F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-22 - Hukum Nazhar (Laki-laki Memandang Wanita) - Jenis Kedua

Hukum Nazhar (Laki-laki Memandang Wanita) - Jenis Kedua


Audio ke-22

Hukum Nazhar (Laki-laki Memandang Wanita) - Jenis Kedua


بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه اما بعد 


Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.


Al Mualif Rahimahullahu Ta'ala, yaitu Al Imam Abu Syuja menyatakan,


ونظر الرجل الى المرأة على سبعة أضرب


Lelaki memandangi wanita itu ada 7 kondisi, ada 7 kemungkinan, ada 7 keadaan.


والثاني : نظرة الى زوجته أو أمته فيجوز أن ينظر الى ماعدا الفرج منهما


Bentuk pandangan kedua adalah seorang suami atau seorang laki-laki memandang istrinya atau memandang budaknya. Maka bagi suami atau bagi majikan, bagi pemilik budak ia boleh memandang ke seluruh tubuh istrinya. Kecuali pada kemaluannya. 


Walaupun dia istri, tidak sepatutnya dia melihat. Demikian pernyataan dalam Madzhab Al Imam Syafi'i. Sampaipun budaknya, majikannya. Dia tidak berhak untuk melihat kemaluannya. 


Dia boleh menggaulinya, suami boleh menggauli istri tetapi tidak boleh memandang kemaluannya. Apa dasarnya? Dasarnya adalah hadits Aisyah Radhiyallahu Ta'ala Anha. Beliau menceritakan pengalaman hidup dengan Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam.


أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ


Aku itu pernah atau bahkan mungkin sering mandi dengan Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam, bersamaan mandi berdua dari satu bejana. [HR Bukhari 316, Muslim 321]


Kemudian Aisyah mengatakan memberikan satu klarifikasi,


مَا رَأَيْتُ ذكاء منه ولا رعزا زلك منني


Walau demikian aku tidak pernah melihat kemaluan Nabi. Dan Nabi juga tidak pernah melihat kemaluanku.


Berdasarkan riwayat ini Al Imam Syafi'i beserta para fuqaha, para ahli fiqih dalam Madzhab Syafi'i menyimpulkan berarti, tidak boleh bagi suami untuk melihat kemaluan istrinya. 


Sebagaimana bagi majikan juga tidak boleh melihat kemaluan budaknya. Walaupun keduanya boleh menggauli, boleh saling bergaul. Istri dan suami berhubungan badan, boleh tapi tidak boleh saling memandang kemaluan. Ini pendapat yang diajarkan dalam Madzhab Al Imam Syafi'i. 


Sebagian ulama lain mengatakan bahwa tidak mengapa melihat memandang kemaluan istri ataupun kemaluan suami karena hal yang lebih parah dibanding sekedar memandang saja boleh, yaitu menggaulinya. Apalagi sekedar memandangnya. 


Dan suatu hari seorang sahabat yaitu, Abdullah Ibnu Mas'ud atau yang lainnya bertanya kepada Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam. YāRasulullah,


يَا رَسُولَ اللَّهِ عَوْرَاتُنَا مَا نَأْتِي مِنْهَا وَمَا نَذَرُ 


Berkaitan dengan kemaluan kami, apa yang boleh kami lakukan dan apa yang tidak?


Nabi memberikan satu jawaban yang sangat gamblang. Beliau mengatakan,


احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ


Jagalah kemaluanmu, tutupilah kemaluanmu kecuali dari istrimu ataupun hamba sahayamu. 


Berdasarkan hadits ini dan juga alasan yang telah dikemukakan di atas, maka sebagian ulama mengatakan, “Tidak mengapa melihat kemaluan istri, ataupun kemaluan suami، ataupun kemaluan budaknya, karena menggaulinya saja boleh apalagi sekadar melihatnya.”


Secara tinjauan dalil memang ini yang lebih kuat. Tetapi kalau Anda ingin selamat, maka jagalah. Jangan ceroboh dan jangan gegabah atau jangan sering-sering melihat. Karena selain ada kontroversi di kalangan para ulama, juga itu akan dapat berimplikasi atau berakibat yang negatif yaitu akan mengurangi keharmonisan di antara Anda. 


Karena dalam pepatah Arab dikatakan,


كثرة الامساس نزل احساس 


Sering-sering mengeksploitasi sesuatu, melampiaskan sesuatu itu akan menjadikan hasrat Anda akan berkurang. Sensitivitas Anda akan menyusut. Karena itu seperlunya saja. Tidak perlu, tidak sering-sering, sehingga itu dapat mengurangi keharmonisan dalam hubungan Anda dengan istri Anda.


Ini yang dapat kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Kurang dan lebihnya mohon maaf.


Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى

Fiqih Nikah / Baiti Jannati WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad




بالله التوفيق و الهداية 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.