hartanya.

فَأَتَصَدَّقُ بِمَالِي يَا رَسُوْلَ اللهِ
“Ya Rasulullah, apakah boleh dalam kondisi seperti ini aku mensedekahkan seluruh kekayaanku?”
قَالَ: لاَ
Beliau shallallahu 'alayhi wa sallam mengatakan, "Tidak".
وبِنصف
Kalau tidak boleh semuanya akan aku sedekahkan separuhnya?
Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam menjawab ,"Tidak"
والثُّلُثُ
Kembali sahabat Sa'ad bertanya bagaimana kalau yang aku sedekahkan 1/3?
الثُّلُثُ والثُّلُثُ كَثيرٌ
Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam menjawab, "Adapun 1/3 boleh, walaupun 1/3 itu terlalu banyak".
Abdullah Ibnu Abbas mengomentari hadits ini dan mengatakan:

لو غض الناس عن الثلث إلى الربع
"Andai masyarakat tidak menyedekahkan 1/3 aset kekayaannya namun 1/4 atau 1/5 tentu itu lebih baik.”
Karena dalam hadits di atas Nabi mengatakan, "1/3 boleh namun itu masih terlalu banyak (terlalu besar) untuk disedekahkan".

Kemudian Nabi memberikan alasan kenapa orang yang dalam kondisi sakit parah tidak boleh mensedekahkan seluruh asetnya atau mayoritas asetnya? Maksimal hanya 1/3 dan akan lebih baik bila sedekah itu kurang dari 1/3.

إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ

Nabi memberikan alasan, "Wahai Sa’ad, jikalau engkau betul-betul mati sehingga meninggalkan anak keturunanmu, maka jikalau engkau meninggalkan mereka dalam kondisi kaya raya karena mewarisi harta yang banyak dari dirimu, itu lebih baik bagimu dibanding jika engkau mati nanti meninggalkan ahli waris dalam keadaan miskin atau fakir dalam kondisi tidak mempunyai warisan, akibatnya ada kemungkinan mereka setelah engkau mati, akhirnya mereka meminta-minta kepada orang lain"

Ini alasan yang diutarakan oleh Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam, mengapa Beliau tidak merestui keinginan sahabat Sa'ad untuk mensedekahkan seluruh asetnya atau separuh dari seluruh asetnya.

Beliau memberikan arahan 1/3, bahkan 1/3 itu menurut beliau masih terlalu banyak. Sehingga saran dari Ibnu Abbas kalau anda ingin mensedekahkan atau berwasiat dengan aset yang anda miliki sebelum anda meninggal maka idealnya maksimalnya anda mensedekahkan 1/4-nya atau 1/5.

Tetapi kalau anda masih tetap bersemangat memiliki ambisi yang besar untuk membawa serta harta kekayaan anda bersama anda meninggalkan dunia ini, dengan wasiat maka maksimal anda hanya bisa mewasiatkan 1/3 dari kekayaan anda.

Orang yang dalam kondisi sakit parah tidak boleh membelanjakan hartanya melebihi 1/3 sehingga 2/3 kekayaan dia boleh dikatakan kewenangannya untuk bertasarruf, membelanjakan, menggunakan 2/3 dari total kekayaannya itu dicabut atau dianulir atau dibatasi sampai menjadi jelas apakah dia meninggal dunia sehingga 2/3 nya itu akan menjadi hak ahli waris atau kemudian sehat kembali seperti sedia kala (sehat wal'afiat) maka kewenangannya untuk membelanjakan (mentasarufkan) harta itu kembali seperti sedia kala.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini semoga bermanfaat bagi anda semuanya, menambah hasanah keilmuan anda dan kurang lebihnya sama mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.