F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-188 Menghidupkan Lahan Tidur Bag. 04

Audio ke-188 Menghidupkan Lahan Tidur Bag. 04
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 5 Jumadal Ula 1444H | 7 November 2022M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-188
https://drive.google.com/file/d/1Mlzg1_s8SR_uoPctNSjNUxLMwdT3kMS9/view?usp=sharing

Menghidupkan Lahan Tidur Bagian Keempat


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد


Kaum muslimin anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Kita masih bersama pembahasan,

إحياء الموات

Menghidupkan lahan tidur.

Yaitu ketika anda dapat menjadikan lahan yang semula tidak produktif sedangkan lahan itu statusnya tidak bertuan. Kemudian dengan usaha anda, lahan tersebut menjadi produktif atau menjadi bermanfaat dijadikan tempat hunian atau yang lainnya. Sehingga lahan tersebut menghasilkan manfaat, maka dalam Islam lahan tersebut statusnya menjadi milik anda.

مَنْ أَحْيَى أَرْضًا مَيْتَة فَهِيَ لَه

Siapapun yang berhasil menghidupkan lahan tidur, maka lahan itu akan menjadi milik dia. Sah atau boleh dimiliki.

Dan Al Mualif Rahimahullah Al Imam Abu Syuja' melanjutkan pembahasan ini dengan menyatakan atau menjelaskan tentang apa batasan seseorang dinyatakan dia telah menghidupkan lahan yang tidur, lahan yang tidak bertuan, lahan yang tidak produktif. Sedangkan lahan itu statusnya tak bertuan.

Beliau mengatakan,

وصفه الإحياء ما كان في العادة عمارة للمحيا

Dan anda dikatakan telah menghidupkan lahan tidur yaitu bila anda melakukan suatu aktivitas di lahan tersebut yang secara tradisi dianggap sebagai satu aktivitas yang produktif.

Sehingga lahan yang semula tidak membawa manfaat bagi kehidupan manusia, setelah kehadiran anda, usaha anda, kerja keras anda lahan tersebut bermanfaat. Baik bagi anda secara personal (secara pribadi), ataupun bagi masyarakat banyak.

Sehingga lahan tersebut semula tidak membawa manfaat, kemudian menjadi bermanfaat bagi anda, ataupun bahkan bisa menjadi membawa manfaat bagi banyak orang. Karena ternyata di sana anda bisa melakukan suatu kegiatan yang membawa manfaat.

Baik dengan cara dijadikan sebagai rumah hunian anda bangun di situ, atau anda tanami, atau bercocok tanam, kemudian, atau anda jadikan gudang, atau untuk tempat melakukan suatu aktivitas ekonomi lainnya, produksi, atau dijadikan misalnya tempat untuk persinggahan, atau pasar, atau yang lainnya.

Sehingga apapun aktivitas yang bisa anda lakukan di tempat tersebut yang kemudian menjadikan tempat tersebut membawa manfaat bagi anda secara khusus ataupun bagi orang lain, maka anda berhak untuk mengklaim bahwa itu lahan anda.

Kenapa demikian? Telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwa bumi beserta isinya Allāh ciptakan untuk kepentingan manusia.

Sehingga siapapun yang kemudian bisa memanfaatkan sebagian lahan, sebagian dari bumi atau apa yang ada di muka bumi sedangkan barang tersebut statusnya tidak bertuan maka anda berhak untuk mengklaimnya. Karena selain hadist yang tadi saya bacakan di atas, Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam juga bersabda,

مَنْ سَبَقَ إِلَى مَاءٍ لَمْ يَسْبِقْهُ إِلَيْهِ مُسْلِمٌ فَهُوَ لَهُ

Siapa yang terdahulu mendapatkan, memanfaatkan, menggunakan suatu barang yang tidak pernah dimiliki oleh orang (muslim, ed) lain (belum pernah dimiliki oleh orang (muslim, ed) lain), maka orang (muslim, ed) pertama yang mendapatkannya, memanfaatkannya, menggunakannya itu dialah orang yang paling berhak atas benda tersebut, atas barang tersebut.

Apalagi kalau kaitannya dengan bumi, Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah menyatakan,

Dialah Allāh, yang telah menciptakan kalian dari bumi.

وَٱسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا

Dan menjadikanmu pemakmurnya. [QS Hud: 61]

Dan kemudian Allāh memberikan kepercayaan, memberikan amanat kepada manusia untuk memakmurkan bumi tersebut.

Sehingga ketika manusia, apalagi seorang muslim betul-betul bisa membuktikan diri, kehadirannya menyebabkan satu petak tanah 1 areal dari muka bumi ini menjadi produktif, menjadi membawa manfaat. Baik dengan cara bercocok tanam, maka statusnya itu anda memiliki kuasa secara syari'at untuk mengklaim bahwa itu adalah tanah anda.

Adapun masalah administrasi keagrariaan yang berlaku di masing-masing negara tentu berbeda, tetapi secara hukum syari'at sah.

Dan bisa jadi secara administrasi keagrariaan di suatu negara hukum إحياء الموات ini mungkin tidak berlaku. Itu hukum manusia. Tetapi secara syari'at seperti yang tadi dinyatakan dalam ayat ataupun hadits, memang Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan izin bagi siapapun untuk memanfaatkan.

Dan ketika itu Anda berhasil memanfaatkan menjadikannya membawa manfaat, Islam memberikan restu lebih, yaitu Anda boleh mengklaimnya.

Dan secara de facto, secara praktek di masyarakat, hadits di atas adanya ketentuan bahwa siapapun yang telah terlebih dahulu mengambil, mendapatkan, menggunakan, memanfaatkan suatu benda yang benda tersebut tak bertuan (belum pernah dimiliki oleh siapapun), maka secara de facto di masyarakat tradisi pun demikian. Anda berhak mengklaimnya.

Seperti halnya ketika anda mencari rumput, mengambil rumput di mungkin lahan yang tak bertuan. Anda berhak mendapatkannya. Anda mengambil air dari sungai, atau mengambil air dari laut, ketika anda berhasil mengambil barang tersebut.

Mencari ikan di lautan, yang anda mendapatkan ikan. Ikan itu anda yang menangkapnya, anda yang mendapatkannya. Maka anda berhak mengklaim itu ikan anda, tidak boleh ada orang lain yang merebutnya dari anda.

Karena ketika anda telah menangkapnya dari lautan, lautan itu tak bertuan. Maka keberhasilan anda menangkap ikan itu, itu merupakan bukti konkret bahwa ikan itu milik anda secara aturan syari'at dan secara tradisi masyarakat pun demikian. Anda menjadi pemilik ikan tersebut.

Kalau ini berlaku pada sejenis ikan, hewan buruan, rumput, kayu bakar, yang lainnya ternyata dalam Islam praktek semacam ini direstui. Dan bahkan Islam lebih jauh merestui anda untuk mengklaim sebagai pemilik atas lahan yang tak bertuan bila dengan catatan anda berhasil memanfaatkannya.

Dan kriteria memanfaatkan menjadikannya produktif itu sesuai dengan tradisi di setiap daerah, di setiap masa yang tentu itu berbeda-beda. Kalau di zaman dahulu orang dikatakan lahan itu menjadi produktif dengan membangun suatu bangunan dan bangunannya mungkin bisa jadi kala itu terbuat dari tanah.

Kalau itu orang yang berada di pinggiran hutan maka dia dikatakan membangun bila dia membangun bangunan yang terbuat dari kayu misalnya. Itu sudah dianggap sebagai bangunan. Sehingga dia boleh menghuninya, dia boleh katakan itu adalah pekarangan dia.

Tetapi ketika lahan tersebut berada di misalnya, di daerah yang sudah modern, suatu bangunan diakui sebagai bangunan bila bangunan itu terbuat dari semen, bata, pasir, maka itu bisa dikatakan sebagai bangunan. Sedangkan orang yang membuat gubuk di situ mungkin di suatu daerah tidak dianggap sebagai bangunan.

Dulu orang di zaman Nabi, dinyatakan orang itu membangun bila dia telah membuat rumah terbuat dari tanah. Tapi sekarang tentu orang membuat rumah dari tanah belum dianggap sebagai sebuah bangunan.

Karenanya acuan untuk menilai, bahwa apakah anda telah dinyatakan melakukan suatu tindakan yang produktif, sehingga anda dinyatakan menghidupkan lahan tidur, kemudian anda boleh mengklaim sebagai pemilik, maka acuan itu berdasarkan atau dikembalikan kepada tradisi setiap masyarakat dan daerah.

Masyarakat pedalaman yang hidup dengan membangun rumah di atas pohon, rumah dari pelepah pohon aren, atau pohon kelapa, atau dari lemah Ilalang. Kalau dia sudah membangun di tempat tersebut maka dia sah.

Seperti yang terjadi pada masyarakat pedalaman. Mereka belum punya sertifikat tanah, belum ada bukti kepemilikan tanah. Mereka menempati rumah-rumah tersebut, menempati tempat-tempat tersebut, dan mereka mengklaim bahwa itu sah.

Walaupun kenyataannya yang mereka lakukan hanya sebatas membangun rumah yang terbuat dari, bisa jadi adalah rumah Ilalang atau yang serupa. Itu secara hukum syari'at mereka sebagai pemilik yang sah. Boleh mengklaimnya.

Sehingga kalau terjadi transaksi, mereka menjual lahan tanah tersebut, maka itu sah secara hukum syari'at. Sehingga tidak ada batasan yang baku berlaku di semua daerah, di semua masa tidak ada.

Yang ada dikembalikan tradisi di masing-masing daerah. Aktivitas apakah yang kemudian layak dijadikan itu sebagai standar acuan untuk menyatakan bahwa anda telah menghidupkan lahan tidur. Itu kembali kepada tradisi yang berlaku di masing-masing daerah.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.