F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-198 Wakaf Bag. 08

Audio ke-198 Wakaf Bag. 08
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 19 Jumadal Ula 1446H | 21 November 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-198
https://drive.google.com/file/d/1mfq3v82m8lB2h4s8BNcrDXHn_C6vrSUC/view?usp=sharing

Wakaf Bagian Kedelapan

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد


Kaum muslimin anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Masih bersama pembahasan tentang, الوَقْف (wakaf).

Al Mualif Rahimahullahu Ta'ala menyatakan,

وأن يكون على أصل موجود وفرع لا ينقطع

2. barang wakaf tersebut (fisik barangnya, ini penekanan) bersifat permanen

Bahwa fisik barang yang diwakafkan itu betul-betul fisik yang bersifat permanen. Bukan benda yang cepat rusak.

Karena kalau benda yang cepat rusak punya hak guna manfaat, tapi itu bisa jadi cepat habis. Seperti pulpen, alat tulis, tinta. Itu benda-benda yang memang ada fisiknya, bisa digunakan nulis tapi dalam waktu yang sangat pendek dia akan segera habis.

Maka benda-benda semacam ini dalam literasi ilmu fiqih tidak bisa diwakafkan. Karena fisik bendanya dan manfaatnya bersifat sementara (sesaat saja), nilainya itu bersifat sementara.

Sehingga dalam literasi fiqih Syafi'i itu tidak bisa diwakafkan. Tetapi Alhamdulillah keterbukaan para ahli fiqih kontemporer di negeri kita telah mengakomodir Mazhab lain, sehingga mereka kemudian membolehkan wakaf-wakaf hak guna bangunan. Kekayaan intelektual dan yang serupa.

Sehingga para fuqoha para ahli fiqih di negeri kita mengambil sudut pandang yang lebih komprehensif tentang wakaf yaitu wakaf itu sebetulnya adalah satu model dari sedekah. Sehingga sedekah itu apapun yang memiliki manfaat berguna bagi masyarakat, bagi orang lain, kenapa kita larang?

Karena orang wakaf baik dengan nama sedekah umum ataupun yang lebih spesifik wakaf itu sebetulnya tujuannya sama yaitu memberi manfaat kepada orang lain. Masalah fisik bendanya itu bersifat permanen maka perlu dipahami bahwa permanen itu sesuatu yang bersifat tidak baku (relatif).

Kalaupun anda mewakafkan bangunan, para ulama telah sepakat wakaf bangunan itu suatu hal yang sah, boleh disepakati. Tetapi kita semua paham bahwa eksistensi bangunan itu juga terbatas waktunya walaupun relatif lebih lama.

Bisa jadi 100 tahun atau kalau rumah kuno zaman dulu, rumah kayu atau rumah dari tanah liat zaman dulu mungkin kekuatannya hanya berkisaran puluhan tahun. Dan para ulama juga telah sepakat boleh mewakafkan ladang yang isinya adalah pohon-pohonan. Dan kita pun tahu selama-lamanya pohon itu berproduksi (menghasilkan buah), dia tidak akan sampai ratusan tahun.

Pohon kurma misalnya, para ulama sepakat. Sahabat Abu Thalhah mewakafkan ladang kurma sedangkan pohon kurma itu paling-paling maksimal dia menghasilkan buahnya, kalau kisaran umur mungkin 30 tahun. Itu sudah luar biasa. Setelahnya harus ada peremajaan pohon lagi, dan itu ternyata boleh.

Sehingga pemahaman bahwa fisik barang yang diwakafkan itu harus bersifat permanen ini ternyata juga tidak bersifat mutlak tetapi itu kondisional. Karena itu arti dari bersifat permanen itu lebih komprehensif kalau diartikan betul-betul barang itu di serahterimakan, diberikan.

Sehingga tidak lagi ada ruang untuk kemudian menjualnya, mewariskannya atau menghibahkannya. Selama barang itu masih bisa digunakan maka kegunaannya ditasharufkan (disalurkan) kepada jihah ataupun kepada pihak-pihak yang menerima wakaf. Maka itu boleh.

Dengan demikian mewakafkan alat tulis, buku tulis atau buku bacaan yang itu juga masa pemanfaatannya juga terbatas.

Dalam sekian tahun mungkin buku bacaan itu sudah rusak (tidak lagi layak digunakan) maka itu masih boleh sehingga anda boleh mewakafkan buku, kitab di perpustakaan sekolah atau pesantren.

Walaupun daya tahan buku itu paling hanya kisaran berapa tahun apalagi kalau sering dibaca bisa jadi robek, bisa jadi sudah kertas yang tidak lagi bertahan. Tapi itu tentu kemudian kita katakan boleh mewakafkan barang semacam ini tentu itu lebih relevan dengan substansi dari nilai-nilai wakaf yaitu sebagai bentuk sedekah.

Kemudian Al Mualif mengatakan,

وأن لا يكون في محظور

3. Wakaf tersebut disalurkan untuk kemanfaatan yang halal, bukan manfaat yang haram.

Tidak boleh wakaf untuk para pelacur, wakaf untuk para pemabuk agar digunakan untuk membeli khamrnya, atau wakaf pada orang-orang nashoro agar siapapun yang beragama nashoro mendapatkan haknya. Ini tidak boleh karena itu wakaf yang haram.

Sedangkan sedekah itu dalam tujuannya mencari pahala. Kalau manfaat wakaf justru disalurkan kepada pelaku dosa, bukan pahala yang kita dapat, tapi malah dosa. Apalagi bila wakafnya itu disalurkan kepada kriteria tertentu. Tidak boleh kriteria penerima wakaf itu adalah kriteria yang membawa dosa.

Seperti tadi pemabuk, orang yang berbuat kesyirikan, orang yang melakukan kultus kepada selain Allāh. Seperti para penyembah kuburan, para pengagung arwah. Tidak boleh. Karena itu justru wakaf akan merusak agama bukan membangun agama, mendatangkan dosa bukan mendatangkan pahala.

Lalu bagaimana kalau wakafnya itu berupa barang, disalurkan kepada kaum fuqara'. Padahal di antara kaum fuqara' itu bisa jadi ada orang yang beragama Kristen, beragama Katolik, Hindu, Budha.

Apakah boleh mereka menerima wakaf? Boleh, asalkan kriterianya bukan karena agamanya. Tapi karena statusnya sebagai orang miskin. Karena berdonasi, berbuat baik, menolong orang yang berbeda agama itu dalam Islam, boleh.

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ ﴿الممتحنة : ۸﴾

Allāh tidak pernah melarang kalian berbuat kebajikan, berbuat adil kepada orang-orang non muslim selama mereka tidak menunjukkan kebencian dan permusuhan kepada kita. Tidak berusaha mengusir kita di negeri kita. Maka boleh kita berbuat baik.

Sehingga kalau kriteria wakafnya adalah wakaf kepada janda, kepada fakir miskin. Maka siapapun yang memiliki kriteria tersebut bisa menerima wakaf, walaupun dia bukan umat Islam. Karena itu berbuat baik kepada non muslim pun itu adalah bentuk dari ibadah. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

في كل كبدٍ رطبة أجر (متفق عليه).

Pada setiap perbuatan baik kepada makhluk yang hidup tanpa pilih kasih siapapun dia, selama dia masih hidup. Ketika kita berbuat baik kepada mereka maka itu akan membawa pahala.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.