🗓 JUM’AT | 13 Jumadal Ula 1446H | 15 November 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-194
https://drive.google.com/file/d/1ZRFATwq4PFJL-Uip7N5KI_Hlwg3ttrWf/view?usp=sharingWakaf Bagian Keempat
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Kaum muslimin anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Masih bersama tema الوَقْف (wakaf).
Telah disampaikan sebelumnya bahwa adanya syari'at wakaf itu salah satu bukti tentang kesempurnaan syari'at Islam, karena Allāh telah menetapkan (menentukan) satu garis kodrat bahwa di dunia ini manusia bertingkat-tingkat dalam hal ekonomi, penghasilan.
Karena itu adanya syari'at wakaf dan syari'at-syari'at yang berorientasi sosial lainnya menjadi satu jaminan tersendiri. Kalau boleh meminjam istilah para ekonom modern, menjadi jaminan sosial bagi kelangsungan hidup sebagian masyarakat yang memang telah Allāh gariskan mereka memiliki keterbatasan dalam hal penghasilan.
Bukan pemalas mereka, tetapi memang Allāh berikan mereka keterbatasan dalam masalah rezeki, kenapa demikian?
Karena Allāh telah menggariskan bahwa mereka rezekinya Allāh titipkan berada di tangan sebagian dari hamba Allāh yang lain, agar mereka berkarya, agar mereka menjalankan sebagian tugas atau sebagian kebutuhan orang-orang yang Allāh beri kelapangan dalam masalah harta.
Itu yang kemudian diistilahkan oleh sebagian atau para pakar ekonomi Islam dengan sebutan redistribusi. Syari'at yang bertujuan untuk memastikan adanya distribusi ulang harta kekayaan sebagaimana Allāh isyaratkan
كَىْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ
[QS Al-Hasyr: 7]
Agar harta kekayaan itu tidak hanya berputar di segelintir orang saja. Tetapi walaupun sebagian orang memiliki kelebihan, kecakapan dalam masalah mencari rezeki, keuntungan dan kekayaan tetapi ujung-ujungnya Allāh memastikan adanya saluran yang terus berputar dan mengalir.
Sehingga harta kekayaan yang telah sampai ke tangan orang-orang kaya itu, orang yang memiliki skill (kekuatan, keahlian) sebagiannya akan kembali mengalir kepada orang-orang yang lemah, orang-orang yang Allāh gambarkan dalam AlQurān.
Dengan firman-Nya:
لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًۭا فِى ٱلْأَرْض
Mereka tidak memiliki keahlian, memang Allāh tidak beri mereka keahlian untuk bisa berwirausaha. [QS Al-Baqarah: 273]
Baik, sejarah Islam sejak awal kenabian Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam telah menceritakan, membukukan banyak kisah-kisah wakaf, kisah-kisah wakaf di antara wakaf yang sangat fenomenal dan sampai saat ini masih dirasakan oleh kaum muslimin adalah wakaf-wakaf masjid.
Di berbagai belahan dunia masjid-masjid, lembaga-lembaga pendidikan Islam hidup dibangun dan dikelola, dibiayai dengan wakaf. Dan di antara bukti efektivitas adanya syari'at wakaf adalah wakaf sahabat Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam (Utsman bin Affan) yang sampai saat ini wakaf tersebut masih eksis, produktif, dan terus dimanfaatkan.
Dan perlu diingatkan kembali pada kesempatan ini, bahwa wakaf yang dilakukan oleh sahabat Utsman Ibnu Affan, demikian pula wakaf yang dilakukan oleh sahabat khalifah Umar bin Khatthab, demikian pula wakaf yang dilakukan oleh sahabat Abu Thalhah, itu beberapa kasus nyata realisasi syari'at wakaf dan ternyata wakaf itu bersifat produktif.
Kenapa demikian? Karena wakaf-wakaf mereka bertiga, sahabat Umar bin Khatthab, sahabat Utsman bin Affan, sahabat Abu Thalhah, mereka semuanya mewakafkan lahan produktif, ladang kurma.
Dan sampai saat ini ladang kurma yang diwakafkan oleh khalifah Utsman bin Affan terus menghasilkan buah-buahnya dan kemudian dari hasil panen tersebut oleh pengelola atau yang disebut dengan nadhir wakaf, dikumpulkan dan menurut informasi dana tersebut sudah mencapai angka yang sangat fantastis.
Sehingga saat ini wakaf itu sudah bisa dikembangkan menjadi sebuah bangunan produktif (perhotelan) yang disewakan kepada para pengunjung kota Madinah. Ini luar biasa.
Sehingga gambaran tentang wakaf yang selama ini ada di masyarakat mengalami penyempitan karena sering kali masyarakat berpikiran bahwa wakaf itu hanya berbentuk masjid, kuburan, ataupun lembaga pendidikan. Padahal secara de facto syarat wakaf itu sangat fleksibel, sangat luas.
Sahabat Umar bin Khatthab ketika beliau berwakaf, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan arahan kepada sahabat Umar bin Khatthab agar wakaf tersebut disalurkan kepada karib kerabat beliau, kepada fakir miskin, kepada ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanannya), dan juga yang lain, anak-anak Yatim.
Sebagaimana Abu Thalhah ketika berwakaf Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan arahan kepada beliau, agar wakaf yang beliau wakafkan tersebut, aset ladang yang beliau wakafkan, hasilnya (hasil kebunnya) disalurkan kepada karib kerabat Abu Thalhah yang membutuhkan yang miskin, demikian pula disalurkan kepada kaum yatama (orang-orang yatim).
Subhānallāh.
Sehingga Anda bisa bayangkan dalam satu keluarga (rumpun keluarga) atau kalau boleh dikatakan kabilah, di setiap kabilah, di setiap keluarga besar pasti ada saja dari mereka orang-orang yang memiliki kemampuan, Allāh berikan kelapangan dalam urusan rezeki, di saat yang sama di tengah mereka juga ada orang-orang yang Allāh berikan, Allāh takdirkan untuk hidup dalam kondisi keterbatasan ekonomi.
Allāh tidak beri mereka skill untuk bisa berwirausaha mendapatkan rezeki yang melimpah, itu adalah garis kodrat mereka, dengan demikian andai arahan yang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berikan kepada Abu Thalhah agar wakaf yang beliau wakafkan itu disalurkan kepada karib kerabatnya, tentu ini akan menjadi jaminan sosial bagi setiap anggota keluarga atau bagi setiap keluarga besar masing-masing orang kaya tersebut.
Sehingga Anda bisa bayangkan kalau di tengah keluarga Anda, keluarga besar Anda, satu orang saja yang sukses dalam berwirausaha memiliki kelapangan rezeki, kemudian dia mewakafkan sebidang tanah yang produktif atau satu unit usaha yang menguntungkan atau satu unit bangunan yang produktif.
Kemudian hasilnya, hasil sewanya atau hasil yang didapat dari wakaf tersebut dikelola sedemikian rupa, disalurkan kepada yang membutuhkan dari keluarga besar, dari masing-masing keluarga besar, tentu ini menjadi satu instrumen yang luar biasa. Kekeluargaan itu akan semakin terjaga keharmonisannya.
Kemudian fungsi kekeluargaan itu betul-betul nyata karena yang kaya betul-betul menyantuni dan Islam memberikan satu arahan besar bahwa idealnya ketika kita berdonasi kita berwakaf, kita bersedekah, orang yang paling berhak mendapatkan donasi ataupun sedekah kita adalah karib kerabat kita sendiri.
Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَهِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ: صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ، رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَالدَّارِمِيُّ
Sedekah yang Anda salurkan kepada orang fakir, itu hanya bernilai sedekah. Tetapi sedekah yang Anda salurkan, sedekah yang Anda berikan Anda distribusikan, Anda salurkan kepada karib kerabat Anda yang miskin, yang membutuhkan itu bernilai dua,
صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
Itu bernilai sedekah mendatangkan pahala sedekah dan sekaligus merupakan implementasi dari silaturahim yang Allāh perintahkan.
Padahal Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam kesempatan ini memberikan kabar gembira kepada orang yang secara pro-aktif menjaga keharmonisan dalam rumah tangga atau keluarga besarnya, menjaga tersambungnya tali silaturahmi.
Beliau mengatakan:
مَنْ أََحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ, وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ, فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ، أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ.
Barangsiapa ingin agar ajalnya panjang (berumur panjang) dan dilapangkan rezekinya hendaknya dia menyambung tali silaturahmi.(HR Bukhari)
Dan salah satu bentuk tali silaturahmi yang sangat efektif adalah bila Anda mendermakan sebagian harta Anda untuk mereka, tentu ini nilai-nilai kekeluargaan akan nyata sehingga akan tercipta keharmonisan internal keluarga besar Anda.
Karenanya, sepatutnya kita semua tergugah untuk bagaimana kita menjadi bagian dari anggota keluarga besar kita yang bermanfaat, sehingga sebagian harta kita kita dermakan untuk mereka, karena tentu di setiap keluarga besar pasti ada orang-orang yang kalau boleh disebut kurang beruntung dalam berwirausaha, kurang beruntung dalam bekerja, sehingga mereka hidup dalam garis kemiskinan.
Tentu orang yang paling berhak, paling bertanggung jawab untuk menyantuni mereka adalah Anda, karena Anda adalah bagian dari keluarga besar mereka. Bahkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika Beliau meninggal dunia, Beliau memberikan satu pernyataan.
Beliau mengatakan:
إنا معشر الأنبياء لا نورث، ما تركنا صدقة
Kami para nabi kalau meninggal dunia, harta kekayaan kami tidak diwarisi semua harta kekayaan kami tinggalkan, tapi itu semua adalah sedekah alias wakaf.
Semasa hidup Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau menyalurkan hasil panen ladang-ladang milik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagiannya disalurkan kepada الأَقْرَبِينَ keluarga dan karib kerabat beliau. Ini adalah bagian dari tuntunan syari'at.
Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
بالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment