F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Tajwid – 03 – Bagaimana Nabi Menyampaikan Al Qur-an kepada Umatnya - Belajar Islam BIS

Tajwid – 03 – Bagaimana Nabi Menyampaikan Al Qur-an kepada Umatnya - Belajar Islam BIS
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
Grup WhatsApp BELAJAR ISLAM
Pembina : Ustadz Beni Sarbeni, Lc.
https://bis.belajar-islam.net
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
Materi : 📚 TAJWID 📖 Bagaimana Nabi Menyampaikan Al Qur-an kepada Umatnya
Pemateri : Ustadz Abu Fauzan, S.Pd Hafidzhahullahu Ta'ala

Tajwid – 03 – Bagaimana Nabi Menyampaikan Al Qur-an kepada Umatnya


بسم الله الرحمن الرحيم
والصلاة والسلام على نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
أَشْهَدُ ألا إله الا الله و أشْهَدُ ان مُحَمدا عبده و رَسُوْله، وبعد

Materi kita selanjutnya, berkaitan bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan Al Qur-an kepada umat.

Salah satu hal yang harus diyakini oleh kaum muslimin adalah bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala telah menjaga kitab-Nya dalam kondisi terjaga dari segala bentuk perubahan, pergantian, serta penambahan dan pengurangan. Al Qur-an ini tidak didatangi oleh kebathilan, baik dari depan maupun dari belakangnya hingga hari kiamat. Hal ini telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang jelas dan tegas.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلَقَدۡ وَصَّلۡنَا لَهُمُ ٱلۡقَوۡلَ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ
“Dan sesungguhnya telah Kami turunkan berturut-turut perkataan ini (Al Qur-an) kepada mereka agar mereka mendapat pelajaran.” (QS. Al Qashash [28]: 51)
Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan kepada kita bahwa Dia menjamin penyampaian Al Qur-an ini kepada manusia secara utuh sebagaimana yang diturunkan.

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغۡ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَۖ وَإِن لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَالَتَهُۥۚ وَٱللَّهُ يَعۡصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰفِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah [5]: 67)
Salah satu syarat kenabian Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kewajiban beliau untuk menyampaikan Al Qur-an secara utuh dan sempurna.

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:

كَمَآ أَرۡسَلۡنَا فِيكُمۡ رَسُولٗا مِّنكُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡكُمۡ ءَايَٰتِنَا وَيُزَكِّيكُمۡ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمۡ تَكُونُواْ تَعۡلَمُونَ
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah [2]: 151)
Semua nash ini menunjukkan secara pasti bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan Al Qur-an secara utuh, sebagaimana Al Qur-an diturunkan kepada beliau. Tidak ada yang berkurang dan bertambah darinya walaupun satu huruf. Setiap muslim wajib meyakini hal ini.

Pendengar sekalian yang semoga Allah subhanahu wa ta’ala muliakan, Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan al Qur-an kepada umatnya melalui dua cara:
  1. Secara lisan (periwayatan melalui suara)
  2. Secara tulisan (ditulis didalam kitab)

SECARA LISAN (PENYAMPAIAN AL QUR-AN MELALUI SUARA)


Imam al Bukhari meriwayatkan di dalam shahihnya, dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah subhanahu wa ta’ala:

لَا تُحَرِّكۡ بِهِۦ لِسَانَكَ لِتَعۡجَلَ بِهِۦٓ إِنَّ عَلَيۡنَا جَمۡعَهُۥ وَقُرۡءَانَهُۥ فَإِذَا قَرَأۡنَٰهُ فَٱتَّبِعۡ قُرۡءَانَهُۥ ثُمَّ إِنَّ عَلَيۡنَا بَيَانَهُۥ
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.” (QS. Al Qiyamah [75]:16-19)
Dahulu, apabila Jibril datang kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam membawa wahyu, beliau berusaha menerima wahyu yang diturunkan kepadanya dengan susah payah. Hal itu membuat beliau menggerakkan lidah dan kedua bibirnya sehingga ia semakin sulit menerimanya, maka Allah subhanahu wa ta’ala pun menurunkan ayat ini (Lihat Shahih Bukhari (VII/680, no. 4927))

Penyampaian Al Qur-an melalui suara terdiri dari tiga tahapan:

1. Jibril ‘alaihissalam turun membawa Al Qur-an kedalam hati Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lafadz, makna, dan hal-hal terkait lainnya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ  ١٩٣ عَلَىٰ قَلۡبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلۡمُنذِرِينَ ١٩٤
“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (QS. Asy Syu’ara [26]: 193-194)
Dan Surat yang pertama diturunkan kepada beliau adalah surat Al Alaq, adapun surat yang terakhir yang diturunkan kepada beliau adalah QS. Al Baqarah ayat 281

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَٱتَّقُواْ يَوۡمٗا تُرۡجَعُونَ فِيهِ إِلَى ٱللَّهِۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفۡسٖ مَّا كَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ ٢٨١

Terkait ayat ini, malaikat Jibril ‘alaihissalam berkata kepada Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Letakkan ayat tersebut setelah ayat ke 280 pada surat Al Baqarah”. Demikianlah Jibril ‘alaihissalam mewahyukan Al Qur-an kepada Nabi Muhamad sallallahu ‘alaihi wa sallam secara lisan.

