🗓 SENIN | 30 Jumadal Ula 1446H | 2 Desember 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-205
https://drive.google.com/file/d/1AYShU564R2n33-KFRPTKT6I-ZAr70aI4/view?usp=sharingLuqothoh Barang Temuan Bagian Pertama
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Kaum muslimin anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Masih bersama fiqih mu'amalah dengan mengkaji Matnul Ghaayah fi Ikhtishar buah karya Syaikh Imam Abu Syuja' rahimahullāhu ta'āla. Pada kesempatan yang berbahagia ini, kita sampai pada pembahasan,
Al-Luqothoh (اللقطة) / Barang Temuan
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kadang kita mengalami kondisi atau kasus di mana barang kita hilang, terjatuh, atau lupa, atau sebaliknya kadang kala kita menemukan barang, barang yang berharga tentunya tertinggal, atau terjatuh dari pemiliknya, tidak ketahuan siapakah pemiliknya, ataupun bisa jadi Anda mengetahui siapa pemilik barang tersebut.
Adanya barang temuan semacam ini, tentu tidak serta merta boleh Anda miliki, boleh Anda gunakan. Kenapa demikian?
Karena hukum asal yang ini telah disepakati oleh semua ulama. Harta seorang muslim bahkan andai pun dia adalah harta milik non muslim (orang kafir) namun dia adalah kafir dzimmi orang yang tinggal di negeri Islam, memiliki itikad baik untuk hidup berdampingan dengan umat Islam. Maka hartanya pun terlindungi atau dilindungi tidak halal untuk Anda rampas, untuk Anda ambil dengan tanpa sebab yang dibenarkan.
Sekedar barang tersebut tertinggal, sekedar barang tersebut terjatuh, tidak serta merta menjadi hak Anda yang menemukannya. Bahkan saya yakin pemilik barang tersebut sangat mengharapkan andai barangnya dapat ditemukan kembali.
Karena biasanya orang yang kehilangan barang dia berusaha mencari, berusaha menemukan kembali, bahkan sering kali dia membuat satu pengumuman (edaran) secara luas, baik di media ataupun yang lainnya.
Menyatakan: "Barangsiapa yang menemukan barang ini dan itu, maka harap dikembalikan kepada si Fulan", memberikan nomor kontak misalnya, atau alamat (Dia akan) kemudian juga masih menjanjikan akan memberikan imbalan atas pengembalian barang tersebut.
Apalagi dalam banyak kasus, barang-barang tersebut salah satunya adalah beberapa dokumen penting, baik itu STNK, SIM, KTP, atau mungkin Ijazah, Sertifikat tanah dan yang lainnya. Dan tentu itu barang yang sangat berharga untuk proses menerbitkan pengganti (dokumen pengganti) juga membutuhkan energi yang tidak sedikit. Sangat merepotkan tentunya.
Sehingga pemiliknya juga berkepentingan agar barang tersebut bisa kembali, bahkan andai Anda adalah orang yang kehilangan barang tersebut, terjatuh, atau tertinggal, Saya yakin Anda sangat mendambakan andai ada orang yang berbesar hati mengembalikan barang tersebut kepada Anda.
Karena telah menjadi tradisi dan menjadi karakter manusia. Manusia itu seperti kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَـٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ
Telah dijadikan wanita, harta kekayaan, itu sesuatu yang muzayanah, sesuatu yang indah, sesuatu yang dicintai, sesuatu yang disenangi oleh orang. [QS Āli-Imrān: 14]
Sehingga ketika kehilangan sesuatu yang dicintai, tentu di dalam hati itu terasa (rasa kehilangan). Karenanya dalam Islam pun fakta ini diakomodir sehingga ketika Anda menemukan barang, apalagi barang tersebut barang yang berharga. Tidak serta merta boleh Anda miliki.
Bahkan Anda secara tuntunan syari'at berkewajiban untuk berupaya mengembalikan barang tersebut minimal menyampaikan informasi kepada khalayak ramai, agar informasi tentang keberadaan barang tersebut bisa sampai kepada pemiliknya (orang yang kehilangan).
Sehingga dia akan bisa mendapatkan kesempatan mengambil kembali barang tersebut. karena,
اْلأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ
Hukum asal itu, barang tersebut milik pemiliknya.
Dan status kepemilikan ini tidak bisa berubah tidak bisa menjadi putus hanya gara-gara barang tersebut tertinggal, atau terlupakan, atau mungkin terjatuh.
Bahkan secara spesifik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan satu penegasan tentang kehormatan harta seorang muslim. Beliau menyatakan:
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
Setiap muslim itu haram atau dihargai, dihormati, dilindungi jiwanya, hartanya tidak halal untuk Anda langgar atau untuk Anda rengut (ambil) tanpa alasan yang dibenarkan. [HR Muslim 4650]
لَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ أَنْ يَأْخُذَ عَصَا أَخِيهِ بِغَيْرِ طِيبَةِ نَفْسٍ مِنْهُ
لَا يَأْخُذُ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لَاعِبًا وَلَا جَادًّا
Tidaklah halal bagi setiap muslim untuk mengambil walau sekedar tongkat milik saudaranya, baik dia sungguh-sungguh mengambil untuk memilikinya, atau sekedar bermain-main saja.
Tidak boleh!
Karena, walaupun itu remeh-temeh, nilainya sangat murah sebatang tongkat, tetapi apapun yang terjadi, apapun nilainya itu adalah harta seorang muslim, tidak halal untuk Anda gunakan, apalagi Anda miliki, kecuali atas restu dan seizin dari pemiliknya.
Karenanya keberadaan barang yang terjatuh, terlupakan itu dalam Islam tetap dilindungi, statusnya tetap milik pemiliknya tidak boleh Anda gunakan.
Ini yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia kali ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
وبالله التوفيق والهداية
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment