F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-40 Bab Tayammum Bag. 1 Pasal 5 Perkara Syarat Tayammum

Audio ke-40 Bab Tayammum Bag. 1 Pasal 5 Perkara Syarat Tayammum
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM’AT | 13 Sya’ban 1445 H | 23 Februari 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-40
https://drive.google.com/file/d/1xlzQPc_CwIJdMNc9c9z7FlXMGafVgsdw/view?usp=sharing

📖 Bab Tayammum (Bag. 1) Pasal syarat-syarat tayammum (5 perkara)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Kita lanjutkan kajian kita dari kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.

Dan hari ini kita akan mempelajari bersama tentang tayammum. Tayammum secara bahasa artinya adalah menuju. Diambil dari firman Allāh subhānahu wa ta’ālā,

فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا

Maka menujulah ke tanah yang suci,

فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ
Maka usaplah wajah-wajah kalian dan tangan kalian dengannya. [QS Al-Ma'idah: 6].
Jadi secara bahasa tayammum artinya adalah menuju, yakni menuju ke tanah yang suci untuk kemudian dipakai dalam bersuci sebagai pengganti air.

Abu Syuja' Al-Ashfahani Asy Syafi'i rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,

(فَصْلٌ) وَشَرَائِطُ التَّيَمُّمِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ

Pasal tentang tayammum dan syarat-syarat tayammum itu ada 5.

وُجُودُ الْعُذْرِ بِسَفَرٍ أَوْ مَرَضٍ

1. Adanya udzur, yaitu karena seseorang dalam kondisi safar atau sakit.

Ini berdasarkan firman Allāh subhānahu wa ta’ālā,

وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا
Yang artinya, dan jika kalian sakit atau berada di perjalanan lalu seorang di antara kalian buang air besar atau kalian bersenggama dengan istri-istri kalian kemudian kalian tidak mendapatkan air maka hendaklah kalian tayammum dengan menggunakan tanah yang suci. [QS Al-Ma'idah: 6]
Kemudian yang kedua adalah,

وَدُخُولُ وَقْتِ الصَّلَاةِ

2. Masuknya waktu shalat.

Tayamum disyariatkan dan dibolehkan ketika waktu shalat sudah masuk. Dasarnya adalah sabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam,

وَجُعِلَتْ لِي اَلْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا, فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ اَلصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
Dan tanah telah dijadikan untukku masjid dan alat bersuci maka siapapun di antara umatku yang mendapati waktu shalat hendaklah dia shalat.[HR Bukhari dan Muslim]
Dan dalam sebuah riwayat yang lain disebutkan, “Maka di sisinya ada masjidnya dan alat bersucinya.”

Di sini Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam menyebutkan,

فَأَيُّمَا رَجُلٍ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ اَلصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
Maka siapapun ada orang dari umatku ini yang mendapati shalat (punya kewajiban shalat) maka hendaknya dia shalat kapan pun di mana pun.
Tidak perlu mempermasalahkan alat untuk bersuci atau tempat bersuci karena dia memiliki tanah yang ada dimana-mana. Bisa dia pakai untuk bersuci dan bisa dipakai juga untuk tempat shalat.

Jadi di sini disebutkan,

أَدْرَكَتْهُ اَلصَّلَاةُ

Ini menunjukkan bahwasanya tayammum baru boleh dilakukan ketika waktu shalat sudah masuk. Kenapa? Salah satu sebabnya juga adalah karena tayammum adalah cara bersuci dalam keadaan darurat. Dan ini tidak dilakukan kecuali saat waktu shalatnya sudah masuk.

Dan tentunya seperti yang dijelaskan nanti kewajiban untuk mencari air dulu, mencari air dulu sampai kemudian kita yakin bahwasanya airnya tidak ada. Dan ketika waktu shalat belum masuk, maka kita masih berharap nanti kita bisa menemukan air sebelum kita melaksanakan tayammum ini.

Namun perlu dipahami bahwasanya waktu shalat di sini mencakup waktu shalat wajib dan waktu shalat sunnah. Artinya ini tidak terbatas pada waktu shalat yang wajib saja. Waktu shalat yang sunnah pun juga bisa.

Ketika seseorang ingin shalat Dhuha sementara tidak ada air yang bisa dipakai untuk berwudhu atau dia dalam keadaan sakit yang tidak bisa membuatnya memakai air, maka dia boleh melakukan tayammum untuk shalat Sunnah Dhuha atau qiyamullail atau yang lain.

Yang ketiga adalah,

وَطَلَبُ الْمَاءِ وَتَعَذّرُ اسْتِعْمَالِهِ وَإِعْوَازُهُ بَعْدَ الطَّلَبِ

3. Ada usaha mencari air dahulu.

Seperti yang kita sebutkan, harus ada upaya untuk mencari air dahulu. Karena tayammum ini adalah thaharah yang dijadikan sebagai pengganti dari wudhu atau mandi.

Tayammum ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah kita yakin bahwasanya tidak ada air di sekitar kita. Itu kalau sebabnya adalah karena tidak ada air. Maka kita harus mencari dulu, sampai yakin bahwasanya di sekitar kita tidak ada air baru kemudian kita boleh untuk tayammum.

Adapun kalau sebab tayammumnya adalah karena kita sakit dan tidak bisa memakai air maka tidak ada kewajiban untuk mencari air karena kita punya air sebenarnya, tapi kita tidak bisa memakainya atau pemakaiannya membahayakan kita.

Kemudian yang selanjutnya adalah,

وَتَعَذّرُ اسْتِعْمَالِهِ وَإِعْوَازُهُ بَعْدَ الطَّلَبِ

4. Tidak memungkinkan untuk memakai air

Karena sakit yang membuat kita tidak bisa memakai air tersebut. Atau kalau kita memakainya maka sakitnya bertambah parah atau kesembuhannya menjadi lebih lama. Ini juga membolehkan kita untuk melakukan tayammum.

Kemudian,

وَإِعْوَازُهُ بَعْدَ الطَّلَبِ

Dan setelah dicari bagi yang tayammum karena tidak punya air, maka setelah dia mencari maka dia tidak mendapatkan air maka boleh baginya untuk melakukan tayammum.

Dan yang kelima adalah,

وَالتُّرَابُ الطَّاهِرُ لَهُ غُبَارٌ فَإِنْ خَالَطَهُ جِصٌّ أَوْ رَمْلٌ لَمْ يُجْزِ

5. Dengan tanah yang memiliki debu

Melakukan tayammum ini dengan tanah yang memiliki debu dan jika tanah ini dicampuri oleh kapur atau pasir, maka tanah tersebut tidak boleh dipakai untuk bertayammum.

Jadi demikian disebutkan oleh Abu Syuja' Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā. Beliau mensyaratkan tanah yang kita pakai untuk tayammum ini memiliki debu (ada debunya yang bisa kita pakai) yang bisa kita usapkan ke wajah dan tangan kita.

Dan beliau dengan keras mengatakan bahwasannya tidak boleh tanah tersebut dicampuri oleh raml (رمل) atau pasir dan juga jish (جِص) yaitu kapur.

Namun ini adalah masalah khilafiyah dan sebagian ulama mengatakan tidak masalah kalau ada campuran sedikit berupa kapur atau pasir. Selagi tanah tersebut memiliki debu dan bisa diusapkan ke tangan atau wajah kita maka tidak masalah kita memakai tanah yang sedikit bercampur kapur atau pasir tersebut.

Barangkali ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat.

Wallāhu ta’ālā a’lam

وصلى الله على نبينا محمد وعلى اله وصحبه وسلم

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.