▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
📘 Fiqih Muyassar : ❝ TAYAMMUM, DALIL DAN HUKUMNYA ❞
Dosen : Ustadz Beni Sarbeni, Lc, M.Pd Hafidzhahullah Ta'ala
🎧 Simak Audio 🎧
Tayammum, Dalil dan Hukumnya
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه وَمَنْ وَالاَهُ، أما بعد
Saudara-saudara sekalian yang semoga dimuliakan oleh Allah rabbul ‘alamin, kita lanjutkan kajian kitab Al-Fiqhul Muyassar.
Kali ini kita masuk ke pembahasan tentang masalah tayammum.
Penulis berkata:
BAB KEDELAPAN; TAYAMMUM
Di dalamnya ada berbagai masalah.
Tayammum ( التَّيَمُّمُ ) secara bahasa adalah al-qashdu (bermaksud).
Adapun secara istilah, Tayammum ( التَّيَمُّمُ ) adalah:
مَسْحُ الْوَجْهِ وَالْيَدَيْنِ بِالصَّعِيْدِ الطَّيِّبِ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوْصٍ تَعَبُّدًا لِلهِ تَعَالَى .
“Mengusap wajah dan kedua tangan dengan tanah yang baik (bersih) dengan tata-cara yang khusus disertai niat ber-ibadah kepada Allah Ta’ala.”
Itulah definisi tayammum, mengusap wajah dan kedua tangan, dengan tanah yang baik atau bersih, tata caranya khusus, disertai niat ibadah karena Allah subhanahu wa ta'ala.
Masalah Pertama: Hukum Tayammum beserta Dalilnya
Tayammum adalah perkara yang disyari’atkan, maksudnya ditetapkan dalam hukum Islam. Ia adalah keringanan dari Allah subhanahu wa ta'ala untuk hamba-hamba-Nya, ia termasuk keindahan syariat Islam, ia pun termasuk keistimewaan ummat Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“... lalu kalian tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maa`idah [5]: 6)
Jadi, disini disebutkan tayammum itu dengan sha’iid thayyib (tanah yang baik atau bersih), dan hanya sebatas mengusap wajah juga kedua tangan. Kemudian Allah berfirman,
مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ
“Tayammum itu bukan Allah ingin menghendaki kesulitan bagimu, (sebaliknya) ia merupakan kemudahan, (merupakan keringanan dari Allah subhanahu wa ta'ala).”
Yang diantara alasannya ketika tidak ada air, maka ber-tayammumlah.
Juga berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam didalam hadits yang shahih, yang diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الصَّعِيْدُ الطَّيِّبُ كَافِيْكَ وَإِنْ لَـمْ تَـجِدِ الْمَاءَ عَشْرَ حِجَـجٍ ، فَإِذَا وَجَدْتَ الْمَاءَ فَأَمِسَّهُ بَشَرَتَكَ .
“Tanah yang baik itu cukup untukmu walaupun kamu tidak mendapatkan air selama 10 tahun. Adapun jika kamu mendapatkan air maka basahilah kulitmu dengannya.”
Disini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الصَّعِيْدُ الطَّيِّبُ كَافِيْكَ
“Tanah yang baik atau bersih cukup untukmu walaupun kamu tidak mendapatkan air selama 10 tahun.”
Kemudian berdasarkan hadits Nabi yang lain yang shahih, diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
جُعِلَتْ لِـيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا .
“Dijadikan untukku tanah sebagai masjid dan alat bersuci.”
Tanah sebagai masjid, maksudnya boleh dijadikan tempat untuk shalat dan alat bersuci. Thahuur artinya alat bersuci.
Kemudian, para ulama pun telah bersepakat tentang disyari’atkannya tayammum jika dipenuhi syarat-syaratnya. Para ulama pun sepakat bahwa tayammum seperti bersuci dengan air, sehingga dengannya boleh melakukan apa-apa yang bisa dilakukan karena bersuci dengan air, seperti shalat, thawaf demikian pula membaca Al-Qur’an dan yang lainnya.
Walhasil, syari’at tayammum ditetapkan di dalam Al-Qur’an, ditetapkan di dalam As-Sunnah, demikian pula Ijma’ atau kesepakatan para ulama.
Para pendengar yang dimuliakan oleh Allah rabbul ‘alamin, demikianlah materi yang bisa saya sampaikan tentang tayammum, khususnya tentang hukum tayammum beserta dalil-dalilnya.
Akhukum fillah,
Abu Sumayyah Beni Sarbeni
Post a Comment