F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-111 Wakalah - Bagian Kelima

Audio ke-111 Wakalah - Bagian Kelima
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM’AT | 20 Sya’ban 1445H | 1 Maret 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-111
https://drive.google.com/file/d/108S0kRybnmYlZNgbUFGmcAjfiOdfoJfZ/view?usp=sharing

📖 Wakalah - Bagian Kelima


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله أمام بعد


Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Masih bersama tema Al-Wakalah (الوكالة), yaitu Perwakilan.

Telah disampaikan, bahwa akad perwakilan adalah akad yang bersifat tidak mengikat, yang artinya kedua belah pihak waki, yaitu perwakilannya, ataupun yang memberi kuasa untuk diwakili (pemilik hak), kedua belah pihak yang mewakili dan yang mewakilkan, berhak untuk membatalkan kesepakatan akad wakalah, kapan pun mereka mau.

Itu konsekuensi dari status wakalah sebagai akad yang bersifat jaiz yaitu tidak mengikat. Namun telah disampaikan bahwa pembatalan akad ini harus mengindahkan satu kaidah yaitu tidak boleh menyebabkan pihak lain menanggung kerugian. Karena telah disampaikan dalam satu kaidah ilmu fiqih, yang ini telah disepakati oleh seluruh ulama.

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Anda tidak boleh dengan sengaja merugikan orang lain ataupun membalas perbuatan orang lain dengan cara yang lebih kejam, lebih berat, alias melampaui batas. Sehingga tidak sejalan dengan prinsip keadilan.

Dengan demikian ketika anda memutuskan untuk membatalkan wakalah, kesepakatan wakil mewakili, maka anda harus mempertimbangkan, “Apakah pemutusan perwakilan ini, menimbulkan kerugian kepada partner anda atau orang yang mewakilkan atau orang yang mewakili anda?

Bila menimbulkan kerugian, maka anda harus menunda sampai pada waktu dan kondisi yang tepat, sehingga pemutusan kerja sama, pembatalan kesepakatan wakalah ini tidak menimbulkan kerugian.

Kemudian Al-Muallif rahimahullahu ta’ala mengatakan:

وينفسخ بموت أحدهما

Perwakilan untuk melakukan suatu tindakan, suatu perbuatan itu hukum asalnya bila salah satu dari kedua belah pihak yang mewakilkan atau yang mewakili, pihak pemberi kuasa ataupun penerima kuasa, bila salah satu dari keduanya meninggal dunia, maka kesepakatan wakalah ini menjadi batal, menjadi gugur secara otomatis. Dan tidak bisa diwariskan kepada ahli warisnya.

Kenapa? Karena menurut ahli fiqih، para ulama Asy-Syafi’i dan juga yang lainnya, mereka mengatakan bahwa wakalah itu adalah haqqun mujarrad (حق مُجَرَّد). Itu hanya sebatas kesepakatan murni yang tidak ada konsekuensi dalam urusan harta benda, kekayaan, karena ini bukan akad sewa menyewa.

Sehingga dengan pemutusan hak, tidak menimbulkan konsekuensi harta, harus membayar atau mengembalikan uang, tidak! Betul-betul ini disebut haqqun mujarrad (حق مُجَرَّد), kewenangan yang non komersial, kewenangan yang tidak memiliki konsekuensi dalam hal finansial.

Dengan demikian, siapa pun dari kedua belah pihak, baik yang mewakili atau pun yang mewakilkan ketika memutuskan kerjasama ini, akad wakalah ini, tidak menimbulkan kerugian dan juga tidak berkonsekuensi dalam hal harta benda.

Karena itu, kapan saja mereka memutuskan, boleh. Dan ketika salah satunya meninggal dunia maka secara otomatis kewenangan untuk mewakili, kewenangan untuk memberikan hak kuasa mewakilkan itu menjadi putus.

Apalagi, bila objek wakalah, tindakan yang dikuasakan tersebut itu berkaitan dengan urusan harta benda. Maka kepemilikan harta benda berpindah dari pemilik kepada ahli warisnya, sehingga kewenangan untuk menunjuk sebagai wakil itu berpindah dari pemilik semula menjadi kepada ahli warisnya.

Demikian pula pihak penerima kuasa atau yang mewakili, kewenangannya itu kewenangan yang non komersial, tidak ada konsekuensi yang berkaitan dengan harta benda. Ini yang disebut dengan hak mujarrad.

Dengan demikian, ketika dia meninggal dunia. Ahli warisnya tidak berkewajiban untuk melanjutkan kuasa tersebut, juga tidak berhak untuk memaksakan agar mereka tetap mempunyai kewenangan untuk mewakili. Tidak! Sehingga dengan kematian salah satu dari kedua belah pihak, kesepakatan kerja sama atau pun wakil mewakili ini menjadi gugur.

Namun ketika ada kesepakatan baru untuk kemudian meneruskan kesepakatan ini, wakil mewakili, atau kewenangan bertindak atas nama, kepercayaan untuk mewakili ini.

Kalau ternyata ahli warisnya memberi kepercayaan kepada orang tersebut agar terus mewakili mereka sebagai penerus pemilik harta, pemilik kewenangan sebelumnya, maka ini dianggap sebagai akad baru. Karena akad yang pertama telah batal, telah gugur, telah terputus dengan kematian salah satu dari keduanya.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, Wabillahi Taufik walhidāyah. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.