F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Materi 67 – Tawadhu’ Terhadap Makanan

Materi 67 – Tawadhu’ Terhadap Makanan - Silsilah Amalan Hati dan Penyakit Hati - Kelas UFA

Materi 67 – Tawadhu’ Terhadap Makanan

🌍 Kelas UFA
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Silsilah Amalan Hati dan Penyakit Hati

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita masih membahas hadits-hadits tentang tawadhu’ secara makna.

Hadits berikutnya dari Sahabat Jabir Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِن الشَّيْطَانَ يَحضرُ أَحدَكُم عِند كُلِّ شَيءٍ مِنْ شَأْنِهِ، حَتَّى يَحْضُرَهُ عِندَ طعَامِهِ

“Sesungguhnya setan menyertai kalian dalam segala perkara/kegiatan/urusan, sampai setan menghadirinya ketika dia sedang makan.”

فَإِذا سَقَطَتْ لُقْمةُ أَحَدِكم فَليَأْخذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كانَ بِهَا مِن أَذى، ثُمَّ ليَأْكُلْهَا

“Jika ada makanan yang jatuh, maka bersihkanlah kotoran yang ada dari makanan tersebut (mungkin terkena pasir atau yang lainnya), hendaknya setelah itu dia makan yang jatuh tadi.”

وَلاَ يَدَعها للشَّيْطَانِ

“Janganlah dia tinggalkan makanan tersebut untuk setan.”

، فإذا فَرغَ فَلْيلْعَقْ أَصابِعِهُ

“Jika dia selesai daripada makannya, maka hendaknya dia menjilat jari-jarinya.”

فإِنَّه لاَ يَدْرِي في أَيِّ طعامِهِ تكون البرَكَةُ

“Karena dia tidak tahu keberkahan ada pada makanannya yang mana.” (HR. Muslim)

Hadits ini menjelaskan tentang bahayanya setan yang senantiasa menyertai manusia dalam segala hal. Bahkan dalam kondisi ketika dia sedang makan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Setan menghadiri manusia dalam segala kondisinya,” bahkan ketika makan. Kenapa demikian? Karena setan ingin ikut serta makan dari makanan manusia tersebut.

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan: “Kalau ada makanan yang jatuh, maka jangan dibuang.” Kalau dia buang atau dia biarkan, akan dimakan oleh setan. Dan kita tidak ingin makan lalu menjadi kuat untuk menggoda dan menyertai kita.

Di sini Nabi mengajarkan bahwa “jika makanan jatuh,” dan kita tahu di zaman dahulu tidak seperti sekarang, sekarang mungkin lantai di rumah kita bersih, kadang pakai semacam sufrah, sehingga kalau jatuh pun jatuh di tempat yang bersih. Zaman dahulu mungkin kalau jatuh di tanah.

Makanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Kalau jatuh, maka bersihkan.” Kalau ada pasirnya, ada debunya, bersihkan lalu makan. Jangan dibiarkan untuk setan.

Kemudian kalau sudah makan, jangan lupa jari-jari dijilat, jangan sampai ada sisa makanan yang tidak termakan di jari kemudian dibersihkan, akhirnya makanan tersebut terbuang. Hal ini karena dia tidak tahu dimana keberkahan makanannya.

Di sini Rasulullah mengajarkan kita untuk tawadhu’. Kalau makanan jatuh jangan kita merasa sombong untuk memakannya kembali.

Dan benar ya, ini kelihatannya sepele, tapi kalau seseorang mengamalkannya, ada makanan jatuh dia bersihkan lalu dia makan lagi, dia niatkan agar setan jangan makan dari makanan yang jatuh ini, tidak terasa tawadhu’ akan masuk dalam hatinya. Karena kalau seseorang sombong, mana mau makanan jatuh?

Bahkan sebagian orang karena sombongnya dia sisakan makanannya, tidak dihabiskan. Mungkin dia menganggap kalau menghabiskan akan dianggap rakus atau yang lainnya. Maka justru tidak dihabiskan.

Ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan sebaliknya, jatuh jangan dibuang, jatuh diambil dibersihkan lalu makan. Karena kalau tidak dimakan akan dimakan oleh setan, dan ini butuh tawadhu’. Bayangkan ketika ada makanan jatuh kita ambil, kita bersihkan kemudian kita makan kembali.

Kalau zaman dahulu saja terkena pasir Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersihkan, apalagi zaman sekarang yang jatuh di lantai yang bersih. Walaupun kotor, maka bersihkan, bismillah makan, kita menjalankan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Lebih dari itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan juga tawadhu’ ketika makan. Yaitu ketika makan dan ada sisa-sisa nasi/ daging di jari, maka itu dijilat dibersihkan.

Bukan masalahnya apa-apa, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwasanya kita tidak tahu letak keberkahannya di mana, apakah keberkahan di makanan yang jatuh tadi. Karena setiap kita makan ada keberkahan di salah satu bagian dari makanan tersebut. Kalau kita makan tersebut semuanya habis, kita pastikan keberkahan akan masuk dalam diri kita.

Dan kalau keberkahan sudah masuk dalam diri kita, ini akan menyehatkan badan, akan menjadikan berkah, membuat kita semangat untuk beribadah. Hal ini karena kita makan berkah. Nah, bisa jadi keberkahan tersebut pada makanan jatuh, bisa jadi keberkahan tersebut pada yang tersisa di jari-jari kita.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kita untuk tetap membersihkan jari kita dengan menjilatinya dengan tawadhu’. Kita dengan tawadhu’ makan, jangan sampai ada sisa-sisa makanan kemudian terbuang, kita cuci tangan padahal di tangan kita masih banyak daging, nasi atau yang lainnya.

Ini adalah praktek sederhana yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun jika seseorang mempraktikannya, maka dirinya akan dimasuki oleh sifat tawadhu’. Dan itu yang diharapkan untuk setiap muslim untuk tawadhu’ di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, di hadapan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wassalam, dan juga di hadapan sesama kaum mukminin.
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.