F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-104 Bab Shalat Jumat Bag. 4

Audio ke-104 Bab Shalat Jumat Bag. 4
🗓 KAMIS | 28 Rabi’ul Akhir 1446 H | 31 Oktober 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-104
https://drive.google.com/file/d/17IQrebXXxqLjC8NHsyz93z-e7ESInZVw/view?usp=sharing

Bab Shalat Jum’at (Bag. 4)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد

Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Kita lanjutkan kajian kita dari kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.

Adapun kali ini kita akan membahas bersama tentang hukum shalat Jum’at. Beliau melanjutkan,

وَهَيْأَتُهَا أَرْبَعُ خِصَالٍ: الغُسْلُ وَتَنْظِيفُ الجَسَدِ وَلُبْسُ الثِّيَابِ البِيضِ وَأَخْذُ الظُّفْرِ وَالطِيْبُ

Sedangkan sunnah haiat (هَيْئَة)-nya. Sunnah haiat (هَيْئَة) artinya adalah sunnah yang menjelaskan cara ibadah, sunnah ab’ādh (أبعاض) adalah sunnah mustaqilah (sunnah yang merdeka). Jadi amalan yang merdeka seperti rukun tersendiri misalnya adalah tasyahud awal.

Sedangkan sunnah haiat (هَيْئَة) adalah penjelasan tentang tatacara mengerjakan suatu rukun, misalnya kita mengetahui bahwasanya takbiratul ihram adalah rukun shalat. Mengangkat tangan dalam takbiratul ihram adalah sunnah hai’at. Jadi sunnah yang menjelaskan cara untuk mengerjakan sunnah yang lain atau cara untuk mengerjakan rukun yang lain.

Contoh yang lain duduk tasyahud awal adalah sunnah ab’ādh (أبعاض), dia sunnah tapi merdeka dia mirip sebuah rukun tapi tidak wajib. Bagaimana kita duduk dalam tasyahud awal itu? Tawarruk atau iftirāsy? Jawabannya iftirāsy. Iftirāsy (افْتِرَاشُ) adalah sunnah hai’at saat kita sedang duduk tasyahud awal, sebagaimana mengangkat tangan adalah sunnah saat kita mengerjakan takbiratul ihram. Itu namanya sunnah hai’at.

Dan sunnah hai’at dalam shalat Jum’at ini ada 4 perkara.

الغُسْلُ وَتَنْظِيفُ الجَسَدِ

1. Mandi dan membersihkan badan.

Ini satu paket, jadi mandi tapi yang dituntut dalam shalat Jum’at tidak hanya mandi dalam arti meratakan air ke seluruh tubuh. Kita juga dianjurkan untuk mandi dan membersihkan badan kita, membersihkan kepala kalau ada kotoran (dibersihkan), dan itu disebutkan langsung dalam hadits Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Jadi maksud saya membersihkan dirinya disebut secara khusus, yaitu hadits riwayat Al-Bukhari dari Salman Al-Farisi radhiyallāhu ‘anhu bahwasanya Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الجُمْعَةِ وَيَتَطهّرُ مَا اسْتَطاعَ منْ طُهْرٍ وَيدَّهِنُ منْ دُهْنِهِ أوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَينْ ثُمَّ يُصَلّي ما كُتِبَ له ُ ثُمَّ يُنْصِتُ إذَا تَكَلَّمَ الإمامُ إِلاَّ غُفِرَ لهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيَن الجُمْعَةِ الأُخْرَى

Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan membersihkan diri sebisanya. Jadi mandi disebutkan kemudian juga disebutkan membersihkan diri. Jadi ini mandi khusus.

Kemudian memakai minyak (minyak wangi), kemudian dia keluar untuk shalat dan dia tidak memisah antara dua orang. Jadi tidak melangkahi orang yang sedang duduk di shaf, kemudian dia shalat, apa yang Allāh takdirkan atau apa yang Allāh tuliskan untuk dia, kemudian dia mendengarkan saat imam berbicara. Tidaklah orang mengerjakan itu semua pada hari Jum’at kecuali akan diampuni dosa-dosanya antara hari Jum’at ini dengan Jum’at setelahnya.

Jadi ma syaAllāh ini menunjukkan sunnah mandi plus membersihkan diri pada hari Jum’at dan kalau ditambah dengan memakai minyak wangi kemudian menetapi adab-adab shalat Jum’at, tidak menabrak-nabrak atau melangkahi orang yang sedang duduk menunggu shalat Jum’at.

Kita shalat sunnah sebanyak yang Allāh tuliskan atau takdirkan untuk kita, kemudian kita diam saat mendengarkan khatib berkutbah maka itu bisa menjadi penghapus dosa-dosa kita untuk satu pekan. Allāhu Akbar.

Kemudian sunnah yang kedua adalah,

وَلُبْسُ الثِّيَابِ البِيضِ

2. Memakai pakaian putih

karena pakaian putih adalah pakaian terbaik dalam Islam sebagaimana hadits Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Abbas.

Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits ini,

الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ, فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ, وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ

Pakailah pakaian yang putih dari pakaian-pakaian kalian, karena sesungguhnya pakaian putih adalah di antara pakaian kalian yang terbaik dan kafanilah jenazah kalian dengan kain putih ini.

Kemudian,

وَأَخْذُ الظُّفْرِ

3. Memotong kuku

termasuk membersihkan diri sehingga kita bisa masukan dalam keumuman hadits Salman Al-Farisi tentang mandi dan membersihkan diri. Kemudian juga didukung oleh beberapa hadits yang sebenarnya sanadnya lemah tapi dipakai berdalil oleh para ulama karena sebagian mereka mengatakan sanadnya saling menguatkan, sebagian mengatakan ini adalah hadits lemah dalam fadhailu a’mal di antaranya hadits Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu,

أَنَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُقَلِّمُ أَظْفَارَهُ وَيَقُصُّ شَارِبَهُ يَوْمَ الجُمْعَةِ قَبْلَ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الصَّلّاةِ

Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dahulu memotong kuku beliau, mencukur kumis beliau pada hari Jum’at sebelum beliau berangkat ke masjid.
(HR Al-Bazzar).

Yang ke-empat adalah,

الطِيْبُ

4. Memakai wewangian

dan dasarnya tentunya hadits Salman Al-Farisi yang sudah kita sebutkan tadi.

Jadi ini adalah 4 amal yang disunahkan saat kita melaksanakan shalat Jum’at.

Kemudian Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengakhiri pembahasan tentang bab Jum’at ini dengan mengatakan:

وَيُسْتَحَبُّ الإنْصَاتُ فِي وَقْتِ الخُطْبَةِ وَمَنْ دَخَلَ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ يَجْلِسُ

Dan disunnahkan untuk diam mendengarkan saat khutbah dan barangsiapa yang masuk ke masjid saat imam khutbah hendaklah dia shalat dua raka’at yang pendek kemudian dia duduk. Disunnahkan untuk duduk mendengarkan.

Jadi ketika imam khutbah maka kita disunnahkan untuk diam mendengarkan bahkan sebagian ulama termasuk Imam Asy-Syafi’i dalam pendapat lama beliau yang dinash beliau di Kitabul Umm bahwasanya hukumnya adalah wajib. Wajib untuk mendengarkan khutbah Jum’at.

Namun pendapat baru beliau adalah bahwasanya mendengarkan khutbah hukumnya adalah sunnah. Diam mendengarkan khutbah hukumnya adalah sunnah. Dan dasarnya adalah hadits Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah,

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَومَ الجُمْعَةِ: أنْصِتْ، والإِمَامُ يَخْطُبُ، فقَدْ لَغَوْتَ

Kalau engkau mengatakan kepada temanmu pada hari Jum’at, “Diamlah!”, sedangkan imam sedang berkhutbah maka engkau sudah laghut.

Laghut (لغوت) artinya adalah tidak mendapatkan keutamaan dan pahala yang diharapkan.

Jadi ini adalah sebuah adab yang harus kita tepati dan kalau kita tidak menetapi adab ini maka ini sangat merugikan kita, karena bisa jadi kita capek-capek sudah datang, sudah sekian menit menghadiri shalat Jum’at, sudah hampir satu jam barangkali. Tapi kita bisa kehilangan pahala yang seharusnya bisa kita dapat hanya gara-gara kita mengobrol saat khatib sedang berkhutbah.

Dan kalau seseorang masuk ke masjid saat imam sedang berkhutbah maka hendaknya dia shalat dua raka’at yang pendek, jadi tidak langsung duduk tetapi dia hendaknya shalat tahiyatul masjid dahulu baru kemudian setelah itu duduk

Dasarnya adalah hadits Jabir bin Abdillah radhiyallāhu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim bahwasanya Sulaik Al-Ghathafani radhiyallāhu ‘anhu datang pada hari Jum’at saat Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, maka Sulaik Al-Ghathafani langsung duduk dan Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam menegur beliau.

Beliau mengatakan,

يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا!

“Wahai Sulaik bangunlah hendaklah engkau shalat dua raka’at dan ringkaslah dua raka’at ini, ringkaslah shalatmu, ringkaslah dua raka’at yang akan engkau lakukan! “

Hal ini menunjukkan bahwasanya orang yang masuk ke masjid saat khatib sudah berkhutbah hendaklah dia tidak langsung duduk tapi hendaknya dia shalat tahiyatul masjid dua raka’at dulu baru kemudian setelah itu dia duduk.

Barangkali ini yang bisa kami sampaikan dan kita bisa pelajari bersama pada pertemuan kali ini semoga bermanfaat, Wallāhu ta’ālā a’lam

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلموآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين


•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.