🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 25 Jumadal Ula 1446 H | 27 November 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-123
https://drive.google.com/file/d/12SdlPqW5p7720R4WxATLt-b4KBWe1quH/view?usp=sharingBab Seputar Jenazah (Bag. 6)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.
Masih bersama kajian fiqih ibadah dengan kitab panduan Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متنالغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.
Pada pertemuan sebelumnya telah kita kaji bersama tentang tata cara menshalatkan jenazah, kali ini kita akan membahas bersama tentang tata cara menguburkan jenazah.
Menguburkan jenazah.
Menshalatkan jenazah dan menguburkannya memiliki pahala yang besar dalam agama kita. Dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا وَيُفْرَغَ مِنْ دَفْنِهَا فَإِنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الْأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطِ
Barangsiapa yang mengantarkan jenazah seorang muslim atas dasar iman dan ihtisab kemudian dia bersama jenazah itu sampai dishalatkan dan dikuburkan, maka dia pulang dengan pahala dua qirath. Setiap qirath itu besarnya seperti gunung Uhud. Dan kalau dia menshalatkan jenazah tersebut kemudian dia pulang sebelum dikuburkan maka dia pulang dengan satu qirath pahala.
Allāhu Akbar. Pahala yang besar yang hendaknya memotivasi kita untuk ikut aktif dan berperan dalam kegiatan sosial seperti ini, karena menjanjikan pahala yang luar biasa besar.
Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā setelah membahas tentang tata cara menshalatkan jenazah beliau mengatakan,
وَيُدْفَنُ فِي لَحْدٍ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ
Kemudian jenazah tersebut setelah dishalatkan dikuburkan dalam liang lahat dengan menghadap ke arah kiblat.
Jadi yang terbaik adalah kita menguburkan jenazah dalam liang lahat. Liang lahat adalah lubang yang digali di bagian bawah dinding kuburan yang kira-kira cukup untuk badan jenazah yang akan dikubur.
Jadi di bagian bawah kita menggali, di bagian bawah dinding kuburan sedalam kurang lebih 50 atau 55 cm, kemudian lebarnya adalah menjorok ke dalam sebanyak 25 cm dan di luar dinding kuburan ditambah lagi dengan 25 cm. Jadi totalnya (lebarnya) adalah sekitar 50 cm.
Dan tentunya ini fleksibel sesuai dengan ukuran jenazah yang akan kita kuburkan, ini adalah lahat yang merupakan bentuk kuburan terbaik dalam Islam sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallāhu ‘anhu, bahwasanya beliau berkata saat beliau sakit sebelum meninggal,
أَلْحِدُوا لِي لَحْدًا وَانْصِبُوا عَلَى اللَّبِنِ نَصْبًا كَمَا صُنِعَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Galikanlah untuk saya liang lahat kemudian letakkan di atas saya labin sebagaiman dilakukan pada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.”
Labin (لبِنٌ) adalah bantalan tanah liat yang dipakai untuk menutup jenazah ketika badannya sudah dimasukkan ke liang lahat, menghadap ke arah kiblat dalam posisi pinggang kanannya di sebelah bawah. Kemudian sebagai tempat untuk menyandar atau sebagai sandaran diletakkan labinah ini.
Labinah (لبنة) atau jamaknya labin (لبن) yaitu bantalan berupa bongkahan tanah liat. Ini adalah labin jadi begitulah Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dikuburkan dan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallāhu ‘anhu ingin beliau dikuburkan sebagaimana tata cara Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dikuburkan.
Maka yang terbaik adalah menguburkan mayit dalam liang lahat seperti dalam ilustrasi ini, namun jika kontur tanah tidak mendukung. Ada sebagian tanah yang lemah, sebagian tanah yang tidak kuat jika digali liang lahat di bawahnya, maka dalam kondisi seperti ini boleh bagi umat Islam untuk memakai bentuk kuburan yang disebut sebagai syaq (شَقٌّ).
Jadi kalau liang lahat itu dibuat sedikit menjorok di bagian bawah kuburan, maka bentuk syaq (شَقٌّ) ini lubangnya berada di tengah seperti yang lebih banyak dipraktikkan di negeri kita (di Indonesia). Ini namanya adalah syaq (شَقٌّ)
Jadi yang terbaik adalah lahat (lahd (لَّحْدُ)) tapi boleh juga kita memakai syaq (شَقٌّ) jika kondisi tanahnya tidak mendukung.
Kemudian Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan:
وَيُسَلُّ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ بِرِفْقٍ
Kemudian ketika kuburan sudah siap, baik itu lahat dan itu yang terbaik, atau jika tidak memungkinkan memakai syaq. Maka mayat dimasukkan ke dalam kuburan dengan mendahulukan kepalanya secara pelan-pelan.
Jadi mayat dimasukkan dari arah kaki, maksudnya dari bagian di mana nanti akan menjadi tempat kaki. Maka dengan begitu kita akan memasukkan kepalanya dahulu sebagaimana diisyaratkan oleh hadits Abdullah bin Zaid Al-Khatmi radhiyallāhu ‘anhu yang diriwatakan oleh Abu Dawud, bahwasanya beliau memasukkan Al-Harits.
أنَّهُ أَدْخَلَ الْحَارِثَ القَبْرَ مِنْ قِبَلِ رِجْلَى الْقَبْرَ، وَقَالَ: هَذَا مِنَ السُّنَّةِ
Jadi Abdullah bin Yazid Al-Khutmi salah seorang sahabat Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam memasukkan jenazah seorang pria yang bernama Al-Harits dari arah kaki kuburan. Jadi dari bagian bawah kuburan, dengan demikian maka yang dimasukkan pertama kali adalah bagian kepalanya.
Beliau mengatakan,
هَذَا مِنَ السُّنَّةِ
Ini adalah bagian dari sunnah Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Inilah yang dicontohkan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Dan hendaknya saat mengangkat jenazah ini kita mengangkatnya dengan lemah lembut.
Begitu juga saat kita menurunkannya, tidak boleh tergesa-gesa dan kasar, karena dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwasanya mematahkan tulang seorang mayit itu sama dengan mematahkannya dalam keadaan hidup. Maka hendaknya kita berhati-hati dan melakukannya dengan lemah lembut.
Kemudian Abu Syuja’ Al-Ashfahani mengatakan,
وَيَقُولُ الَّذِي يُلْحِدُهُ: بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ
Dan saat menurunkan atau ketika mayit sudah diletakkan di lahat atau di syaq, maka disunnahkan untuk mengucapkan,
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ
Dengan nama Allāh dan atas dasar agama Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallāhu ‘anhu,
أَنَّ النَّبِيَّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ كان إِذَا أَدْخَلَ الْمَيِّتَ الْقَبْرَ - وفي رواية - إِذَا وُضِعَ الْمَيِّتُ فِي لَحْدِهِ قَالَ: (بِسم الله وَبِاللَّهِ وعَلى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ)
Bahwasanya Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika beliau memasukkan jenazah ke dalam kuburan dan dalam sebagian riwayat disebutkan, jika mayat sudah diletakkan dalam liang lahatnya, maka Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
بِسم الله وَبِاللَّهِ وعَلى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ
Jadi ada riwayat,
بِسم الله وَبِاللَّهِ وعَلى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ
Dengan Nama Allāh, dengan meminta pertolongan kepada Allāh, dan dengan cara yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Dalam riwayat yang lain,
وعَلى السُّنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ
Dan di atas sunnah Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Jadi kita meminta tolong kepada Allāh dalam menguburkan jenazah ini dan caranya pun dengan mengikuti cara yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan keikhlasan kepada Allāh subhānahu wa ta’ālā dan mutaba’ah kepada sunnah Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Dan riwayat yang masyhur adalah,
بِسم الله وعَلى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ
Ini juga di dasari oleh hadits yang shahih. Adapun hadits yang saya bacakan barusan dari Abdullah bin Umar yang diriwayatkan oleh Abu Dawud rahimahullāhu ta’ālā.
Kemudian beliau mengatakan,
وَيُضْجَعُ فِي القَبْرِ بَعْدَ أن يُعَمَّقَ قَامَةً وَبَسْطَةً
Dan kemudian setelah itu jenazahnya ditidurkan dalam kuburan setelah kuburan itu di dalamkan setinggi tubuh manusia yang mengangkat kedua tangannya.
Jadi yang terbaik adalah kuburan itu di dalamkan. Di sini dalam matan Abu Syuja’ disebutkan dalam adalah seperti tinggi seorang pria yang sedang (rata-rata) dalam kondisi dia mengangkat tangannya.
Jadi mengangkat tangannya penuh, jadi kalau di Indonesia tinggi pria rata-rata itu misalnya 170 cm maka kira-kira yang terbaik adalah menggali sebanyak kurang lebih 180 cm. Kalau tingginya adalah 170 cm, maka kuburan yang digali setinggi 180 cm. Jadi kira-kira itu idealnya.
Tapi bisa juga kurang dari itu seperti disebutkan di sebagian kitab sebanyak 130 cm kira-kira atau batas minimalnya seperti dijelaskan oleh shahib Kifāyatul Akhyār adalah minimalnya yang penting tidak tercium baunya dan tidak bisa digali oleh binatang buas. Jadi ini adalah batas minimalnya.
Minimalnya adalah jangan sampai jenazah ini bisa keluar baunya karena kuburannya tidak dalam, kuburannya terlalu dangkal, juga jangan sampai jenazah ini nanti bisa dibongkar kuburannya oleh binatang buas.
Adapun yang lebih dari itu, maka itu sunnah. Bisa 1 meter, bisa 130 cm atau bisa juga seperti yang dijelaskan di sini mayat atau jenazah itu ditidurkan di kuburan setelah diperdalam atau didalamkan ukurannya sebanyak tinggi seorang pria yang sedang dalam keadaan dia mengangkat kedua tangannya.
Barangkali ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga bermanfaat.
Walhamdulillāh, wallāhu ta’ālā a’lam
وصلى الله علي نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلموآخر دعوانا ان الحمدلله رب العالمين
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment