F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-110 Bab Shalat Gerhana

Audio ke-110 Bab Shalat Gerhana
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM’AT | 6 Jumadal Ula 1446 H | 8 November 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-110
https://drive.google.com/file/d/1N1iujR33K6i2CeRkEOKaunOzGsczljuj/view?usp=sharing

Bab Shalat Gerhana

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Kali ini dalam kajian fiqih ibadah dengan kitab panduan Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Imam Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.

Pada pertemuan sebelumnya telah kita kaji bersama tentang hukum shalat Ied, kali ini kita akan membahas tentang shalat Gerhana. Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,

فَصْلٌ: وَصَلَاةُ الكُسُوفِ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ فَإِنْ فَاتَتْ لَمْ تُقْضَ

Pasal dan shalat Gerhana adalah sunnah mu’akaddah dan jika gerhananya sudah lewat maka shalat ini tidak disyari’atkan untuk diqadha.

Dikatakan

إِنْكَسَفَ
Atau

إْنْخَسَفَ

Jika terjadi gerhana baik total maupun sebagian ketika matahari atau rembulan hilang cahayanya atau sinarnya baik total atau separuh dan ini yang dikenal dengan istilah gerhana. Maka kita disunnahkan untuk mengerjakan shalat kusūf (كُسُوفِ) atau disebut juga shalat khusūf (خُسُوفِ).

Kedua istilah ini bisa saling dipakai, jadi kusūf (كُسُوفِ) bisa dipakai untuk matahari dan rembulan, khusūf (خُسُوفِ) juga sama seperti itu. Namun para ulama juga sering memakai kusūf (كُسُوفِ) untuk matahari dan khusūf (خُسُوفِ) untuk rembulan. Keduanya bermakna gerhana.

Dan dasarnya adalah hadits Aisyah radhiyallāhu ‘anha yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim bahwasanya Aisyah mengatakan,

خَسَفَتِ الشَّمْسُ على عَهْدِ رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَصَلَّى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بالنَّاسِ، فَقامَ، فأطالَ القِيامَ، ثُمَّ رَكَعَ، فأطالَ الرُّكُوعَ، ثُمَّ قامَ فأطالَ القِيامَ وهو دُونَ القِيامِ الأوَّلِ، ثُمَّ رَكَعَ فأطالَ الرُّكُوعَ وهو دُونَ الرُّكُوعِ الأوَّلِ، ثُمَّ سَجَدَ فأطالَ السُّجُودَ

Terjadi gerhana pada zaman Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam maka Rasūlullāh -shallallāhu ‘alaihi wa sallam shalat bersama orang-orang dan mengimami mereka. Beliau berdiri dan memperpanjang berdirinya Beliau, kemudian Beliau ruku’ dan Beliau memperpanjang ruku’ Beliau, kemudian Beliau berdiri lagi dan memperpanjang qiyam atau berdirinya Beliau, namun lebih pendek daripada berdiri yang pertama. Kemudian Beliau ruku’ lagi kemudian memperpanjang ruku’ Beliau namun ini juga lebih pendek daripada ruku’ yang pertama, kemudian Beliau sujud dan memperpanjang sujud Beliau dan Beliau melakukan hal itu pada raka’at yang kedua.

ثُمَّ فَعَلَ في الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ما فَعَلَ في الأُولَى

Di raka’at yang kedua Beliau juga mengerjakan hal yang sama, shalat dengan berdiri dua kali, ruku’ dua kali dan sujud dua kali yang dipanjangkan.

ثُمَّ انْصَرَفَ وقَدِ انْجَلَتِ الشَّمْسُ

Kemudian Beliau selesai shalat dan gerhana matahari sudah selesai.

فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan orang-orang. Dalam khutbah itu Beliau juga memuji Allāh dan mengagungkan Allāh subhānahu wa ta’ālā.

ثُمَّ قَالَ: إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Beliau mengatakan dalam khutbahnya ini, “Sungguh matahari dan rembulan adalah dua ayat yaitu dua tanda kekuasaan Allāh subhānahu wa ta’ālā dan keduanya tidak gerhana untuk kematian seseorang atau untuk kehidupannya, dan kalau seorang di antara kalian melihat hal itu maka hendaklah kalian berdoa kepada Allāh, bertakbir, shalat dan bersedekah.”

Ini adalah hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah yang menunjukkan bahwasanya Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat gerhana saat terjadi gerhana matahari atau rembulan.

Beliau mengatakan,

فَإِنْ فَاتَتْ لَمْ تُقْضَ

Jika gerhananya sudah lewat maka tidak perlu diqadha.

Karena sebab shalat ini adalah adanya gerhana, ketika gerhananya sudah lewat maka tidak disunnahkan lagi untuk mengerjakan atau mengqadha shalat ini.

Kemudian Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu mengatakan,

وَيُصَلِّي لِكُسُوفِ الشَّمْسِ وَخُسُوفِ القَمَرِ رَكْعَتَيْنِ

Disunnahkan untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan rembulan sebanyak dua raka’at sebagaimana dicontohkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Aisyah tadi, Beliau shalat dua raka’at.

فِي كُلِّ رَكْعَةٍ قِيَامَانِ يُطِيلُ القِرَاءَةَ فِيهِمَا وَرُكُوعَانِ يُطِيلُ التَّسْبِيحَ فِيهِمَا دُونَ السُّجُودِ

Dalam setiap raka’at ini ada dua kali berdiri dan disunnahkan untuk memperbanyak bacaan saat berdiri, kemudian juga ada dua ruku’ yang disunnahkan untuk memperpanjang tasbih dalam ruku’ tersebut adapun sujudnya tidak disunnahkan untuk diperpanjang. Ini dijelaskan oleh Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.

Jadi shalatnya dua raka’at dalam setiap raka’at ada dua kali berdiri, saat membaca Al-Fatihah dan surat disunnahkan untuk memperpanjang bacannya dan disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallāhu ‘anhu bahwasanya panjangnya kurang lebih di berdiri yang pertama adalah seperti membaca surat Al-Baqarah hampir 300 ayat.

Kemudian untuk berdiri yang kedua disunnahkan membaca sebanyak 200 ayat. Kemudian berdiri yang selanjutnya (berdiri pertama diraka’at yang kedua) disunnahkan sebanyak 150 ayat. Dan di berdiri yang kedua di raka’at yang kedua disunnahkan untuk membaca sekitar 100 ayat. Ini disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallāhu ‘anhu.

Namun ini juga tentunya bukan merupakan sebuah kewajiban tetapi kita disunnahkan untuk memperpanjang dan bisa disesuaikan dengan kemampuan kita atau dengan sejauh mana gerhana ini berlangsung. Apalagi pada zaman kita panjangnya gerhana sudah bisa diprediksi, maka kita bisa menyesuaikan bacaan kita sesuai dengan lamanya gerhana yang sudah diprediksi oleh para ahli.

Jadi di setiap raka’at ada dua kali berdiri kemudian juga ada dua kali ruku’ yang disunnahkan untuk memperpanjang tasbih di dalamnya. Jadi shalat kusūf (كُسُوفِ) atau shalat khusūf (خُسُوفِ) ini dilaksanakan sebanyak dua raka’at, di raka’at yang pertama ada dua kali berdiri kemudian juga ada dua kali ruku’.

Sedangkan untuk ruku’nya ini disebutkan dalam Kifayatul Akhyar bahwasanya ruku’ yang pertama pada raka’at yang pertama panjangnya kira-kira 100 ayat, kemudian ruku’ yang kedua pada raka’at yang pertama sebanyak 80 ayat, sedangkan di raka’at yang kedua ruku’ pertamanya adalah 70 ayat dan ruku’ keduanya adalah 50 ayat. Kira-kira seperti itu. Namun sekali lagi ini tidak wajib.

Dan Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā menyebutkan bahwasanya untuk sujud tidak disunnahkan untuk diperpanjang. Jadi sujudnya biasa, i’tidalnya biasa. Namun yang disunnahkan oleh An-Nawawi rahimahullāhu ta’ālā adalah dalam sujud juga disunnahkan untuk diperpanjang. Dan ini yang ditegaskan juga dalam hadits Aisyah radhiyallāhu ‘anha yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.

Di mana disebutkan di sini,

ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ

Kemudian Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam sujud dan Beliau memperpanjang sujud Beliau.

Jadi wallāhu a’lam, ini yang lebih kuat dalam madzhab Syafi’i dishahihkan oleh An-Nawawi dan juga didasari oleh hadits Aisyah radhiyallāhu ‘anha yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.

Kemudian Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,

وَيَخْطُبُ بَعْدَهَا خُطْبَتَيْنِ

Disunnahkan untuk berkhutbah setelahnya dengan dua khutbah.

Ini seperti yang disebutkan dalam hadits Aisyah meskipun tidak disebutkan dalam hadits ini ada dua khutbah namun para ulama mengqiyaskannya dengan shalat Iedain, shalat dua Ied (Iedul Fithri dan Iedul Adha).

وَيُسِرُّ فِي كُسُوفِ الشَّمْسِ وَيَجْهَرُ فِي خُسُوفِ القَمَرِ

Disunnahkan untuk sirr (memelankan) bacaan dalam gerhana matahari dan mengeraskan bacaan dalam gerhana rembulan.

Jadi dalam madzhab Syafi’i dijelaskan seperti ini ada pembedaan antara gerhana rembulan dengan gerhana matahari dalam cara membaca, Adapun shalat gerhana matahari di mana ini terjadi di siang hari, maka tidak perlu dikeraskan bacaannya karena begitulah pada umumnya shalat-shalat pada siang hari.

Sedangkan gerhana rembulan yang terjadi di malam hari maka dianjurkan untuk mengeraskan bacaan di dalamnya dan dasarnya adalah hadits Samurah bin Jundub radhiyallāhu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di mana Samurah mengatakan,

صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ ﷺ فِي كُسُوفِ لَا نَسْمَعُ لَهُ صَوْتًا

Samurah bin Jundub mengatakan, “Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam shalat bersama kami dan mengimami kami dalam sebuah shalat Gerhana matahari, saat itu kami tidak mendengar suara dari Beliau.”

Ini hadits riwayat Abu Dawud juga At-Tirmidzi dan At-Tirmidzi mengatakan ini hadits hasanun shahīh (حسن صحيح), hadits hasan yang shahih namun sebagian ulama melemahkan hadits ini, di antaranya Al-Albani dan Al-Arnauth rahimahumallāhu ta’ālā.

Jadi hadits Samurah bin Jundub ini dibawa kepada makna gerhana matahari sedangkan untuk gerhana rembulan dalilnya adalah hadits Aisyah radhiyallāhu ‘anha riwayat Al-Bukhari dan Muslim dimana beliau mengatakan,

جَهَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فِي صَلَاةِ الخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ

Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengeraskan bacaan Beliau dalam shalat khusūf (خُسُوفِ) yaitu shalat gerhana rembulan.

Beliau mengeraskan bacaan Beliau dalam shalat ini, berdasarkan hadits Samurah bin Jundub dan hadits Aisyah radhiyallāhu ‘anha ini para ulama Syafi’iyah membedakan antara shalat kusūf (كُسُوفِ) yaitu shalat gerhana matahari dan shalat khusūf (خُسُوفِ) yaitu shalat gerhana rembulan. Untuk shalat kusūf (كُسُوفِ) tidak dikeraskan bacaannya sedangkan shalat khusūf (خُسُوفِ) dikeraskan bacaannya.

Kemudian perlu diketahui bahwasanya shalat gerhana ini juga boleh dilakukan secara sendiri tidak harus dengan berjama’ah. Dia boleh dikerjakan sendirian dan kalau kita shalat kusūf (كُسُوفِ) atau khusūf (خُسُوفِ) sendirian maka tidak disyari’atkan ada khutbah di situ. Ini adalah penjelasan Abu Syuja’ Al-Ashfahani tentang shalat gerhana.

Barangkali ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga bermanfaat. Wallāhu ta’ālā a’lam.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين


•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.