F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-111 Talak Bagian Kelima

Audio ke-111 Talak Bagian Kelima - Kitabul An-Nikah Matan Abu Syuja
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN | 22 Rajab 1444 H / | 13 Februari 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-111

📖 Talak Bagian Kelima


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد الله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat, peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa ta’ālā.

Al-Muallif (al-Imam Abu Syuja') mengatakan:

والطّلاق ضربان : صريح و كناية

Perceraian itu ada dua model : sharih (perceraian yang lugas tegas) nyata-nyata secara redaksional dan juga tujuan dan maksud nyata-nyata jelas dipahami itu adalah sebagai suatu perceraian.

Satu komimen dari suami yang dia ungkapkan dengan kata-kata yang lugas tegas tanpa ada kesamaran sedikitpun bahwa dia telah berniat untuk memutus ikatan pernikahan antara dirinya dengan istri. Ini satu model.

Dan yang kedua adalah perceraian yang diungkapkan dengan kata-kata kinayah, kiasan atau sindiran.

Ada banyak alasan kenapa suami tidak secara lugas, secara tegas mengatakan maksud dan niatnya untuk mengakhiri pernikahan tetapi dia menggunakan kata-kata yang memiliki beberapa alternatif penafsiran walaupun redaksi-redaksi yang dia gunakan seringkali digunakan diungkapkan oleh masyarakat untuk mengakhiri pernikahan.

Seperti kata-kata pisah ranjang, seperti kata-kata bahwa, “pergilah pulanglah ke rumah orang tuamu”, atau kata-kata bahwa, “kamu halal bagi laki laki lain”, atau dengan mengatakan bahwa, “kandungan yang ada dalam perutmu itu janin yang ada dalam perutmu itu bukanlah dari diriku atau dari anakku tetapi itu adalah kehamilan dengan orang lain”. Dan ungkapan-ungkapan yang serupa.

Ada lagi ungkapan yang juga sering dikatakan masyarakat dengan mengatakan, “kita urus surat-surat kita di Pengadilan Agama, hubungan kita telah berakhir”. Dan ungkapan lain yang serupa.

Itu seringkali digunakan oleh masyarakat untuk mengungkapkan niat serta maksud untuk mengakhiri pernikahan walaupun kata-kata itu juga sering digunakan untuk maksud dan tujuan lain. Seperti kata “Pulanglah ke rumah orang tuamu”, bisa jadi diartikan sebagai mudik.

Bisa jadi ketika seorang laki-laki mengatakan bahwa pisah ranjang artinya cuma sekedar, “Engkau tidur di kamar, saya di kamar sebelah”. Mereka saling ngambek saja, lagi tidak ingin seranjang saja walaupun mereka berstatus suami istri dan lain sebagainya.

Nah pembagian perceraian menjadi dua kelompok sharih tegas lugas dengan kinayah sindiran ataupun kiasan ini merupakan satu pembagian yang boleh dikata itu sebagai suatu hal kesepakatan di kalangan para ulama.

Dan ini bukan hanya dalam akad nikah saja tetapi berlaku dalam semua akad. Ada komitmen akad yang tegas lugas seperti dalam jual beli, “saya jual, saya beli”, itu tegas lugas sehingga kedua belah pihak dengan mudah memahami maksud dari redaksi lawan akadnya.

Tetapi ada kata yang itu tidak secara lugas mengutarakan arti ikatan jual beli (misalnya) dengan kata, “Ambilah saya beri kamu dengan harga sekian rupiah, barang ini halal milikmu dengan sekian rupiah”.

Ini tidak secara tegas menyatakan jual beli walaupun tradisinya, secara tradisi dalam berbagai momentum kata-kata itu digunakan sebagai apa? Sebagai komitmen jual beli. Tetapi kadang kala, “Ambilah! bawalah! saya berikan.....”, itu juga sering digunakan untuk komitmen yang lain berupa hibah berupa sewa menyewa, peminjaman (misalnya) dan lain sebagainya.
Kalau ada yang berkata, apa yang membedakan suatu redaksi itu dikatakan sebagai perceraian yang lugas tegas sharih dari perceraian yang itu merupakan kiasan kinayah atau sindiran? Maka jawabannya hanya ada satu yaitu tradisi.

Ketika satu ungkapan itu selalu digunakan terus menerus secara berulang-ulang di setiap waktu di setiap tempat oleh semua orang untuk mengutarakan arti perpisahan, arti berakhirnya hubungan nikah antara laki laki dengan wanita.

Sampai pada tingkatan setiap orang ketika mendengarkan redaksi tersebut spontanitas mereka akan memahami maksud dari orang yang berbicara, bahwa dia ingin mengakhiri atau dia telah mengakhiri hubungan nikahnya dengan istri. Maka ini bisa dikatakan kata-kata yang sharih, redaksi perceraian yang sharih.

Sedangkan bila suatu redaksi sering digunakan untuk mengutarakan kata perpisahan, kata perceraian, berakhirnya hubungan pernikahan namun juga di saat yang sama sering pula digunakan untuk tujuan dan maksud yang lain maka ini dikatakan sebagai satu redaksi kinayah, tidak tegas dan tidak lugas.

Dan pembagian ini sangat logis karena faktanya memang demikian, fakta di masyarakat ada redaksi- redaksi tegas lugas dan ada yang masih ambigu (multi tafsir) walaupun tingkat kesamaran pada redaksi yang kinayah, redaksi yang masih kiasan atau tidak lugas itu juga bertingkat-tingkat (tidak satu level).

Ada kata-kata yang kalau boleh diprosentase, mungkin prosentase penggunaannya dalam arti memutus hubungan nikah itu bisa jadi ada yang 70%, ada yang 60%, ada yang 51%, ada yang 80%. Nah ini tentu setiap masyarakat, setiap daerah memiliki tradisi yang berbeda-beda.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Semoga Allāh Subhānahu wa ta’ālā menambahkan Taufik dan Hidayah kepada kita semuanya. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.