F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-67 Bab Syarat Sah Shalat Bag. 3

Audio ke-67 Bab Syarat Sah Shalat Bag. 3
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA | 4 Dzulhijjah 1445 H | 11 Juni 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-67
https://drive.google.com/file/d/1mc1FMCEBSWnj54Mbr3IohWcEOgm1Gz5u/view?usp=sharing

📖 Bab Syarat Sah Shalat (Bag. 3)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Masih bersama kajian kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā dalam fiqih Syafi'i.

Kita akan membahas tentang syarat sahnya shalat (LANJUTAN).

Al Imam Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan syarat yang kelima adalah yang dijelaskan dalam perkataan beliau,

5. Menghadap ke arah kiblat (وَاستِقْبَالُ القِبْلَةِ)

Ini adalah syarat yang kelima di antara syarat sahnya shalat yang harus kita wujudkan sebelum kita memasuki shalat.

Dan dalilnya adalah firman Allāh subhānahu wa ta’ālā,

فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ
"Maka wahai Rasūlullāh, hendaklah engkau memalingkan wajahmu ke arah Masjidil Haram."[QS Al-Baqarah: 144].
Masjidil Haram adalah kiblatnya umat Islam. Setelah sebelumnya kiblat umat Islam adalah Baitul Maqdis. Dan Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam sempat mengerjakan shalat dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis selama 16 bulan, kemudian hukum ini dihapuskan oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā dan turun ayat yang memerintahkan kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk menghadapkan wajah beliau ke arah Masjidil Haram.

Dan itu adalah perintah untuk kita semuanya sebagai umat beliau (shallallāhu ‘alaihi wa sallam) makanya wajib bagi kita saat shalat untuk menghadapkan wajah kita ke arah kiblat, yaitu ke arah Masjidil Haram.

Dan kewajiban ini harus kita wujudkan di dalam dalam setiap shalat kita kecuali dalam dua kondisi. Kemudian beliau mengatakan,

وَيَجُوزُ تَركُ القِبْلَةِ فِي حَالَتَينِ

Dan boleh untuk meninggalkan menghadap ke arah kiblat dalam dua kondisi.

1. Dalam keadaan ketakutan yang sangat (فِي شِدَّةِ الخَوْفِ)

Misalnya dalam keadaan berperang, dalam kondisi musāyafah (مُسَايَفَةٌ), berhadapan dengan musuh. Di sini kita dibolehkan untuk tidak menghadap kiblat, karena Allāh subhānahu wa ta’ālā berfirman,

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًۭا

Maka jika kalian dalam kondisi khauf, jika kalian dalam kondisi takut dan genting maka kalian boleh untuk mengerjakan shalat semampu kalian, baik dengan berjalan maupun dengan menaiki kendaraan.
[QS Al-Baqarah: 239].

Ini firman Allāh subhānahu wa ta’ālā yang menjelaskan kepada kita bahwasanya saat kondisi khauf dalam kondisi genting kita boleh shalat semampu kita tanpa menghadap ke arah kiblat. Bahkan kita boleh shalat dengan (sambil) berjalan atau dengan menaiki kendaraan kita yang tentunya sambil berjalan sambil menaiki kendaraan apalagi dalam kondisi perang tentunya arah kiblatnya sudah akan berubah-ubah.

Ayat ini ditafsirkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallāhu 'anhu yang mengatakan,

مُسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةِ أو مُسْتَدْبِرها

"Kalian boleh shalat dalam keadaan menghadap kiblat atau membelakangi kiblat."

Tidak masalah! Jadi dalam kondisi khauf maka kewajiban untuk menghadap kiblat sudah gugur.

2. Kondisi yang kedua adalah saat kita mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan, yaitu saat kita safar (وَفِي النَّافِلَةِ فِي السَّفَرِ عَلَى الرَّاحِلَةِ)

Saat kita sedang safar dan kita berada di atas kendaraan kita, maka kita dibolehkan untuk tidak menghadap kiblat, dalilnya adalah hadits Jabir radhiyallāhu 'anhuma yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ

Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam itu dahulu shalat di atas kendaraan beliau.

Rāhilah (رَاحِلَةٌ) di sini artinya adalah unta atau bisa juga kuda, bisa juga keledai, yaitu kendaraan yang umum dipakai pada waktu itu.

حَيْثُ تَوَجَّهَتْ

Kemanapun kendaraan beliau menghadap.

Yang dimaksud di sini adalah shalat sunnah. Beliau menghadap ke arah mana saja.

فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ‏

Adapun kalau beliau ingin mengerjakan shalat fardhu maka beliau turun kemudian beliau menghadap kiblat.

Jadi Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak meninggalkan menghadap kiblat kecuali saat beliau shalat sunnah di atas kendaraan beliau. Adapun kalau beliau ingin mengerjakan shalat wajib beliau turun dahulu kemudian setelah itu beliau menghadap kiblat dan mengerjakan shalat fardhu.

Ini menunjukkan perbedaan antara shalat fardhu dengan shalat sunnah. Shalat sunnah dilonggarkan sebagian hukumnya sementara shalat wajib hukumnya lebih ketat. Dan dari hadits ini para ulama menyimpulkan bahwasanya seseorang tidak boleh mengerjakan shalat fardhu di atas kendaraan kecuali kalau dia bisa pastikan bahwasanya dia bisa shalat dengan berdiri, dia bisa shalat dengan menghadap kiblat.

Adapun kalau kita tidak bisa berdiri atau menghadap kiblat, maka hendaknya kita mengerjakan shalat nanti ketika sudah turun dari kendaraan kita (sudah tiba di tujuan kita). Kecuali kalau kita khawatir waktunya lewat (waktunya habis) kemudian kita sudah berusaha mencari, ternyata di kereta, atau di pesawat, atau di bus yang kita tumpangi kita tidak mungkin untuk menghadap kiblat atau tidak mungkin untuk berdiri.

Barulah dalam kondisi darurat seperti ini baru kita boleh untuk mengerjakan shalat dengan tanpa menghadap kiblat atau dengan tanpa berdiri. Adapun selagi kita masih bisa menghadap kiblat, kita masih bisa berdiri, maka kita tidak boleh untuk mengerjakan shalat fardhu kecuali dengan berdiri dan menghadap kiblat.

Baru dalam kondisi darurat, saat waktunya mau habis atau saat waktunya mau habis kemudian kita tidak bisa berdiri tidak bisa menghadap kiblat baru dalam kondisi seperti itu kita dibolehkan untuk shalat semampu kita dan di situ berlaku firman Allāh subhānahu wa ta’ālā,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

"Bertaqwalah kalian kepada Allāh dengan semampu kalian!"
[QS At-Taghabun: 16].

Demikian semoga bermanfaat, wallāhu ta’ālā a’lam.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين


•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.