F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-193 Seseorang Tidak Boleh Berdalil Dengan Takdir Untuk Membenarkan Perbuatan Maksiatnya

Audio ke-193 Seseorang Tidak Boleh Berdalil Dengan Takdir Untuk Membenarkan Perbuatan Maksiatnya
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN | 27 Jumadal Ula 1445 H | 11 Desember 2023 M
🎙 Oleh: Ustadz DR. Abdullah Roy M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-193

📖 Seseorang Tidak Boleh Berdalil Dengan Takdir Untuk Membenarkan Perbuatan Maksiatnya


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَمَنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صلى الله عليه وعلى آله وأَصحابه والتابعين لهم بإحسانٍ إلى يوم الدين وسلم تسلما كثيرا. أَمَّا بَعْدُ

Alhamdulillah kembali kita dipertemukan oleh Allāh Azza wa Jalla masih pada pembahasan kitab Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang ditulis oleh fadhilatus syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullahu ta’ala.

Masih kita pada pembahasan beriman dengan takdir.

Beliau mendatangkan poin yang lain di dalam masalah beriman dengan takdir ini, yaitu

ونرى أنه لا حجة للعاصي على معصيته بقدر الله تعالى
Dan kami yaitu Ahlus Sunnah berpendapat bahwasanya tidak ada dalil, tidak ada hujah bagi orang yang berbuat maksiat untuk melakukan kemaksiatannya dengan berdalil dengan takdir Allāh.
Maksudnya adalah Ahlus Sunnah meyakini orang bahwasanya yang berbuat maksiat, tidak boleh dia berhujah, beralasan dengan takdir untuk membolehkan kemaksiatannya.

Misalnya, ada seseorang yang dia berzina, kemudian dia mengatakan, "ini sudah ditakdirkan oleh Allāh", berarti kalau dia ditakdirkan dan sudah ditentukan oleh Allāh berarti ini sesuatu yang tidak dibenci oleh Allāh, misalnya.

Sehingga terus dia berbuat maksiat dan juga dosa dengan anggapan bahwasanya ini adalah takdir Allāh dan setiap apa yang ditakdirkan oleh Allāh maka itu dicintai oleh Allāh.

Tidak boleh seseorang berhujah dan berdalil dengan takdir atas maksiat yang dia lakukan. Yang namanya takdir itu dijadikan alasan dijadikan dalil di dalam musibah.

Kalau dia terkena musibah barulah dia berhujah dengan takdir, qadarullah, qaddarallah, ini adalah takdir Allāh (misalnya), ini dibenarkan. Tetapi kalau untuk maksiat tidak boleh kita berdalil dengan takdir atau berhujah dengan takdir.

Sehingga para ulama mengatakan al-qadar itu:

محتاج به في المصائب لَا في المعايب
Takdir itu digunakan untuk hujah di dalam musibah bukan di dalam dosa-dosa.
لأن العاصي يقدم على المعصية باختياره من غير أن يعلم أن الله تعالى قدرها عليه

Kenapa kita tidak boleh berhujjah dengan takdir di dalam kemaksiatan kepada Allāh?
Karena orang yang berbuat maksiat, ketika dia melakukan kemaksiatan dengan keinginannya tanpa dia mengetahui bahwasanya Allāh telah mentakdirkannya.
من غير أن يعلم أن الله تعالى قدرها عليه إذ لا يعلم أحد قدر الله تعالى إلا بعد وقوع مقدوره

Maksud beliau di sini، ketika seorang, karena orang yang berbuat maksiat, ketika dia melakukan kemaksiatan dengan keinginannya. Itu dia tidak tahu, dia tidak mengetahui bahwasanya Allāh mentakdirkan itu untuknya.

Dia tidak tahu sebelumnya.

إذ لا يعلم أحد
Karena tidak mengetahui seorang pun takdir Allāh, kecuali setelah terjadi.
Jadi kita mengetahui ini ditakdirkan oleh Allāh setelah terjadinya. Adapun sebelumnya maka kita tidak mengetahui apa yang Allāh takdirkan untuk kita.

Jadi orang yang berbuat maksiat tadi. Ketika dia berhujjah dengan takdir atas kemaksiatannya dia tidak tahu, tidak ada ilmu tentang apa yang akan Allāh takdirkan untuknya.

Dia melakukan itu tanpa ilmu, tidak mengetahui sebelumnya, dia tidak mengetahui kecuali setelah kejadiannya. Kalau demikian maka tidak boleh dia berhujah dengan takdir, kalau dia tidak mengetahui bahwasanya dia akan berbuat maksiat. Maka tidak boleh dia berhujah dengan takdir.

Beliau mendatangkan firman Allāh:

وما تدري نفس ماذا تكسب غدا
“Ini dalilnya, sebuah jiwa tidak mengetahui apa yang akan dilakukan oleh jiwa tersebut esok hari.”
Dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi satu menit lagi, dua menit lagi, kita tidak tahu. Oleh karena itu yang demikian keadaanya, tidak boleh dia berdalil dengan takdir atas kemaksiatan yang dia lakukan.
فكيف يصح الاحتجاج بحجة لا يعلمها المحتج بها حين إقدامه على ما اعتذر بها عنه؟
Kemudian syaikh mengatakan, bagaimana boleh berhujah dengan sesuatu yang tidak diketahui oleh orang yang berhujah tadi?
Ketika dia memberanikan dirinya untuk melakukan kemaksiatan tadi, bagaimana boleh seseorang berhujjah dengan sesuatu yang dia tidak tahu, orang yang berdalil tadi, dia tidak mengetahui tentang apa yang akan terjadi setelahnya.

Yaitu tidak mengetahui takdir yang ada di depannya, kalau demikian keadaannya maka tidak boleh atasnya berdalil dengan sesuatu yang dia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah itu.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memudahkan kita untuk memahami agama-Nya dan sampai bertemu kembali, In sya Allāh pada kesempatan yang akan datang.

والله تعالى أعلم
وبالله التوفيق والهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈┈•◈◉◉◈•┈┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.