▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
📘 Syarhus Sunnah Al-Muzani : ❝ POINT 9 - TENTANG SIFAT-SIFAT ALLAH #2 ❞
Dosen : Ustadz Beni Sarbeni, Lc, M.Pd Hafidzhahullah Ta'ala
🎧 Simak Audio 🎧
Point 9 - Tentang Sifat-sifat Allah #2
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
.الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه وَمَنْ وَالاَهُ. أمَّا بعد
Sahabat Belajar Islam yang semoga dimuliakan oleh Allah rabbul ‘alamin, alhamdulillah kita lanjutkan kembali kajian kitab Syarhus Sunnah karya Al Imam Al Muzani rahimahullah.
Masih membahas poin yang ke-9 tentang sifat-sifat Allah.
Pada pertemuan sebelumnya sudah saya bacakan teks dari perkataan penulis, bersama terjemahannya.
Ada beberapa faedah dari perkataan penulis di atas:
1. Allah Subhanahu wa ta'ala memiliki sifat termasuk tentunya nama, walaupun tidak secara tegas untuk nama disebutkan dalam perkataan penulis.
Dan di dalam Al-Qur’an Allah berfirman,
وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا
“Dan hanya milik Allah nama-nama yang paling indah maka hendaklah kalian berdoa dengan-Nya.” (QS. Al-A'raf [7]: 180).
2. Nama dan sifat Allah itu sempurna.
Penulis mengatakan, ونعته وصفاته كاملات “Sifat Allah itu sempurna” غير مخلوقات “Dan bukan makhluk.”
Oleh karena itu nabi mengajarkan kepada kita doa singgah di suatu tempat, kalimatnya
أعوذ بكلمات الله التامة من شر ما خلق
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap keburukan ciptaan Allah.”
Jadi kita berlindung dengan sifat-sifat Allah, boleh berlindung kepada sifat-sifat Allah karena sifat-sifat Allah bukanlah makhluk, dan sifat Allah itu bersifat ‘Azali, sebagaimana Allah bersifat ‘Azali (tidak ada awal bagi Allah), maka sifatnya pun demikian دائمات (langgeng) sifat Allah, sebagaimana Allah Subhanahu wa ta'ala bersifat بقاء (langgeng tidak ada akhirnya), maka sifat Allah pun demikian, bukan perkara yang baru dan tidak hancur.
3. Kita mengimani seluruh nama dan sifat Allah tanpa tahriif/takwil, ta’thiil, takyiif dan tasybiih
Tahriif atau tidak boleh dirubah maknanya yang dikenal pula dengan istilah takwil, tanpa ta’thiil (meniadakan), tanpa takyiif (menentukan wujud nyatanya).
Jadi nggak boleh seperti itu, dan tanpa tasybiih yaitu tanpa menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk.
Al Imam Malik bin Anas rahimahullahu ta’ala ketika ditanya tentang istiwa’, maka jawaban Al Imam Malik,
الإستواء معلوم والكيف مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة
“Lafadz istiwa ma’lumul ma’na (maknanya diketahui), wujud nyatanya bagi Allah majhul (tidak tahu) bagaimana wujud nyatanya bagi Allah. والإيمان به واجب mengimaninya adalah perkara yang wajib. والسؤال عنه بدعة Dan bertanya tentangnya adalah Bid'ah.”
Artinya, bertanya tentang kaifiyyah “Bagaimana wujud nyata istiwa’nya Allah?” Jadi kita mengimani seluruh nama dan sifat Allah Subhanahu wa ta'ala. Tidak boleh merubah maknanya, tidak boleh menolaknya, tidak boleh menentukan wujud nyatanya, pun tidak boleh menyerupakan-Nya dengan sifat makhluk.
4. Seluruh sifat Allah bukanlah makhluk.
Sifat Allah bukan makhluk, penulis berkata,
غير مخلوقات دائمات أزليات وَلَيْسَت بمحدثات فتبيد
Jadi sifat Allah bukan makhluk. Kalamullah merupakan bagian dari sifat Allah, غير مخلوق bukan makhluk. قدرة الله kekuasaan Allah juga bukan makhluk.
5. Sifat Allah tidak bisa dilukiskan oleh manusia.
Penulis berkata,
وَقصرت عَنهُ فطن الواصفين
“Kecerdasan orang yang menggambarkan-Nya tidak akan pernah mampu untuk menggambarkan-Nya (Bagaimana wujud nyata dari sifat Allah).”
Makanya Imam Malik mengatakan و الكيف مجهول “Adapun wujud nyatanya bagi Allah adalah tidak diketahui”, kita tidak akan pernah mampu untuk menggambarkan bagaimana wujud nyata dari sifat Allah rabbul alamin.
6. Allah itu ada di atas ‘Arsy, kemudian Allah sangat tinggi tidak bisa digapai oleh makhluk.
Penulis berkata,
بعيد بالتعزز لَا ينَال
“Kemuliaan Allah itu jauh tidak bisa kita gapai”.
Setinggi-tinggi derajat makhluk tidak akan pernah bisa mencapai derajat Allah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi yang mulia, tapi kemuliaan Nabi tidak akan pernah menggapai ketinggian Allah. Jadi Allah itu ada di atas ‘Arsy, kemuliaan Allah sangat tinggi tidak bisa digapai oleh makhluk.
Penulis berkata,
عَال على عَرْشه
“Allah itu ada di atas ‘Arsy-Nya bersemayam.”
Kemudian faedah yang ke-7,
7. Allah itu maha dekat kepada makhluk dengan ilmu-Nya.
Jadi kedekatan Allah dengan makhluk, yaitu dengan dengan ilmu-Nya. Seperti yang Allah Subhanahu wa ta'ala firmankan dalam Surah Al-Hadiid ayat 4 Allah berfirman,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ
“Allah bersama kalian dimana saja kalian berada.” (QS. Al-Hadiid [57]: 4)
Maksudnya, “Bersama kalian” disini adalah bersama kalian dengan ilmu-Nya. Karena المعية (kebersamaan) bisa kebersamaan dalam arti duduk bersama, bisa berarti kebersamaan disini bersama dengan ilmu-Nya.
Bahkan dalam ayat yang sama Allah Subhanahu wa ta'ala sebelumnya menjelaskan, bahwa Allah ada di atas ‘Arsy. Allah berfirman,
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ
“Dialah (Allah) yang telah menciptakan langit dan bumi pada enam masa, kemudian Allah bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Al-Hadiid [57]: 4)
Selanjutnya Allah berfirman,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ
“Allah bersama kalian dimana saja kalian berada.”
Maksudnya dengan ilmu-Nya.
Jadi Allah itu Maha Dekat kepada makhluk dengan ilmu-Nya, dan Allah Maha dekat pula kepada makhluk dalam mengabulkan permohonannya.
Penulis berkata,
قريب بالإجابة عِنْد السُّؤَال
“Allah itu dekat dengan mengabulkan doa setiap permohonan hamba.”
Karena itu Allah senang diminta. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman.
ادعوني أستجب لكم
“Mintalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan apa yang menjadi permintaan kalian.”
Sahabat sekalian, demikianlah materi yang bisa saya sampaikan semoga bermanfaat.
Akhukum fillah,
Abu Sumayyah Beni Sarbeni
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Post a Comment