F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Tazkiyatun Nufus – 09 – Sebab Tazkiyatun Nufus 3 - Tingkatan Manusia Ketika Melakukan Dosa 2

Tazkiyatun Nufus – 09 – Sebab-sebab Tazkiyatun Nufus Bagian 3 - Tingkatan Manusia Ketika Melakukan Dosa (bag.2)
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
📘 Tazkiyatun Nufus : ❝ SEBAB-SEBAB TAZKIYATUN NUFUS #3 - TINGKATAN MANUSIA KETIKA MELAKUKAN DOSA (BAG.2) ❞
Dosen : Ustadz Beni Sarbeni, Lc, M.Pd Hafidzhahullah Ta'ala
🎧 Simak Audio 🎧

Sebab-Sebab Tazkiyatun Nufus #3 Tingkatan manusia ketika melakukan dosa (bag.2)

ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪَ ﻟِﻠﻪِ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩْ ﻭَﻧَﻌُﻮﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ، ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ ,أما بعد

Saudara sekalian di Belajar Islam kita lanjutkan kajian kitab Tazkiyatun Nafs. Masih membahas tentang ragam tingkatan sikap manusia setelah melakukan perbuatan dosa. Kelompok pertama sudah saya sampaikan yaitu mereka yang setelah melakukan perbuatan dosa, mereka berhujjah dengan takdir, bahwa ini sudah takdir Allah. Kelompok yang menyimpang ini disebut sebagai kelompok jabriyah. Selanjutnya,

Tingkatan kedua:

Yakni, orang yang merasa bahwa dosa yang ia perbuat sudah terlanjur terjadi dan dia merasa bahwa Allah Azza wa Jalla Mahabijaksana dalam setiap takdir-Nya. Akan tetapi kesadaran itu tidak menjadikan ia bertobat. Bahkan, tidak terlintas dalam dirinya niatan untuk bertobat.

Kenapa demikian? pertama bisa jadi itu karena ia sudah berputus asa dari Rahmat (kasih sayang) Allah, sehingga ia berkata "aku telah berbuat dosa dan sungguh aku pasti disiksa. Maka tidak ada manfaat bagiku untuk bertobat tidak juga beristighfar". Jadi kelompok ini sebenarnya tidak menisbatkan kepada takdir yaitu sudah perbuatannya, hanya saja kesadaran itu tidak mendorong dia untuk bertobat kenapa demikian pertama bisa jadi karena dia memang sudah putus asa

Atau bisa jadi karena harapan dusta, dia berharap kepada Allah Rabbul alamin. Tapi harapannya itu dusta, karena orang yang berharap itu mesti berusaha. Ia berkata "semoga Allah maha pengampun dan maha besar kasih sayang-Nya". Sementara ia terus saja dalam perbuatan dosa. Karena ar-Raja' (harapan) yang jujur (benar) adalah harapan yang disertai dengan usaha, jadi ketika seseorang mengharapkan ampunan Allah maka dia bertobat.

Kedua kelompok di atas juga terkena syubhat kerancuan dalam berpikir yaitu:
  1. Kelompok pertama terkena syubhat "putus asa". Ini adalah syubhat sekte wa'iidiyyah (Khawarij) bersama siapa saja yang satu prinsip dengan mereka. karena golongan khawarij itu fokusnya pada dalil-dalil yang bersifat wa'iid (ancaman)
  2. Kelompok kedua terkena syubhat "harapan dusta". Ini adalah syubhat sekte murji'ah yang mereka itu memberikan harapan kepada manusia bersamaan dengan perbuatan maksiat yang dilakukan terus menerus. Mereka hanya mengatakan, "Allah itu maha pengampun dan begitu besar kasih sayang-Nya".
Jadi Khawarij fokus pada ayat-ayat yang bersifat ancaman sehingga menjadikan manusia putus asa. Adapun Murji'ah fokus pada dalil-dalil yang bersifat janji, “Allah maha Pengasih, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Pengampun,” tapi tidak melihat ayat-ayat yang bersifat ancaman.

Adapun Ahlussunnah Wal Jama’ah itu moderat (ada di tengah) antara prinsipnya Khawarij dengan prinsipnya Murji’ah.

Jadi ini adalah syubhat sekte Murji’ah yang memberikan harapan kepada manusia bersamaan dengan perbuatan maksiat yang dilakukan terus-menerus. Mereka itu hanya mengatakan, “Allah itu Maha Pengampun, dan begitu besar kasih sayang-Nya,” tapi tidak melihat ayat-ayat yang bentuknya ancaman kepada para pelaku dosa atau maksiat.

Bahkan sebagian dari kelompok Murji’ah ini terkadang mengira atau menduga bahwa dosa itu tidak berefek, tidak memberikan dampak buruk terhadap keimanan. Hal ini sebagaimana ucapan sekte Murji’ah yang ekstrem, mereka mengatakan

إنه لا يضرّ مع الإيمان ذنب، كما لا ينفع مع الكفر طاعة.
"Sungguh, Dosa tidak berdampak buruk sementara keimanan itu masih ada, sebagaimana ketaatan tidak memberikan manfaat sementara kekufuran itu masih ada."
Sampai-sampai di antara mereka itu ada yang mengatakan bahwa iman orang yang paling maksiat di kalangan umat nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam itu sama saja dengan imannya Abu Bakar as Siddiq karena mereka berkeyakinan iman itu tidak bertambah dan tidak pula berkurang.

Ini keliru! Sebab, dosa itu bisa merusak seorang hamba sehingga wajib baginya untuk beristighfar (memohon ampun) dan bertobat kepada Allah Azza wa Jalla dari segala perbuatan dosa. Bahkan sebagaimana yang Allah firmankan,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ
"Telah nampak kerusakan di muka bumi di daratan maupun di lautan itu disebabkan perbuatan dosa manusia". (QS. ar-Rum:41)
Jadi itu tingkatan yang kedua. Tingkatan yang kedua dia sadar bahwa ini adalah perbuatannya dia tidak berdalil dengan takdir Allah, hanya saja kesadaran itu tidak menjadikan dia bertaubat. Bisa jadi karena putus asa (ini prinsipnya kaum Khawarij atau Wa’iidiyyah). Yang kedua, karena harapan dusta (terus berharap kepada Allah) tapi tidak ada usaha. Padahal الرجاء atau harapan yang benar adalah yang disertai dengan usaha. Selanjutnya,

Tingkatan ketiga

Yakni, orang yang ketika berbuat dosa, ia menyadari bahwa itu adalah dosanya, kemudian ia pun bertobat dan beristighfar (memohon ampun) kepada Allah Ta'ala. Tingkatan ini merupakan tingkatan yang wajib. Siapa saja yang menunaikannya, maka ia telah menunaikan sesuatu yang Allah wajibkan, yakni bertaubat, beristighfar dan kembali kepada Allah.

Jadi tingkatan yang ketiga atau kelompok yang ketiga adalah kelompok orang yang setelah melakukan perbuatan dosa dia sadar itu perbuatannya sendiri, itu dosanya sendiri. Setelah dia sadar, dia bertaubat kepada Allah, ber-istighfaar kepada Allah, dan kembali kepada Allah, nah ini tingkatan wajib.

Jadi, kelompok yang pertama yang paling buruk. Kelompok yang kedua buruk, sangat buruk. Kelompok yang ketiga ini sudah sudah bagus, karena dengannya dia melaksanakan sebuah kewajiban, yaitu bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Nanti ada tingkatan yang keempat yang paling bagus, insyaa Allah akan kita bahas pada pertemuan selanjutnya.

Sahabat sekalian yang semoga dirahmati oleh Allah Rabbal alamin, Demikianlah materi yang bisa saya sampaikan, semoga bermanfaat

Akhukum fillah
Abu Sumayyah Beni Sarbeni

والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.