F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Fiqih Muyassar – 05 – Hukum Air yang Bercampur dengan Benda Najis

Fiqih Muyassar – 05 – Hukum Air yang Bercampur dengan Benda Najis - AKADEMI BELAJAR ISLAM
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
📘 Fiqih Muyassar : ❝ HUKUM AIR YANG BERCAMPUR DENGAN BENDA NAJIS ❞
Dosen : Ustadz Beni Sarbeni, Lc, M.Pd Hafidzhahullah Ta'ala
🎧 Simak Audio 🎧

Fiqih Muyassar – 05 – Hukum Air yang Bercampur dengan Benda Najis


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه وَمَنْ وَالاَهُ. أمَّا بعد

Saudara sekalian di grup WhatsApp belajar Islam yang semoga dimuliakan oleh Allah rabbul ‘alamin, kita lanjutkan kajian kitab al-Fiqhul Muyassar, kali ini kita akan membahas tentang air yang bercampur dengan benda najis.

Penulis berkata di halaman 24,

Pembahasan Ketiga: Air yang bercampur dengan benda najis

Misalnya air bercampur dengan air kencing. Jika air bercampur dengan benda najis lalu berubah salah satu sifatnya, yakni bau, rasa atau warnanya maka berdasarkan ijma’ para ulama air tersebut hukumnya najis sehingga tidak boleh digunakan untuk bersuci, yakni tidak boleh digunakan untuk menghilangkan hadats maupun najis, sedikit maupun banyak jumlah air tersebut.

Jadi jika air bercampur dengan benda najis misalnya tadi air kencing, lalu berubah salah satu sifatnya. Misalnya baunya berubah, maka berdasarkan ijma’ atau kesepakatan para ulama air tersebut menjadi najis sehingga tidak bisa digunakan untuk bersuci, tidak bisa digunakan untuk berwudhu, juga tidak bisa digunakan untuk membersihkan najis, baik air tersebut dalam jumlah sedikit maupun banyak.

Selanjutnya, adapun jika tidak berubah salah satu sifatnya, baunya tidak berubah, rasanya pun tidak demikian pula warna nya, maka sebagai berikut:
  1. Jika air tersebut banyak, maka tidak menjadi najis dan bisa digunakan untuk bersuci.
  2. Jika airnya sedikit, maka menjadi najis dan tidak boleh bersuci dengannya. Batasan banyaknya adalah melebihi dua qullah, yang mana 1 qullah itu sekitar 160,5 liter air.
Sahabat sekalian, rincian seperti ini yaitu dibedakan antara banyak dan sedikit ketika tidak ada perubahan sifat merupakan rincian dalam madzhab Hambali dan Syafi'i. Adapun pendapat yang lain, misalnya pendapat ulama Malikiyyah dan ini adalah pendapat Al Imam Malik, beliau mengatakan bahwa selama air tersebut tidak berubah warna, tidak berubah rasa, tidak berubah bau, maka ia tetap suci lagi menyucikan. Terlepas apakah jumlah air itu sedikit maupun banyak, selama tidak ada perubahan, maka air tersebut masih suci lagi menyucikan.

Dan wallahu ‘alam pendapat Al Imam Malik ini lebih kuat jika dilihat dari dalil dimana diantara dalilnya adalah hadits yang dibawakan penulis yaitu hadits dari Shahabat Abu Sa’id Al-Khudri , ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

Dalilnya adalah dua hadits berikut ini:

Pertama: Hadits dari Sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ الْمَاءَ طَهُوْرٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ .
“Air itu suci (lagi mensucikan) tidak bisa berubah menjadi najis dengan apapun.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, An Nasai dan At Tirmidzi)
Jadi selama dia disebut sebagai air secara mutlak, maka dia suci lagi menyucikan, kecuali tadi yaitu ketika ada perubahan baik bau, warna, maupun rasa, itu pun berdasarkan ijma’.

Kemudian penulis membawakan beberapa dalil diantaranya tadi dalil dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu anhu. Demikian pula hadits dari Shahabat Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Kedua: Hadits dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda

إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَـمْ يَحْمِلِ الْـخَبَثَ .
“Jika air itu dua qullah, maka ia tidak berubah menjadi najis.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasai)
Jadi sekali lagi kesimpulannya adalah ketika air bercampur dengan benda najis. Maka, selama tidak ada perubahan warna, bau, maupun rasa, maka air tersebut masih suci lagi menyucikan, terlepas jumlah air itu banyak ataupun sedikit.

Nah, rincian seperti ini adalah pendapatnya Al Imam Malik dan didukung dengan dalil yang kuat. Wallahu Ta’ala a’lam.

Sahabat sekalian yang dimuliakan oleh Allah rabbul alamin. Demikianlah materi yang bisa saya sampaikan. Semoga bermanfaat.

Akhukum Fillah,
Beni Sarbeni Abu Sumayyah
Pondok Pesantren Sabilunnajah Bandung
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.