🗓 JUM’AT | 27 Jumadal Ula 1446 H | 29 November 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-125
https://drive.google.com/file/d/12_a9iOtNamGEN1qgTcvfIv2qgKBszYyh/view?usp=sharingBab Seputar Jenazah (Bag. 8)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.
Sunnahnya berta’ziyah
Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,
وَيُعَزَّى أَهْلُهُ إِلَى ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ دَفْنِهِ
Kemudian disunnahkan untuk berta’ziyah kepada keluarga mayit sampai tiga hari setelah mayit tersebut dikubur.
Ta’ziyah (تعزية) artinya adalah menghibur, maksudnya adalah mendatangi keluarga mayit untuk menghibur mereka dengan mengingatkan mereka akan kewajiban sabar juga mengingatkan mereka akan pahala yang besar yang bisa mereka dapat jika mereka sabar dalam menghadapi musibah ini.
Sebagaimana dicontohkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid radhiyallāhu ‘anhu bahwasanya seorang putri Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam saat putra Beliau meninggal.
Jadi putrinya Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam menghadapi musibah berupa meninggalnya putra Beliau yaitu cucu Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Maka kemudian Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada utusan ini, “Kembalilah kepada putriku dan kabarkanlah kepadanya bahwasanya kepunyaan Allāh apa yang Dia ambil dan apa yang dia berikan. Dan segala sesuatu itu sudah ditentukan ajalnya. Perintahkan kepada putriku untuk sabar dan ihtisab”. Ini adalah bentuk ta’ziyah dari Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Adapun pembatasan tiga hari ini dasarnya adalah hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim. Bahwasannya Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allāh dan hari akhir untuk berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari kecuali atas kematian suaminya dimana ihdad (masa berkabung) bagi seorang istri yang ditinggal suaminya adalah sebanyak empat bulan sepuluh hari”.
Jadi hadits ini mengisyaratkan bahwasanya berkabung itu tiga hari maka kita juga berta’ziyah selama tiga hari. Tiga hari setelah mayit tersebut dikubur. Dan karena biasanya setelah tiga hari keterpukulan akibat ditinggal oleh orang yang dicintai ini sudah hilang, orang sudah kenbali normal. Maka kalau kita berta’ziyah setelah itu justru malah dikhawatirkan mengembalikan kesedihan kepada dia.
Maka disini Abu Syuja’ Al-Ashfahani menjelaskan bahwasanya ta’ziyah itu maksimal sampai hari ketiga saja. Dan yang terbaik adalah di awal-awal saat keluarga baru mengetahui orang tersebut meninggal, karena itulah waktu yang paling berat sehingga orang butuh untuk dihibur, orang butuh diingatkan agar sabar.
Kemudian Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,
وَلاَ يُدْفَنُ اثْنَانِ فِي قَبْرٍ إلاَّ لِحَاجَةٍ
Dan tidak boleh dua orang dikuburkan dalam satu kuburan kecuali jika ada hajat yang menuntut hal itu.
Jadi pada dasarnya dalam agama kita setiap jenazah itu dikuburkan sendiri. Bahkan kalau seorang ibu bersama janinnya yang meninggal saat melahirkan misalnya. Maka ini juga sunnahnya dikubur sendiri-sendiri. Dan tidak boleh untuk dikubur bersama-sama baik itu satu keluarga laki-laki semuanya, laki-laki dengan wanita kecuali jika ada hajat atau kondisi darurat.
Dan dasarnya adalah apa yang dilakukan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam saat perang Uhud. Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallāhu ‘anhuma,
أنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْمَعُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ مِنْ قَتْلَى أُحُدٍ
Dahulu Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan dua orang dari syuhada Uhud, dua orang dalam satu kuburan.
Kenapa? Karena saking banyaknya sahabat Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam yang meninggal saat itu, maka sangat berat jika harus menggali satu kuburan untuk satu orang.
Adapun alasannya kenapa harus dipisah? Maka Ar-Ramli rahimahullāhu ta’ālā dalam Nihayatul Muhtaj menyebutkan dua alasan. Jadi mengubur dua orang dalam satu kuburan itu yang pertama bid’ah, beliau menyebutkan ini bid’ah dan menyelisihi amalan para salafush shalih.
Kemudian yang kedua karena hal itu bisa menyebabkan terkumpulnya dua orang yang tidak sama levelnya dalam iman. Yang satu muslim yang satu kafir atau yang satu shalih sementara yang kedua thalih, yang satu baik yang kedua buruk. Maka yang seperti ini dihindari dalam Islam.
Maka sunnahnya adalah menguburkan setiap jenazah dalam kuburannya masing-masing. Tidak boleh dikumpulkan dua, tiga, atau lebih jenazah dalam satu kuburan kecuali jika ada hajat atau darurat.
Barangkali ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Dan dengan demikian pembahasan Kitābuth Thaharah dan Kitābush Shalāh telah selesai. Walhamdulillāh, wallāhu ta’ālā a’lam.
وصلى الله علي نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم وآخر دعوانا ان الحمدلله رب العالمين
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment