🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA | 10 Jumadal Ula 1446H | 12 November 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-191
https://drive.google.com/file/d/1V1PLiLrs08oErIBE1AvwvOPQIYLQgGAK/view?usp=sharingWakaf Bagian Pertama
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Kaum muslimin anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Masih bersama fiqih mu'amalah dengan mengkaji matan Al-Imam Abu Syuja' rahimahullah ta'ala. Kita sampai pada pembahasan tentang الوَقْف (wakaf).
Pengertian wakaf
Wakaf secara tinjauan bahasa artinya adalah berhenti/diam, dinamakan dengan wakaf atau penggunaan nama wakaf untuk mengungkapkan praktik yang telah kita kenal bersama yaitu memberikan sebagian aset untuk kepentingan sosial tanpa ada yang memiliki aset tersebut.
Praktik semacam ini dalam Islam dinamakan Wakaf.
Kenapa demikian? Karena harta benda yang semula itu hak milik kita, yang boleh kita jual-belikan, kita hibahkan, atau kita sedekahkan. Ketika kita Wakafkan, maka berbagai tindakan hukum atas aset tersebut tidak lagi dibenarkan.
Sehingga ketika Anda berwakaf, Anda tidak lagi bisa menjual, tidak lagi bisa meghibahkan, tidak lagi bisa mensedekahkan, ataupun menggunakan aset tersebut sesuai dengan kepentingan Anda. Tidak lagi bisa semua itu.
Sehingga seakan-akan aset tersebut betul-betul menjadi aset yang berhenti, tidak bisa digerakkan, tidak bisa dipindahkan kepemilikan, tidak bisa dipindahkan keperuntukannya, hanya boleh dimanfaatkan sesuai dengan tujuan yang telah Anda tentukan ketika berwakaf.
Misalnya ketika Anda berwakaf. Mewakafkan sebidang tanah untuk digunakan masjid, maka tanah itu hanya boleh digunakan untuk kepentingan masjid tersebut, tidak boleh kemudian Anda bercocok tanam di sana, atau Anda pinjamkan, atau Anda sewakan, atau bahkan mungkin Anda jual, atau diwariskan. Tidak bisa!
Anda tidak lagi punya kuasa untuk melakukan tindakan hukum atas aset tersebut, setelah Anda secara sah meng-ikrarkan Wakaf. Baik ikrar Wakaf itu telah Anda utarakan secara formal di lembaga pemerintahan yang menangani hal tersebut yaitu KUA, ataupun itu telah Anda niatkan dalam hati dan telah Anda utarakan melalui lisan Anda dengan adanya saksi ataupun tidak.
Ketika Anda telah mengikrarkan secara lisan, berkomitmen kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk mewakafkan satu aset, maka kewenangan Anda atas aset tersebut betul-betul telah terputus kecuali hanya sebatas Anda menjadi nadhirnya bila Anda kemudian memilih untuk menjadi nadhir atas wakaf Anda.
Sehingga Anda yang mengelola, Anda yang mengawasi penyaluran atau pemanfaatan aset tersebut agar sesuai dengan peruntukkannya yang telah Anda tentukan.
Hanya itu yang bisa Anda lakukan. Praktik wakaf semacam ini secara tinjauan syari'at adalah suatu model, salah satu bentuk dari sedekah, yang itu sangat dianjurkan.
Praktik Abu Thalhah ketika turun ayat tentang wakaf/sedekah
Suatu hari Allāh Subhānahu wa Ta'āla menurunkan satu ayat yang begitu menggetarkan jiwa para sahabat. Allāh menyatakan:
لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌۭ
Kalian tidaklah mungkin bisa mencapai suatu level (kedudukan)
ٱلْبِرَّ
Sebagai orang yang betul-betul telah mencapai tingkat kebajikan.
Terbebas dari berbagai macam penyakit jiwa (kikir, pelit, tamak, rakus, dan yang serupa) betul-betul Anda berhasil menyucikan jiwa Anda.
Sehingga Anda layak menyandang predikat Baarun (orang-orang yang betul-betul berbakti kepada Allāh, tunduk dan patuh kepada Allāh), kecuali bila Anda telah rela dengan sukarela, lapang dada menginfakkan (membelanjakan) harta yang kalian cintai, harta yang kalian banggakan, harta yang kalian anggap itu sebagai harta yang sangat-sangat bernilai.
وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌۭ
Kemudian Allāh katakan: "Dan apapun yang engkau belanjakan baik itu yang sangat bernilai ataupun yang murah, sangat kalian cintai harta itu atau tidak, kalian butuhkan atau tidak, ke manapun Anda belanjakan Anda infakkan harta tersebut."
فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌۭ
Maka ketahuilah bahwa Allāh itu pasti mengetahuinya. [QS Ali-Imran: 92]
Mengetahui apakah Anda hanya berkamuflase ketika menginfakkan atau Anda mencari muka ketika membelanjakan (menginfakkannya), atau Anda betul-betul menginfakkan harta tersebut di jalan Allāh hanya karena cinta kepada Allāh, mengorbankan dunia Anda demi mendapatkan keridhaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Semua itu Allāh mengetahuinya.
Kemudian ketika ayat ini telah turun dan disampaikan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada para sahabat.
قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي كِتَابِهِ {لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ} وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَىَّ بِيْرُ حَاءَ، وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللَّهِ فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ شِئْتَ، فَقَالَ " بَخٍ، ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ، ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ. قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا، وَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الأَقْرَبِينَ ". قَالَ أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ. تَابَعَهُ إِسْمَاعِيلُ عَنْ مَالِكٍ. وَقَالَ رَوْحٌ عَنْ مَالِكٍ رَابِحٌ
Abu Thalhah radhiyallāhu 'anhu datang kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ
Ya Rasulullah, Aku telah mendengar ayat Allāh berfirman:
{لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ} وَإِنَّ أَحَبَّ (مال) أَمْوَالِي إِلَىَّ
Ya Rasulullah, Aku telah mendengar ayat tersebut dan telah mengetahui artinya (memahami maksudnya), dan ketahuilah bahwa kekayaanku (hartaku, asetku) yang paling Aku cintai, paling Aku banggakan, paling bernilai bagiku adalah Bi’ruha (بَيْرُحاءُ) ladang yang dikenal dengan ladang حَاءَ.
Yang kala itu lokasi ladang tersebut berada di depan masjid Nabawi, yang dulu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sering masuk ke ladang tersebut untuk minum dari air sumurnya. Karena air sumurnya sangat jernih, bersih dan menyejukkan. Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sering masuk ladang tersebut untuk minum airnya.
Sehingga ladang ini betul-betul strategis, ladang yang subur, sumber airnya luar biasa, bukan sekedar air yang hanya bisa digunakan untuk menyirami ladang, tapi juga multifungsi (multiguna), karena airnya begitu jernih, bisa dikonsumsi manusia dan bisa digunakan untuk menyirami ladang tersebut.
Sehingga ladang ini sangat mahal, karena letaknya sangat strategis di depan masjid Nabawi, di tengah kota Madinah, tentu nilainya sangat besar. Maka kemudian Abu Thalhah mengatakan kepada Rasulullah:
يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ شِئْتَ
Sejak sekarang ladang tersebut aku serahkan kepadamu, untuk Engkau tasarufkan sesuai dengan yang engkau suka.
Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
Luar biasa..... luar biasa. Wahai Abu Thalhah, ini adalah sebuah perdagangan yang sangat menguntungkan. Engkau telah menjual ladang tersebut kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
Kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan (memberikan arahan) kepada Abu Thalhah:
"Wahai Abu Thalhah, kalau menurutku ladang tersebut serahkan atau tasarufkan (berikan) hasilnya kepada karib kerabatmu sendiri yang membutuhkan, orang-orang miskin dan anak-anak yatim.”
Maka Abu Thalhah mengatakan:
أفْعَلُ يا رَسُولَ اللَّهِ
Aku akan lakukan itu wahai Nabi.
Aku akan salurkan hasil panen dari ladang tersebut kepada karib kerabatku yang membutuhkan, kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin
Subhanallah. Nabi mengatakan:
"Wahai Abu Thalhah ini adalah harta yang sangat menguntungkan, ini adalah pembelanjaan harta yang sangat menguntungkan."
Ini yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
بالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment