F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Tazkiyatun Nufus – 08 – Sebab 2 - Pengaruh Dosa Terhadap Jiwa dan Tingkatan Manusia Melakukan Dosa 1

Tazkiyatun Nufus – 08 – Sebab-sebab Tazkiyatun Nufus Bagian 2 - Mengetahui Pengaruh Dosa Terhadap Jiwa dan Tingkatan Manusia Ketika Melakukan Dosa (bag.1)
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
📘 Tazkiyatun Nufus : ❝ SEBAB-SEBAB TAZKIYATUN NUFUS #2 - MENGATAHUI PENGARUH DOSA TERHADAP JIWA DAN TINGKATAN MANUSIA KETIKA MELAKUKAN DOSA (BAG.1) ❞
Dosen : Ustadz Beni Sarbeni, Lc, M.Pd Hafidzhahullah Ta'ala
🎧 Simak Audio 🎧

Sebab-sebab Tazkiyatun Nufus #2 - Mengetahui Pengaruh Dosa Terhadap Jiwa dan Tingkatan Manusia Ketika Melakukan Dosa (bag.1)

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه وَمَنْ وَالاَهُ. أمَّا بعد

Saudara sekalian di grup whatsapp Belajar Islam yang senantiasa dilindungi oleh Allah Rabbul alamin. Kita lanjutkan kajian tazkiyatun nafs. Kali ini saya akan membacakan fasal tentang sebab-sebab tazkiyatun nafs atau sebab-sebab jiwa menjadi suci.

Sebab Ketiga: Mengetahui Pengaruh Dosa Terhadap Jiwa

Dalam tazkiyatun nafs (pencucian jiwa), hendaklah seorang hamba benar-benar mengenali keimanan, juga mengetahui sebab-sebab bertambahnya iman dan sebab-sebab berkurangnya iman. Karena diantara sifat iman itu,

الإيمان يزيد وينقص

(Al imanu yazidu wa yanqush).
Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Seorang hamba tahu tentang dosa dan pengaruhnya terhadap jiwa dan kita mengetahui dosa bukan untuk melakukannya tapi untuk menjaga diri agar tidak jatuh dalam sesuatu yang tidak diridhoi oleh Allah.

Sebagian manusia tidak mengetahui masalah ini. Apabila ia terjerumus ke dalam dosa, ia pun tidak mengetahui obat penawarnya. Ia bagaikan orang sakit yang tidak mengetahui pengobatan, sehingga ketika ditimpa penyakit maka penyakit tersebut membunuhnya dan ia pun meninggal karenanya.

Diantara kitab yang luas pembahasan dalam masalah "Dosa dan pengaruhnya" adalah kitab ad-Daa' wa ad-Dawaa' (الدَّاءُ وَالدَّوَاءُ) karya Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyah rahimahullah.

Adapun perumpamaan orang yang mengenali perihal dosa beserta sebab-sebab yang bisa menebus dan menghapuskannya adalah seperti seorang dokter. Ketika ditimpa penyakit maka ia segera mengambil obat (penawar)nya

Sahabat sekalian sebagaimana dimaklumi bahwa tidak ada seorangpun yang terlepas dari dosa, orang awam, bahkan seorang alim sekalipun, laki-laki maupun perempuan. Berbagai macam perbuatan dosa terhampar di hadapan manusia pada malam hari maupun siang. Semuanya hampir tidak selamat dari dosa kecuali siapa saja yang dijaga oleh Allah Rabbul alamin.

كُلُّ الناس خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
"Setiap manusia adalah pelaku kesalahan dan sebaik-baik orang yang berlaku salah adalah orang-orang yang bertobat"
Jadi kita dalam rangka mensucikan jiwa mesti mengenali mana saja yang termasuk perbuatan dosa. Bahkan mengetahui mana yang termasuk al-kabair (dosa-dosa besar) sehingga betul-betul diri kita menjaga agar tidak terjerumus ke dalam dosa-dosa tersebut.

Al Imam Adz Dzahabi Rahimahullahu ta'ala menulis buku judulnya Al-kabair (ensiklopedi dosa-dosa besar) dikumpulkan di situ apa saja yang termasuk bagian dari dosa-dosa besar. Dan sebagaimana sering saya sampaikan bahwa bahwa sebesar-besarnya dosa adalah menyekutukan Allah subhanahu wa ta'ala.

Ketika seseorang meninggal dunia dalam keadaan tidak bertobat kepada Allah dari dosa syirik, maka Allah tidak akan mengampuninya. Sebagaimana yang Allah firmankan di dalam Alquran,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
"Allah tidak akan mengampuni dosa syirik" maksudnya orang yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik tidak akan Allah ampuni. Dan "Allah mengampuni dosa selain syirik bagi siapa saja yang Allah kehendaki" maksudnya walaupun seseorang itu wafat dalam keadaan membawa dosa - asal dosanya itu bukan dosa syirik- masih ada kemungkinan Allah subhanahu wa ta'ala memaafkan.
Faedah:

Tingkatan manusia ketika melakukan dosa

Pada hakikatnya, manusia itu bertingkat-tingkat ketika ia telah melakukan perbuatan dosa dan kesalahan, yang hal itu sesuai dengan kadar keilmuannya tentang syariat dan khususnya tentang masalah takdir. Dalam hal ini mereka berada pada beberapa tingkatan sebagaimana berikut:

Tingkatan pertama

Orang yang ketika melakukan perbuatan dosa, maka ia menisbatkannya kepada Rabb Tabaroka wata'ala. Ia merasa dipaksa dalam melakukannya seolah-olah dia tidak punya kehendak. Siapa saja yang keadaannya demikian maka pada dirinya ada syubhat atau kerancuan berpikir sebagaimana yang dimiliki oleh kaum musyrikin. Allah Subhanahu wa ta'ala mengabarkan tentang mereka,

سَيَقُولُ ٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ لَوْ شَآءَ ٱللَّهُ مَآ أَشْرَكْنَا وَلَآ ءَابَآؤُنَا...
"Orang-orang yang menyekutukan Allah itu akan mengatakan 'Jika Allah menghendaki niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak menyekutukan-Nya..."(QS. Al-An'am: 148)
Jadi dia menisbatkan/melekatkan perbuatan dosa yang ia lakukan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Kelompok yang seperti ini disebut kelompok Jabariyah beserta orang yang tertipu oleh bidah dan kesesatan mereka. Tatkala salah seorang dari mereka berbuat dosa, ia berkata "Seandainya Allah menghendaki, tidaklah dosa itu Allah takdirkan atasku!". Ucapan seperti ini sudah banyak kita dengar dari sebagian kaum muslimin di hari-hari ini. Tatkala terjatuh pada perbuatan dosa ia berkata "Andai Allah berkehendak niscaya aku tidak akan berbuat hal itu". Mereka beralasan dengan takdir atas perbuatan dosanya.

Sahabat sekalian ada ulama yang mengatakan bahwa yang pertama kali beralasan dengan takdir atas perbuatan dosa yang dilakukannya adalah iblis. Setelah dia durhaka kepada Allah, iblis ini berkata,

رَبِّ بِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ
"Ya Rabb-ku, oleh sebab engkau telah memutuskan bahwa aku sesat"(QS. Al-Hijr: 39).
Jadi iblis dengan perkataannya itu menisbatkan kesesatan dirinya kepada Allah dan menyandarkannya kepada Allah. Berbeda dengan nabi Adam alaihissalam, ketika nabi Adam melakukan kesalahan maka yang dikatakan olehnya adalah,

رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
"Ya Rabb kami, Kami telah berbuat zalim atas diri kami sendiri, seandainya engkau tidak mengampuni kami dan tidak menyayangi kami sungguhnya tak kami akan menjadi orang-orang yang merugi"(QS Al A'raaf : 23)
Karena Adam menisbatkan kesalahan itu kepada dirinya maka Adam alaihissalam pun bertobat dan beristighfar dan karena itulah Allah menerima taubatnya. Sedangkan iblis dia celaka karena ia terus menerus dalam dosa dan beralasan dengan takdir atas dosa yang ia perbuat.

Sahabat sekalian inilah tingkatan pertama yaitu seorang yang berbuat dosa merasa bahwa setiap hamba dalam keadaan Mujbar (dipaksa). Ia merasa bahwa Allah lah yang menetapkan atau memaksa terjadinya dosa atas dirinya.

Betul, Allah yang mentakdirkan segala sesuatu. Akan tetapi tidak dibenarkan bagi seseorang beralasan dengan takdir atas dosa-dosa yang ia perbuat. Kenapa? Karena setiap hamba punya kehendak.

Karena itulah Baginda nabi Shallallahu alaihi wasallam ketika ditanya oleh para sahabat, "Bukankah setiap orang telah ditakdirkan segala sesuatunya jika demikian untuk apa kita beramal?". Maka, jawaban nabi Shallallahu alaihi wasallam "Yang penting bagi kalian beramalah, lakukanlah kebaikan karena setiap orang akan dimudahkan untuk apa dia diciptakan. Jika Allah menciptakan dia menjadi ahli surga dimudahkan baginya jalan-jalan menuju surga, jika Allah menjadikan dia sebagai penghuni neraka maka dimudahkan untuknya jalan-jalan yang menjerumuskannya ke dalam jurang api neraka.

Maka seorang hamba hanya boleh beralasan dengan takdir atas musibah yang menimpanya seperti yang dikatakan oleh para ulama,

لَا يُحْتَجُّ بِالْقَدْرِ عَلَى الْمَعَائِبِ , وَإِنَّمَا يُحْتَجُّ بِهِ عَلَى الْمَصَائِبِ
"Tidak boleh beralasan dengan takdir atas perbuatan dosa. Dan hanya boleh beralasan dengan takdir atas musibah yang menimpanya".
Jadi itulah tingkatan yang pertama atau golongan pertama ketika manusia melakukan kemaksiatan atau perbuatan dosa.

Sahabat sekalian yang dimuliakan oleh Allah Rabbul alamin, Insya Allah, masih kita lanjutkan dengan tingkatan manusia ketika dia melakukan perbuatan dosa. Dan untuk kesempatan ini kami cukupkan sampai di sini semoga dipahami dengan baik dan bermanfaat.

Akhukum fillah
Abu Sumayyah Beni Sarbeni

والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.