F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-218 Wadiah Barang Titipan Bag. 02

Audio ke-218 Wadiah Barang Titipan Bag. 02
🗓 KAMIS | 18 Jumadal Akhirah 1446H | 19 Desember 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-218
https://drive.google.com/file/d/1ajqDQFMrrv47ZwQ9GT1jd7yJ1Hq10s6R/view?usp=sharing

Wadiah Barang Titipan Bagian Kedua


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد


Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Masih bersama Matnul Ghaayah fii Ikhtishar buah karya Syaikh Imam Abu Syuja' rahimahullāhu ta'āla. Pada kesempatan ini kita sampai pada pembahasan tentang الوديعة yaitu barang titipan

Al-Muallif rahimahullah mengatakan,

ولا يضمن إلا بالتعدي

Orang yang menerima titipan (penerima titipan) karena dia punya itikad baik ➟ menolong, membantu, merawatkan dan menjaga barang orang lain, dan itu adalah satu tindakan sosial.

Maka hukum asalnya penerima barang titipan tidak berkewajiban untuk menanggung kerusakan bila terjadi pada barang yang dititipkan kecuali bila kerusakan itu terjadi atas keteledoran, atas kesengajaan, atas tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh penerima amanah.

Misalnya barang berharga perhiasan, seharusnya disimpan di tempat sewajarnya menyimpan perhiasan, namun digeletakan di depan pintu di depan rumah. Maka kalau ini terjadi dan kemudian hilang berarti penerima amanat telah berbuat teledor atau berbuat melakukan suatu tindakan yang menyebabkan barang tersebut hilang atau rusak.

Dia dititipi perhiasan emas (misalnya) digunakan belanja ke pasar dipertontonkan kepada semua orang. Perhiasan yang banyak, sehingga menggoda para perampok, para copet untuk melakukan aksinya.

Akhirnya betul-betul perhiasan itu dicopet walaupun bukan dia yang mencopetnya, menjualnya, tetapi dia telah melakukan suatu tindakan. Dia diberi amanat dititipkan disimpan di rumahnya justru malah dikenakan digunakan untuk pergi ke pasar.

Ini adalah suatu tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan atau dia dititipi kendaraan, seharusnya dia parkirkan kendaraan itu di rumahnya, tetapi digunakan untuk mengangkut barang akhirnya rusak, maka kerusakan ini dia harus ganti karena amanah wadiah itu adalah satu kepercayaan untuk menjaga merawat, bukan restu untuk menggunakan atau memanfaatkan.

Kalau sampai ada restu untuk menggunakan, maka statusnya bukan wadiah lagi bukan titipan tetapi itu adalah sebuah 'ariyah (barang pinjaman). Kalau itu adalah titipan berupa barang dan kemudian dimanfaatkan, maka itu berupa pinjaman. Kalau itu titipan berupa uang maka anda tidak boleh menggunakannya untuk berbelanja.

Seringkali di masyarakat Anda ketika dititipi uang, “nanti saya gunakan dulu nanti ketika orangnya tanya nanti saya ganti dengan uang saya”. Ini tidak boleh karena Anda mendapatkan kepercayaan untuk menjaganya, bukan restu untuk membelanjakannya atau menggunakannya.

Sehingga ketika Anda berpikiran, “toh saya juga bisa bayar, toh saya juga punya uang yang sama sehingga kalau dia butuh nanti saya ambilkan dari rekening saya sendiri, atau saya ambilkan dari tabungan saya di rumah”.

Ini tidak sepatutnya dilakukan, karena betapa banyak orang yang semula merasa bisa merasa mampu untuk membayar mengembalikan tetapi pada waktu yang dibutuhkan ketika saatnya pemilik uang meminta kembali titipannya ternyata Anda sedang dalam kondisi tidak bisa mengembalikan.

Baik karena tidak sedang membawa uang tunai, atau misalnya kantor bank sedang tutup, atau bisa jadi uang Anda kurang dari nominal yang harusnya Anda kembalikan.

