F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-23 - Hukum Nazhar (Laki-laki Memandang Wanita) - Jenis Ketiga

Hukum Nazhar (Laki-laki Memandang Wanita) - Jenis Ketiga


Audio ke-23

Hukum Nazhar (Laki-laki Memandang Wanita) - Jenis Ketiga



بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه اما بعد 

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita telah berbincang-bincang tentang hukum lelaki memandang wanita.

Menurut al-muallif al-Imam Abu Syuja' lelaki memandang kepada lawan jenis itu ada tujuh kondisi:

1)  Dia memandang kepada wanita yang non mahram (bukan mahram), maka ini sepakat para ulama itu haram hukumnya, bila itu dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan.

2)  Dia memandang kepada istrinya, kepada budak (hamba sahaya)nya maka dia boleh memandang semuanya kecuali kepada kemaluannya, itu menurut madzhab Imam Syafi'i dan menurut madzhab yang lainnya, maka dia boleh melihat semuanya. 

Kemudian al-muallif rahimahullahu taala Al-iman Abu Suja' rahimahullahu taala mengatakan,

والثالث: نظره إلى ذوات محارمه أومته المزوجة فيجوز النظر فيما عدامابين السرة والركبة. 

3) Bila seseorang itu memandang mahramnya: ibunya, anaknya, saudarinya, bibinya, saudari sepersusuannya, mertuanya, atau menantunya, atau 

أومته المزوجة

Atau kepada budaknya yang telah dia dinikahkan dengan lelaki lain, maka kata beliau,

فيجوز النظر

Maka baginya boleh melihat 

فيما عدامابين السرة والركبة

Maka dia boleh melihat anggota tubuh wanita tersebut selain dari pusar hingga lutut. 

Dia tidak boleh melihat dari batas pusar hingga lututnya. Adapun selebih itu melihat ke betisnya, punggungnya, lengannya, maka itu boleh. Wajahnya, rambutnya boleh. 

Namun tentu perlu dibedakan, boleh melihat bukan berarti itu adalah restu atau izin bagi wanita mahram untuk bertelanjang dada, tentu tidak. 

Namun ketika itu tersingkap karena suatu alasan, misalnya dia di dalam rumah maka dia tidak harus mengenakan kerudung, dia boleh mengenakan pakaian dalam rumah, sehingga nampak lengannya, rambutnya, lehernya, betisnya maka itu tidak mengapa.

Dan kalaupun dalam beberapa kondisi nampak misalnya bagian punggungnya maka itu juga tidak mengapa, karena itu adalah mahramnya, tetapi bukan berarti mentang-mentang mahram, wanita itu kemudian bertelanjang dada hanya mengenakan celana pendek saja tentu tidak dibenarkan atau rok pendek saja, tentu tidak dibenarkan. 

Kenapa? karena perlu dibedakan antara boleh melihat, dengan anjuran melihat atau anjuran membuka diri, tentu beda. Ketika boleh melihat itu artinya ketika nampak karena satu hal maka itu tidak wajib ditutupi, tidak dosa.

Tetapi bukan berarti anda mengumbar aurat anda, mengumbar kecantikan lekak-lekuk badan anda kepada mahram anda. Karena tentu kalau itu dilakukan dapat menimbulkan fitnah, dapat menjadi pintu masuknya setan untuk menggoda anda dan mahram anda.

Padahal Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah memerintahkan kita semuanya kaum muslimin secara umum untuk menjauhi segala hal yang dapat berpotensi mengundang terjadinya pergaulan bebas ataupun perzinaan.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ
 
Dan janganlah engkau mendekati semua perbuatan, janganlah engkau melakukan semua aktivitas, semua kegiatan atau semua perbuatan yang dapat mendekatkan Anda kepada perbuatan zina 

Dan semua orang sepakat bahwa di antara penyebab terjadinya perbuatan zina yang paling banyak ialah dengan seseorang itu mengumbar auratnya, membuka sesuka hatinya. Karena itu dalam Al-Quran, Allāh Subhānahu wa Ta’āla memerintahkan kaum wanita dan demikian pula kaum pria untuk senantiasa menundukkan pandangan dan perintah ini bersifat mutlak. 

Walaupun tentu yang paling utama, paling wajib untuk kita menundukkan pandangan adalah dari wanita-wanita yang bukan mahram. Adapun yang mahram maka sekali lagi boleh kelihatan tapi bukan berarti boleh mengumbarnya.

Karena ketika mengumbar itu berarti mengundang godaan setan apalagi sampai mengenakan pakaian yang ketat, menggambarkan lekak-lekuk tubuhnya walaupun di depan mahramnya itu juga tidak sepatutnya dilakukan karena itu akan mengundang setan 

Dan dari sisi lain para ulama juga menjelaskan bahwa pentingnya kita menjaga muru’ah (kesantunan), tentu tidak santun ketika anda di depan mertua anda (misalnya) mertua laki-laki anda, anda mengenakan pakaian yang ketat, menggambarkan lekak-lekuk tubuh anda, mengenakan rok mini, bertelanjang dada misalnya. 

Tentu ini tidak sepatutnya dilakukan, dan itu bentuk dari tafashus (perbuatan yang tidak senonoh), perbuatan keji atau perbuatan yang jorok, tidak sesuai dengan kesantunan seseorang muslim 

Kemudian di antara hal yang juga perlu diingatkan di sini bahwa boleh melihat bukan berarti sekali lagi mengumbar. Karenanya para ulama membedakan di sini kata-katanya adalah boleh melihat bukan harus melihat dan juga boleh mengumbar, bukan!

Dan para ahli fiqih juga lebih jauh menjabarkan, bahwa yang dimaksud dari kondisi ketiga ini adalah, seorang wanita ketika berada di tengah rumahnya di antara mahramnya. Dia boleh mengenakan pakaian yang sewajarnya dikenakan di dalam rumah. 

Kalau di konteks masyarakat kita misalnya mengenakan daster, baju tidur atau baju di dalam rumah yang setengah betis, lengannya terbuka (misalnya) itu tidak mengapa. 

Kenapa? Karena itulah perbedaan antara mahram dan non mahram, sehingga pakaian yang biasa dikenakan untuk bekerja dalam rumah itu boleh dikenakan di depan mahram. Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman, [QS An-Nur: 31]

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ

Dan tidaklah mereka boleh menampakkan (wanita-wanita) perhiasannya kecuali kepada,

 لِبُعُولَتِهِنَّ 

Suami-suami mereka,

أَوْ ءَابَآئِهِنَّ

Atau kepada orang tua mereka dan seterusnya.

Ini dalil nyata bahwa menampakkan perhiasan yang biasa dikenakan wanita, gelang, lengan, kalung (misalnya) itu tidaklah mengapa. Dan tentu ketika menampakan kalung, gelang akan nampak pula lengan dan lehernya. 

Wallahu taala alam.

Ini yang bisa kita sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menambahkan taufik hidayah kepada kita semuanya dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang senantiasa,

يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُۥٓ

Kurang dan lebihnya mohon maaf.


Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
Fiqih Nikah / Baiti Jannati WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad

 وبا لله توفك و هدية 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.