2. Para Sahabat mempelajari Al Qur-an melalui mulut Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka membaca ulang dihadapan beliau sampai beliau akui bacaan mereka

3.Para Sahabat meriwayatkan Al Qur-an kepada generasi selanjutnya dengan cara yang sama, dan begitu seterusnya hingga sampai kepada kita.

SECARA TERTULIS

Adapun penyampaian Al Qur-an kepada umatnya secara tertulis, berikut secara ringkas saya sebutkan fase-fase pembukuannya:

1. Penulisan seluruh penggalan Al Qur-an di hadapan Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam saat diturunkan dan pada saat wahyu itu datang. 

Zaid bin Tsabit radiyallahu ”anhu beliau berkata:

كُنْتُ أَكْتُبُ الْوَحْيَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّـهِ صلى اللـه عليه وسلم وَهُوَ يُمْلِي عَلَيَّ فَإِذَا فَرَغْتُ قَالَ : اِقْرَأ، فَأَقْرَؤُهُ، فَإِن كَانَ فِيهِ سَقْطٌ أَقَامَهُ ، ثُمَّ أَخْرُجُ بِهِ إِلىَ النَّاسِ
“Aku mencatat wahyu di dekat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau mendiktekannya kepadaku. Setelah aku selesai (mencatat), beliau berkata, ‘Bacalah!’, Aku pun membacanya. Jika (dalam bacaanku) ada yang kurang, maka beliau perbaiki. Lalu setelah itu aku sampaikan kepada manusia (kepada para Sahabat).” (HR. Thabrani dengan sanad yang para perawinya tsiqah)
2. Tulisan tersebut selanjutnya disalin ke dalam lembaran-lembaran dan menjadi sebuah mushaf pada masa Abu Bakar Ash Shiddiq radiyallahu ‘anhu

Sebagaimana kita ketahui didalam peperangan Riddah pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash Shiddiq radiyallahu ”anhu, para huffadz, mereka saling berlomba didalam memerangi kaum murtad, namun banyak diantara mereka yang meninggal dunia. Sehingga Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu merasa khawatir terhadap para pewaris Al Qur-an yang meninggal tersebut, kemudian beliau mengusulkan agar Al Qur-an dibukukan menjadi sebuah kitab induk sebagai referensi bagi kaum muslimin.

Alhamdulillah, Allah subhanahu wa ta’ala melapangkan dada Abu Bakar Shiddiq radiyallahu ‘anhu sehingga beliau berkenan memanggil penulis wahyu yang pada saat itu senantiasa berada disisi Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam , yaitu Zaid bin Tsabit radiyallahu ‘anhu.

Abu Bakar meminta kepadanya agar membukukan bagian-bagian Al Qur-an yang dahulu pernah ditulis disisi Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam. Alhamdulillah Allah melapangkan hati Zaid ibnu Tsabit, maka mulailah Zaid bin Tsabit mengumpulkan bagian-bagian dari Al Qur-an tersebut dengan cara yang sangat hati-hati.

Dalam pengumpulannya beliau menginformasikan kepada para Sahabat beliau dengan berkata “barangsiapa yang memiliki bagian-bagian dari Al Qur-an yang pernah ditulisnya ketika Rasulullah masih ada, maka berikanlah kepadaku!”

Maka para Sahabat pun mendatanginya dengan membawa bagian-bagian dari Al Qur-an tersebut. Ketika para Sahabat menyerahkan bagian-bagian dari Al Qur-an itu Zaid bin Tsabit berkata: “Apakah ada saksi selain dirimu yang melihat bahwa engkau menulis bagian-bagian dari Al Qur-an ini disisi Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam?”

Apabila ada saksi yang melihat dengan kepalanya sendiri maka Zaid bin Tsabit mengambilnya, namun apabila tidak, maka beliau tidak mengambilnya.

Demikianlah kehati-hatian Zaid bin Tsabit didalam mengumpulkan Al Qur-an sehingga akhirnya menjadi mushaf yang utuh referensi bagi kaum muslimin. Mushaf tersebut diberi nama dengan Mushaf Ash Shiddiq.[1] (Nisbat pada Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai khalifah pada saat itu)

3. Menyalin sejumlah mushaf pada masa Utsman bin Affan radiyallahu ‘anhu

Setelah Abu Bakar Ash Shiddiq radiyallahu ‘anhu wafat, maka berpindahlah Mushaf Ash Shiddiq ini kepada Umar bin Khathab radiyallahu ‘anhu selama 10 tahun, kemudian setelah beliau wafat, maka berpindahlah mushaf tersebut kepada anak perempuannya yaitu Ummul Mu’minin Hafshah binti Umar.

Pada saat khilafahnya Utsman meluaslah penaklukan-penaklukan beberapa negeri oleh tentara kaum muslimin, dan sampailah kaum muslimin ke Armenia atau wilayah soviet, dimana daerah tersebut terdapat pasukan besar muslimin yang datang dari Iraq dan dari Syam.

Didalamnya ada para Tabi’in dan beberapa Sahabat. Para tabi’in ini bertalaqqi kepada para Sahabat. Demikian pula pasukan besar kaum muslimin mereka saling mendengarkan bacaan mereka satu sama lainnya. Membacalah diantara mereka penggalan ayat:

واتم الحج و العمرة للبيت

Berkatalah orang kedua yang mendengarkan, bukan seperti itu, tapi Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

واتم الحج و العمرة لله

Orang yang pertama berkata, bukan tapi lil bait, dan yang kedua mendebat yang pertama, sehingga timbullah perselisihan dan tersebarlah permasaahan ini.

Ditempat yang terdapat dua pasukan besar tersebut terdapatlah seorang sahabat yang mulia yang bernama Hudzaifah bin Yaman radiyallahu ‘anhu. Ketika beliau mendengar permasalahan ini, maka beliau pulang ke Madinah dan berkata kepada Utsman bin Affan radiyallahu ‘anhu “Pahamkanlah umat ini sebelum mereka berpecah sebagaimana berpecahnya yahudi dan nasrani.”

Maka Utsman bin Affan radiyallahu ‘anhu memanggil Zaid bin Tsabit radiyallahu ‘anhu yang ketika itu masih hidup agar mengutus kepada Umul Mu’minin Hafsah putri Umar bin Khattab, supaya mengirimkan mushaf Ash shiddiq kepada Utsman bin Affan radiyallahu ‘anhu

Setelah mengadakan rapat bersama lajnah, mereka berkata kepada Zaid bin Tsabit “Salinlah untuk kami dari kitab ini beberapa mushaf, sehingga kami bisa mengirimnya ke belahan bumi dan menjadikan mushaf ini menjadi referensi bagi manusia dalam qiraah.”

Maka bergeraklah Zaid bin Tsabit menyalin beberapa mushaf dari mushaf Ash Shiddiqi tersebut, yang dimana sejatinya beliaulah sendiri yang menjadikan lembaran-lembaran Al Qur-an tersebut menjadi mushaf ketika di zaman Abu Bakar Ash Shiddiq radiyallahu ‘anhu dan beliau sendirilah yang menulis diantara lembaran-lembaran Al Qur-an ketika zaman Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sini kita dapat melihat bahwa fase penjagaan Al Qur-an begitu kokoh dari satu generasi ke generasi lainnya.

Setelah Al Qur-an disalin, Utsman bin Affan radiyallahu ‘anhu mengirim mushaf dari mushaf-mushaf yang sudah disalin tersebut ke beberapa kota-kota besar seperti ke Kufah, Bashrah, Syam, Mekah, Yaman, dan Bahrain dan juga mengutus bersama mushaf tersebut seorang qari yang mutqin untuk membacakan kepada mereka ayat-ayat Al Qur-an yang ada dalam mushaf tersebut.[2]

4. Kaum muslimin menyebar mushaf-mushaf tersebut ke dalam salinan-salinan yang tidak terhitung jumlahnya

5. Muncul sejumlah karya tulis yang mengatur penulisan al Qur-an (ilmu penulisan mushaf)

Didalam rangka menjaga kemurnian penulisan Al Qur-an, maka hadirlah para ulama yang menulis tentang ilmu penulisan Al Qur-an ini, seperti kitab Al Muqni’ yang ditulis oleh Abu Amr Ad Dhani, kemudian Mandzhumah Aqilati Atraab Al Qashaid fii Asnail Maqashid fii‘ilmi Rasm Al Mashahif yang ditulis oleh Imam Asy Syathibi. Dll.

Demikianlah para pendengar sekalian sedikit penjelasan mengenai bagaimana Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan Al Qur-an kepada umatnya

Akhukum fillah
Abu Fauzan

Footnote:_________
[1] Video Tadwinul Qur-an, Dr. Aiman Rusydi Suwaid dengan sedikit perubahan dan penambahan
[2] Video Tadwinul Qur-an, Dr. Aiman Rusydi Suwaid dengan sedikit perubahan dan penambahan
0

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.