F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Fiqih Muyassar – 49 – Benda-Benda Najis Bag.02

Fiqih Muyassar – 49 – Benda-Benda Najis Bag.02
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
📘 Fiqih Muyassar : ❝ BENDA-BENDA NAJIS #2 ❞
Dosen : Ustadz Beni Sarbeni, Lc, M.Pd Hafidzhahullah Ta'ala
🎧 Simak Audio 🎧

Benda-Benda Najis Bag.02

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه وَمَنْ وَالاَهُ أمَّا بعد

Para pendengar di grup Whatsapp Belajar Islam yang semoga dimuliakan oleh Allah rabbul 'alamin, kita lanjutkan kajian kitab Al-Fiqhul Muyassar. Masih membahas tentang benda-benda najis.

4. Bangkai

Bangkai adalah hewan yang mati tanpa disembelih secara syariat, misalnya domba jika mati tanpa disembelih secara syariat maka dia adalah bangkai. Demikian pula anjing, bahkan anjing tidak bisa disembelih secara syariat, ketika mati maka menjadi bangkai.
Tentang najisnya bangkai, diantara dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala:
إِلَّآ أَن يَكُونَ مَيۡتَةً
“Kecuali kalau makanan itu bangkai”. (QS. Al-An’am [6]: 145).
Ayat ini dijadikan dalil bahwa bangkai merupakan benda najis, dikecualikan darinya bangkai tersebut adalah ikan dan belalang, demikian pula hewan yang tidak memiliki darah mengalir, maka bangkai ikan belalang dan hewan yang tidak memiliki darah mengalir, itu semua suci.

5. Madzi

Ia adalah air yang putih, bening dan lengket, yang keluar ketika bercumbu atau mengingat jima, akan tetapi keluar tanpa rasa nikmat, tidak memancar dan tidak diakhiri dengan lemas, berbeda dengan mani, ia ketika keluar dirasakan nikmat, memancar dan diakhiri dengan lemas.
Bahkan untuk madzi ini – terkadang – seseorang tidak merasakannya (kalau madzi itu keluar).

Air madzi ini najis, hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu ta'ala anhu:
تَوَضَّأْ، وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ
“Berwudhu dan basuhlah kemaluanmu.” [1]
Maksudnya “Basuhlah kemaluan” karena madzi.
Perintah membasuh kemaluan karena madzi menunjukkan bahwa madzi adalah benda najis. Hadits di atas shahih diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari.

6. Wadi

Wadi adalah cairan berwana putih kental, keluar setelah air kencing, barang siapa mendapatinya maka wajib mencuci kemaluannya dan berwudhu, tanpa wajib mandi.

Penulis tidak menyebutkan dalilnya, dan diantara dalilnya saya berikan tambahan sebuah atsar dari Shahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu ta'ala anhu, beliau berkata:

أما المني فهو الذي منه الغسل ، وأما المذي والودي فقال : أغسل ذكرك أو مذاكيرك ، وتوضأ وضوءك للصلاة
“Adapun mani adalah yang mewajibkan mandi, sementara wadi dan madzi, beliau berkata: “Cucilah kemaluanmu dan berwudhulah seperti wudhu untuk shalat.”[2]
Kalimat "cucilah kemaluanmu" menunjukan pada madzi dan wadi adalah najis.
Kalimat "berwudulah seperti berwudhu untuk shalat" menunjukkan bahwa keluar madzi dan wadi itu membatalkan shalat.

7. Darah haid

Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam hadits Asma binti Abi Bakar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata:

جَاءَتْ اِمْرَأةٌ إِلَى النَّبَيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَقَالَتْ: إِحْدَانَا يُصِيْبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضِ كَيْفَ تَصْنَعُ؟ فَقَالَ: تَحُتُّهُ، ثم تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، ثُمَّ تَنْضَحُهُ، ثُمَّ تُصَلِّي فِيْهِ
"Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia berkata: 'Baju salah seorang diantara kami terkena darah haid, lalu apa yang mesti dia lakukan?' jawab Nabi: 'Hendaklah dia mengeriknya, lalu menggosoknya dengan air, kemudian dia membasuhnya [3], setelah itu dia boleh shalat dengannya'."[4]
Itulah 7 benda-benda najis:
  1. Air kencing dan kotoran manusia.
  2. Darah yang mengalir dari hewan (dibahas pendapat lain, bahwa yang najis hanyalah dari hewan yang tidak dimakan dagingnya).
  3. Air kencing dan kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya (air kencing dan kotoran hewan yang dimakan dagingnya tidak najis, misalnya air kencing Unta, bahkan air kencing unta bisa jadi obat).
  4. Bangkai.
  5. Madzi.
  6. Wadi.
  7. Darah haid.

Para pendengar yang dimuliakan oleh Allah rabbul 'alamin, ada beberapa najis yang tidak disebutkan oleh penulis, misalnya jilatan anjing, padahal pada masalah setelahnya (pada penjelsan cara mensucikan najis) beliau menjelaskan tata cara mensucikan bekas jilatan anjing, berarti menunjukkan bahwa jilatan anjing adalah najis.

Benda-benda lain yang dinyatakan najis dalam dalil-dalil syariat

Oleh karena itu, pada kesempatan ini pula akan saya jelaskan benda-benda lain yang dinyatakan najis dalam dalil-dalil syariat, seraya memohon pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala:

Anjing.

Di antara dalil yang mengatakan najisnya anjing (air liur anjing) adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات أولاهن بالتراب
“Cara mensucikan bejana salah seorang diantara kalian ketika dijilat anjing, adalah dengan membasuhnya sebanyak tujuh kali, yang pertamanya menggunakan tanah.” (Shahih, HR. Muslim)
Jadi hadits di atas menunjukkan bahwa air liur anjing juga mulutnya adalah najis, hanya saja untuk kehati-hatian seandainya tangan kita basah menyentuh anjing, maka hendaklah disucikan, demikian pula ketika kita menyentuh anjing yang basah, demikian sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam ensiklopedi fatwa-fatwanya.

Babi.

Dalam masalah babi kebanyakan para Ulama menyatakan najis, sementara yang lain menyatakan tidak najis, diantara ulama yang menyatakan tidak najis adalah Imam Malik dan sebagian ulama syafiiyah, sebagian ulama syafiiyah menyatakan tidak najis seperti Imam an-Nawawi dalam kitabnya al-Majmu beliau mengatakan:

وليس لنا دليل واضح علي نجاسة الخنزير في حياته " انتهى من " المجموع (568/2
“Kami tidak memiliki dalil yang jelas atas najisnya babi ketika hidup”. (al-Majmu 2/ 568)
Adapun jika sudah mati jelas najisnya, karena bangkai, sementara hukum asal segala sesuatu adalah suci, karena itulah penulis kitab al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz, tidak mencantumkan babi sebagai benda najis, wallahu a’lam.
Demikianlah saudara sekalian, materi yang saya sampaikan semoga bermanfaat.

Akhukum fillah
Abu Sumayyah Beni Sarbeni

Footnote_______
[1] Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 269)
[2] Shahih, diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan (1/ 115, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud [190] lihat Shahih Fiqih Sunnah, jilid. 1, hal. 72 ) [Penj]
[3] Dalam hadits di atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menggunakan kata an-Nadhu, yang makna asalnya adalah menyiprati, akan tetapi yang dimaksud dengannya adalah membasuhnya. Lihat kitab Subulus Salaam ketika menjelaskan hadits no. 27
[4] Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 227) dan Muslim (no. 291)
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.