F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-115 Wakalah - Bagian 09 Dan Al-Ikrar Atau Pengakuan Bag 01

Audio ke-115 Wakalah - Bagian 09 Dan Al-Ikrar Atau Pengakuan Bag 01
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 25 Sya’ban 1445H | 6 Maret 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-115
https://drive.google.com/file/d/18qlk3qpnqUEjkmntbNZVw7fzCp-eeOIz/view?usp=sharing

📖 Wakalah - Bagian Kesembilan Dan Al-Ikrar Atau Pengakuan - Bagian Pertama

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله أمام بعد

Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita masih bersama matan Al-Ghayyah fi Al-Ikhtishar buah karya Syaikh Imam Abu Syuja' rahimahullahu ta'ala.

Wakalah - Bagian 09

Dan kita juga masih membahas pembahasan tentang Al-Wakalah (الوكالة), yaitu penjelasan tentang hukum-hukum bagaimana ketika seorang itu bertindak untuk kepentingan orang lain atau mewakili orang lain dalam melakukan suatu tindakan.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa seorang wakil, kewenangannya dibatasi oleh restu dan izin dari pihak yang memberinya kepercayaan atau memberikannya perwakilan atau menunjuknya sebagai perwakilan. Sebesar itulah dan seluas itulah kewenangan anda.

Sehingga ketika anda mendapatkan kepercayaan hanya untuk menjual, maka hanya anda punya kewenangan menjual saja, tidak punya kewenangan untuk membeli atau sebaliknya. Bila anda mendapatkan amanat kepercayaan untuk membeli, maka kewenangan hanya anda untuk membeli, tidak menghibahkan.

Sebagaimana bila anda mendapatkan amanat untuk menjaga, merawat, bukan menjual, atau membeli, maka kewenangan anda hanya menjaga dan membeli tidak menghadiahkan, tidak untuk membarterkannya.

Sebagaimana para ulama juga telah menjelaskan bahwa, bila kewenangan anda diberi amanat untuk menjaga, maka anda tidak punya kewenangan untuk menitipkannya kepada orang lain. Kalau anda mendapatkan titipan, berarti anda mendapatkan kepercayaan untuk menjaganya saja.

Maka ketika anda menjualnya, membarterkannya, termasuk ketika anda menitipkan kembali barang itu kepada orang lain, maka ini sudah dianggap sebagai sebuah khianat. Anda tidak diberi kewenangan untuk menitipkannya, kecuali dalam kondisi emergency, keterpaksaan.

Di mana anda tidak lagi bisa menjaga kecuali bila barang itu dititipkan kepada orang lain ketika (misalnya) anda safar, mendadak anda harus safar, maka dalam kondisi semacam ini, anda baru diberikan kewenangan untuk menitipkan kembali kepada orang lain, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ketika beliau mendapatkan amanat dari banyak orang termasuk orang-orang Quraisy, namun beliau telah mendapatkan perintah dari Allah untuk berhijrah, maka saat itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menitipkan amanat yang sebelumnya dititipkan kepadanya, oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dititipkan kepada sahabat Ali Bin Abi Thalib untuk ditunaikan kepada yang memilikinya.

Namun sekali lagi, ini bukan kondisi normal, alias semula seharusnya anda tidak menitipkan kepada orang lain, anda harus menjaganya sendiri. Hal itu dilakukan oleh Nabi yaitu menitipkan kepada sahabat Ali dikarenakan ada keterpaksaan di mana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak lagi bisa menjaganya, menyimpannya, merawatnya, karena beliau harus segera berhijrah mendapatkan perintah dari Allah untuk segera berhijrah.

Kemudian al muallif rahimahullah ta'ala mengatakan,

والمقر به ضربان: حق الله تعالى وحق الآدمي، فحق الله تعالى يصح الرجوع فيه عن الإقراربه، وحق الآدمي لا يصح الرجوع فيه عن الاقراربه،

Al-muallif rahimahullahu ta'ala setelah selesai dari menjelaskan pembahasan tentang wakalah, beliau mulai masuk pada pembahasan selanjutnya yang ada keserupaan dengan al-wakalah yaitu al-ikrar (pengakuan).

Al-ikrar (pengakuan)

Al wakalah memberikan perwakilan kepada seseorang untuk bertindak untuk mewakili anda itu adalah satu akad yang dibangun di atas kejujuran. Betul-betul anda memilih orang itu karena (biasanya) alasannya karena dia adalah orang yang jujur bukan orang yang الخائن bukan orang yang pengkhianat.

Logika dan tradisi ketika ada amanat itu tidak akan dititipkan, tidak akan dipercayakan kepada orang yang telah terbukti khianat tetapi akan dititipkan, dipercayakan kepada orang yang أمين sehingga ucapannya, tindakannya, dapat dipercaya. Tindakannya sesuai dengan kesepakatan tidak khianat.

Setelah selesai berbicara tentang al-wakalah, al-muallif rahimahullahu ta’ala pindah kepada akad selanjutnya yaitu ikrar yang itu merupakan aplikasi dari amanat.

Kenapa demikian? karena ikrar itu adalah pengakuan personal, pengakuan pribadi anda tentang adanya hak yang harus anda tunaikan dan tentu karena tidak ada bukti lain yang ada hanya pengakuan saja atau kalaupun ada bukti lain, tetapi anda sebagai pihak yang berkewajiban atau memiliki hutang, menanggung hutang, ternyata anda membuat satu pengakuan.

Dan pengakuan ini tentu tidaklah ada artinya kalau terbukti anda adalah seorang yang dusta, seorang khianat, seorang yang omongannya tidak dapat dipegang kata orang, tidak bisa dipercaya.

Sehingga di sini terjadi keserupaan antara wakalah dengan ikrar yaitu adanya kepercayaan personal, di mana anda sebagai pihak yang menerima wakalah atau anda yang membuat satu pernyataan, pengakuan, itu betul-betul harus memenuhi kriteria أمين

Karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah berfirman dalam Al-Quran,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ۚ(سورة النياء: ١٣٥)

Hai orang-orang yang beriman hendaknya kalian menjadi orang-orang yang senantiasa menegakkan keadilan, menegakan kebenaran semua itu dalam rangka menunaikan persaksian karena Allah bukan karena pamrih, bukan karena harta, iming-iming, atau rasa takut, intimidasi, bukan. Tapi betul-betul kejujuran itu dibangun di atas lillah, niat yang tulus dan ikhlas.

Sehingga dalam kondisi ini tentu ada kesamaan yang sangat identik antara wakalah dengan ikrar, yaitu keduanya betul-betul sangat bergantung pada kejujuran atau yang disebut dengan amanah, kejujuran pihak yang menerima perwakilan atau pihak yang membuat satu pengakuan.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.