F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Sejarah Kehidupan dan Perjuangan Rasulullah – 04 – Di Bawah Asuhan Kakek dan Paman Kehidupan yang Berat

Sejarah Kehidupan dan Perjuangan Rasulullah – 04 – Di Bawah Asuhan Sang Kakek, Sang Paman, Kehidupan yang Berat
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
Grup WhatsApp BELAJAR ISLAM
Pembina : Ustadz Beni Sarbeni, Lc.
https://bis.belajar-islam.net
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
Materi : 📚 SEJARAH KEHIDUPAN DAN PERJUANGAN RASULULLAH 📖 Di Bawah Asuhan Sang Kakek, Sang Paman, Kehidupan yang Berat
Pemateri : Ustadz Hafidz Abdul Rohman, Lc. Hafidzhahullahu Ta'ala

Di Bawah Asuhan Sang Kakek, Sang Paman, Kehidupan yang Berat

Sang Kakek Abdul Muthalib sangat iba terhadap cucunya yang sudah menjadi yatim piatu diusianya yang masih dini, maka dibawalah sang cucu ke Rumahnya, diasuh dan dikasihinya melebihi anak-anaknya sendiri.

Pada saat itu Abdul Muthalib memiliki tempat duduk khusus di bawah Ka'bah, tidak ada seorang pun yang berani duduk di atasnya sekalipun anak-anaknya, mereka hanya berani duduk di sisinya.

Namun Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam yang saat itu masih anak-anak justru bermain-main dan duduk di atasnya, karuan saja paman-pamannya mengambilnya dan menariknya, namun ketika sang Kakek melihat hal tersebut beliau malah melarang mereka seraya berkata:
"Biarkan Dia, demi Allah anak ini punya kedudukan sendiri."
Akhirnya Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam kembali duduk di majelisnya, diusapnya punggung cucunya tersebut dengan sukacita melihat apa yang dia perbuat.

Tapi lagi-lagi kasih sayang sang Kakek tidak berlangsung lama dirasakan oleh Muhammad kecil. Saat Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam berusia 8 tahun kakeknya meninggal di Mekkah.

Namun sebelum wafat dia sempat berpesan agar cucunya tersebut dirawat oleh paman dari pihak bapaknya, Abu Thalib.

Kini Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam berada dalam asuhan pamannya, yang juga sangat mencintainya. Abu Thalib merawatnya bersama dengan anak-anak yang lain bahkan lebih disayangi dan dimuliakan.

Begitu seterusnya Abu Thalib selalu berada di sisi Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam, merawatnya, melindunginya dan membelanya, bahkan hingga beliau telah diangkat menjadi Rasul.

Hal tersebut berlangsung tidak kurang selama empat puluh tahun, pada saat Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam berusia 12 tahun Abu Thalib mengajaknya berdagang ke Negeri Syam.

Sesampainya di perkampungan Bushra yang waktu itu masuk wilayah negeri Syam, mereka disambut oleh seorang pendeta bernama Bukhaira, semua rombongan turun memenuhi jamuan Bukhaira kecuali Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Pada pertemuan tersebut Abu Thalib menceritakan perihal Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam dan sifat-sifatnya kepada pendeta Bukhaira, setelah mendengar ceritanya sang pendeta langsung memberitahukan bahwa anak tersebut akan menjadi pemimpin manusia sebagaimana dia ketahui ciri-cirinya dari kitab-kitab dalam agamanya.

Maka dia meminta Abu Thalib untuk tidak membawa anak tersebut ke negeri Syam karena khawatir disana orang-orang Yahudi akan mencelakakannya.

Akhirnya Abu Thalib memerintahkan anak buahnya untuk membawa pulang kembali Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam ke Makkah.

Pada usia 15 tahun Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam ikut serta dalam perang Hijar yang terjadi antara suku Quraisy yang bersekutu dengan Bani Kinanah melawan suku Qais Ailan.

Peperangan dimenangkan oleh suku Quraisy, pada peperangan tersebut Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam membantu paman-pamannya menyiapkan alat panah.

Setelah Perang Hijar usai diadakanlah perdamaian yang dikenal dengan istilah Hulful Fudul, disepakati pada bulan Dzulqa'dah yang termasuk bulan harom, dirumah Abdullah bin Jud'an At-Taimi.

Semua kabilah dari suku Quraisy ikut dalam perjanjian tersebut, diantara isinya adalah kesepakatan dan upaya untuk selalu membela siapa saja yang didzalimi dari penduduk Mekkah dan mereka akan menghukum orang yang berbuat dzalim sampai dia mengembalikan lagi hak-haknya.

Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam ikut serta menyaksikan perjanjian tersebut bahkan setelah beliau menjadi Rasul beliau masih mengingatnya dan memujinya seraya berkata:
"Saya telah menyaksikan perjanjian damai di rumah Abdullah bin Jud'an, yang lebih saya cintai dari Onta merah, seandainya saya diundang lagi setelah masa Islam, niscaya saya akan memenuhinya."
Onta merah adalah kiasan atas harta yang paling berharga bagi masyarakat Arab pada waktu itu.

Masa muda Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam dilalui dengan kehidupan berat, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam mengembalakan kambing penduduk Mekkah demi mendapatkan upah.

Pada usia 25 tahun beliau memulai usaha dagang dengan modah dari Khadijah wanita pengusaha kaya raya dan terpandang di Makkah saat itu dengan sistem bagi hasil.

Medengar kejujuran dan keluhuran budi pekertinya Khadijah menawarkan pada Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam unutk membawa barang dagangannya dan menjualnya di negeri Syam.

Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam menerima tawaran tersebut, maka Khadijah memberikan barang dagangannya yang paling utama yang tidak pernah diberikan kepada pedagang lainnya.

Dia sertakan pula budaknya yang bernama Maisaroh untuk menemani Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam. Perlu diketahui bahwa Maisaroh adalah laki-laki, karena nama tersebut pada masyarakat Arab adalah nama untuk jenis kelamin laki-laki, berbeda dengan masyarakat kita yang umumnya Maisaroh dipakai untuk nama wanita.

Berangkatlah Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam bersama Maisaroh untuk membawa dan menjual barang dagangan Khadijah.
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.