Materi 62 – Diantara Sifat Tawadhu’ Adalah Tidak Berbuat Dzalim dan Berbangga Diri
🌍 Kelas UFA
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Silsilah Amalan Hati dan Penyakit Hati
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita masih membahas hadits-hadits yang berbicara tentang tawadhu’.
Dari sahabat ‘Iyadh bin Himar Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اَللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا, حَتَّى لَا يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ, وَلَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku, hendaknya kalian tawadhu’ hingga tidak ada seorang yang berbuat dzalim kepada yang lainnya dan tidak ada seorang yang merasa bangga di atas yang lainnya.” (HR. Muslim)
Hadits ini berbicara tentang tawadhu’, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka haditsnya dengan mengatakan: “Sesugguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku.” Dan tentu banyak hadits-hadits yang merupakan wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan hadits ini, menunjukkan hadits ini memiliki perhatian khusus, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan penyebutan khusus bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada beliau.
Apa maksudnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Bisa jadi maksudnya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengilhamkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَاَوْحٰى رَبُّكَ اِلَى النَّحْلِ
“Dan Rabbmu memberi wahyu kepada lebah,” (QS. An-Nahl[16]: 68)
Maksudnya, mengilhamkan lebah tentang bagaimana cara dia membuat rumah, bagaimana cara dia melakukan kegiatannya.
Kemudian juga seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ أُمِّ مُوسَ
“Dan Kami beri wahyu kepada ibunya Musa.” (QS. Al-Qashash[28]: 7)
Maksudnya yaitu “Kami ilhamkan kepada ibundanya Nabi Musa ‘Alaihis Salam.
Dan bisa jadi maksud “Allah memberi wahyu kepadaku” yaitu sebagaimana dalam Al-Qur’an begitu banyak ayat-ayat yang menyuruh untuk tidak sombong dan tawadhu’ kepada sesama kaum mukminin. Atau maksudnya adalah ilham khusus terhadap hadits ini kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengilhamkan secara khusus agar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada umatnya: “Hendaknya kalian tawadhu’”, ini perintah khusus.
Sebagaimana kita tahu tawadhu’ adalah akhlak tidak merasa tinggi, tidak merendahkan orang lain meskipun orang di depan kita mungkin hakikatnya dia rendah dan lemah, tapi kita jangan merendahkan dia. Karena kita tidak tahu hakikat antara kita dengan dia, mana yang lebih terbaik di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena kita tidak tahu, apakah kita lebih bertakwa atau dia, kita tidak bisa menilai secara totalitas perbandingan antara amalan kita dengan amalan dia. Kalaupun kita lebih bertakwa, tidak boleh kita untuk merasa tinggi di hadapan dirinya.
Maka perhatikan di sini, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
حَتَّى لَا يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sehingga salah seorang dari kalian tidak mendzalimi yang lainnya.”
Karena kezaliman pada umumnya dibangun karena merasa tinggi/ sombong. Ketika seseorang merasa sombong dan merendahkan orang lain, maka dia mudah untuk menzaliminya. Mungkin menzalimi dengan perkataan, dengan perbuatan, dengan tindakan. Tapi jika setiap orang menghargai yang lain, tidak merendahkan yang lain, dia tawadhu’/ merendahkan dirinya di hadapan yang lain, dia tidak akan menzalimi.
Makanya di antara sebab utama kezaliman adalah kesombongan/ keangkuhan/ merasa tinggi. Sebagaimana kita lihat sekarang, bagaimana yang kuat mendzalimi yang rendah, yang punya kekuasaan mendzalimi yang tidak punya kekuasaan, dan seterusnya.
Kemudian kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَلَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Dan jangan salah seorang merasa bangga di atas yang lainnya,”
Yaitu bangga dengan nasabnya, bangga dengan sukunya, bangga dengan jabatannya. Apalagi di zaman sekarang betapa banyak orang yang saling membanggakan nasabnya dan merendahkan nasab yang lain, merendahkan suku yang lain. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bukan untuk saling membangga-banggakan, tapi untuk saling mengenal. Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ
“Wahai manusia sekalian, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari lelaki dan wanita, Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa, bersuku-suku untuk saling mengenal.” (QS. Al-Hujurat[49]: 13)
Bukan untuk saling membangga-banggakan, saling merendahkan, saling menghina suku yang lain, saling menghina warna kulit, rasis, bukan!! Ini semua untuk saling mengenal.
Sikap merendahkan orang lain, rasisme, semua bisa hilang jika seseorang tawadhu’. Karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian.” (QS. Al-Hujurat[49]: 13)
Yang tawadhu’ kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itulah yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Post a Comment