F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-144 Hak Syufah Bagian Ketujuh

Audio ke-144 Hak Syufah Bagian Ketujuh
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 05 Dzulhijjah 1445H | 12 Juni 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-144
https://drive.google.com/file/d/1mvywRFjga4lyPbia0mx_6fiyOa-NRa3q/view?usp=sharing

📖 Hak Syuf'ah Bagian Ketujuh


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita masih bersama untaian kalimat-kalimat yang terangkai dalam Kitab matan Al-Ghayyah fi Al-Ikhtishar buah karya Syaikh al-Imam Abu Syuja rahimahullahu ta’ala.

Kita sampai pada pembahasan tentang Asy-Syuf'ah (الشفعة). Al-Muallif rahimahullah ta'ala mengatakan:

وإذا تزوج )رجل( امرأة على سقص أخذه الشفيع بمهر المثل

Dan kalau ternyata seseorang itu menikahi wanita dan ternyata saham dia di satu perusahaan, saham dia di suatu aset, dijadikan sebagai mas kawin tanpa seizin dari partnernya.

Misalnya: Kasusnya A dan B bersekutu membeli satu hektar tanah.

Di tengah jalan tanpa sepengetahuan dan tanpa memberitahukan kepada si B, si A menikahi seorang wanita, dan si A menjadikan saham dia pada satu hektar tanah yang dimiliki dan dibeli bersama si B dijadikan sebagai mas kawinnya (yang dia berikan kepada istrinya).

Maka menurut menjelaskan muallif si B berhak untuk membeli saham si A dengan paksa, senilai apa?

بمهر المثل

Yaitu dengan memberikan ganti kepada wanita ini (istri si A).

Si istri A diberi مهر المثل mas kawin yang sewajarnya. Sehingga kalau sewajarnya wanita itu (masyarakat umum) keluarga wanita semacam ini dinikahi dengan mas kawin seperangkat alat shalat.

Kemudian ternyata si A karena begitu cinta, begitu sayang kepada calon istrinya dan kemudian sampai akhirnya diterima (saking girangnya) dia memberi mas kawin sebesar 1/2 hektar tanah.

Maka si B berdasarkan penjelasan muallif di sini berhak untuk membeli ulang (mengakuisisi) saham si A yang telah dia serahkan sebagai mas kawin kepada istrinya dengan mas kawin yang sewajarnya.

Dan kalau mas kawin sewajarnya itu seperangkat alat shalat, maka cukup dia memberikan seperangkat alat shalat kepada istrinya kemudian secara sah tanah itu menjadi milik si B seutuhnya.

Kenapa demikian? Karena dalam filosofi madzhab Imam Asy-Syafi'i bahwa mas kawin dalam pernikahan itu adalah nilai, itu bagaikan ثَمَّن bagaikan nilai atas hak suami untuk menggauli istrinya.

Mas kawin itu diberlakukan bagaikan nilai jual, namun tentu sebagaimana Anda cermati bersama bahwa kalau pendapat ini kita terapkan, maka tentu akan terjadi kekacauan.

Karena tanah 1/2 hektar yang dijadikan mas kawin ternyata akan diambil paksa oleh si B hanya dengan seperangkat alat shalat yang merupakan مهر المثل (mas kawin yang wajar). Yang sewajarnya didapat wanita ini menurut tradisi yang berlaku di masyarakat.

Karenanya wallāhu ta'ala alam. Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa kalau saham itu dipindahkan kepemilikan melalui akad selain akad jual beli, bukan akad komersial tetapi akad hibah atau sedekah atau dijadikan sebagai mas kawin.

Dan pernikahan itu bukan akad komersial, dan mas kawin itu bukan nilainya الإستمتع bukan imbalan atas hak seorang suami untuk menggauli istrinya. Sama sekali tidak.

Mas kawin itu Allāh gambarkan dalam Al-Qur'an:

وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَـٰتِهِنَّ نِحْلَةًۭ
"Dan berilah wanita itu (berilah istrimu itu) mas kawin صَدُقَـٰتِهِنَّ نِحْلَةًۭ sebagai pemberian yang tanpa imbalan (sebagai pemberian yang tulus).” [QS An-Nissa: 4]
Karena mas kawin itu menurut pendapat yang lebih kuat adalah sebagai ekspresi, sebagai implementasi nyata akan kesetiaan, akan tanggung jawab suami kepada wanita yang dia nikahi, bahwa dia siap mencukupi, dia siap memuliakan. Itu sebagai ekspresi cinta, ekspresi ketulusan, sehingga tidak bisa dianalogikan bagaikan jual beli.

Karena itu, pendapat yang lebih rajih, kalau saham di suatu kepemilikan aset itu dijadikan mas kawin, maka partner, yaitu dalam kasus yang saya contohkan tadi, si B tidak berhak menggunakan hak syuf'ah alias hak syuf'ah tidak berlaku pada pernikahan.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf. Sampai jumpa di lain kesempatan.

وبالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.