Sehingga para ulama mengatakan kalau memang titipan tidak boleh digunakan. Kalau sampai ada izin dari pemilik untuk menggunakan maka tidak lagi menjadi menjadi titipan tetapi menjadi pinjaman atau menjadi utang piutang.

Kemudian Al-Muallif mengatakan,

وقول المودع مقبول في ردّها على المودع

Karena wadiah itu adalah satu akad amanah, maka logikanya Anda tidak akan menitipkan barang Anda baik itu uang ataupun barang kecuali pada orang yang sudah Anda pilih. Anda yakini bahwa dia adalah Amin (orang yang bisa dipercaya).

Sehingga ketika orang yang semula sudah Anda pilih, Anda percaya bisa merawat bisa menjaga barang Anda, kemudian dia memberikan satu keterangan bahwa barang Anda telah dikembalikan, maka hukum asalnya Anda harusnya percaya harusnya Anda tidak mendustakan keterangan dia.

Dengan Anda menitipkan barang itu berarti Anda telah memberikan satu pernyataan sikap, Anda percaya kepada orang tersebut.

Sehingga hukum asalnya apapun yang dia katakan keterangan apapun yang dia sampaikan, seharusnya Anda pada posisi mempercayai, kecuali bila Anda bisa membuktikan bahwa keterangan orang tersebut tidak sesuai dengan fakta.

Tapi selama Anda tidak punya data tidak punya bukti yang mendustakan keterangan orang yang Anda titipi, maka Anda hanya bisa berkata, “saya percaya”.

Karena semula dia orang yang Anda percaya sehingga tidak boleh serta-merta Anda berubah sikap yang semula percaya menjadi tidak percaya kecuali bila ada data atau bukti yang kuat yang tidak terbantahkan yang kemudian membuktikan bahwa orang yang semula Anda kira layak dipercaya ternyata dia adalah seorang pengkhianat yang terselubung (misalnya) atau Anda salah duga.

Tapi selama Anda tidak bisa membuktikan maka hukum asalnya keterangan apapun termasuk keterangan bahwa dia telah mengembalikan barang titipan Anda semula pada hukum asalnya itu wajib Anda percayai.

Sehingga anda tidak bisa secara sepihak mendustakan keterangan dia, kecuali bila Anda berhasil membuktikan dengan data yang valid, termasuk ketika dia mengatakan, menyampaikan suatu informasi bahwa barang titipan Anda rusak tanpa disengaja, dicuri oleh pencuri, atau rusak karena tanpa sengaja, maka hukum asalnya Anda harus percaya tidak boleh minta ganti rugi.

Kecuali bila Anda berhasil membuktikan bahwa orang yang semula Anda duga yang semula Anda kira itu Amiin (dapat dipercaya) ternyata salah duga Anda. Anda salah kira salah persepsi bahwa ternyata dia adalah orang yang terbukti berkhianat.

Namun sekali lagi selama tidak ada bukti Anda tidak bisa membuktikan dengan meyakinkan bahwa dia berkhianat dia telah berkata dusta maka Anda tidak bisa menuntut apapun kepada dia. Walaupun barang Anda hilang walaupun barang Anda rusak, hukum asalnya selama dia mengatakan rusak tidak sengaja hukum asalnya keterangannya itu wajib Anda percayai.

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda,

لَيْسَ عَلَى الْمُسْتَوْدَعِ غَيْرِ المُغِلِّ ضَمَانٌ

Tidaklah orang yang mendapat titipan selama dia itu tidak berkhianat tidak terbukti berkhianat dia tidak berkewajiban menanggung kerusakan atau kerugian yang terjadi pada barang titipan.

لَيْسَ عَلَى الْمُسْتَوْدَعِ غَيْرِ المُغِلِّ

Orang penerima titipan yang tidak terbukti atau belum terbukti telah berkhianat dia tidak wajib tidak pantas untuk dibebani menanggung kerusakan ataupun kerugian yang terjadi pada barang titipan.

Kurang dan lebihnya saya mohon maaf

وبالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.