F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-19 Bab Istinja dan Adab Buang Air Bagian Ketiga - Larangan-Larangan Saat Membuang Hajat

Audio ke-19 Bab Istinja dan Adab Buang Air Bagian Ketiga - Larangan-Larangan Saat Membuang Hajat
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS |1 Jumadal Akhirah 1445 H | 14 Desember 2023 M
🎙 Oleh: Ustadz Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-19

📖 Bab Istinja’ dan Adab Buang Air (Bag. 3) Adab Buang Air (Larangan-Larangan Saat Membuang Hajat)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Kita lanjutkan kajian kita dari kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.

Beliau mengatakan,

وَيَجْتَنِبُ اسْتِقْبَالَ الْقِبْلَةِ وَاسْتِدْبَارَهَا فِي الصَّحْراءِ

Dan hendaknya menghindari menghadap ke kiblat atau membelakanginya saat buang hajat di tempat yang terbuka seperti shahrā’ (صَحْرَاء).

Shahrā’ (صَحْرَاء) adalah padang pasir. Di tempat yang terbuka menurut Madzhab Syafi'i kita tidak boleh untuk menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya.

Adapun kalau kita buang hajat di tempat yang tertutup maka tidak dilarang untuk menghadap ke kiblat atau membelakanginya ini adalah pendapat Madzhab Syafi'i berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam,

إذَا أتَيْتُمُ الغَائِطَ فلا تَسْتَقْبِلُوا القِبْلَةَ، ولَا تَسْتَدْبِرُوهَا ولَكِنْ شَرِّقُوا أوْ غَرِّبُوا
Kalau kalian datang ke tempat buang hajat, maka janganlah kalian menghadap ke kiblat atau membelakanginya. Tapi menghadaplah kalian ke arah timur atau ke arah barat.(Muttafaqun ‘alaih).
Hadits ini diucapkan oleh Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat beliau di kota Madinah yang terletak di sebelah utara Mekkah, maka kiblat mereka adalah arah selatan. Jadi menghadap kiblat adalah menghadap ke selatan, membelakangi kiblat adalah ke sebelah utara.

Maka Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

ولَكِنْ شَرِّقُوا أوْ غَرِّبُوا
Tapi hendaklah kalian menghadap ke arah timur atau menghadap ke arah barat.
Adapun kita yang di Indonesia, kiblat kita berada di arah barat. Maka kalau kita ingin menghindari menghadapi kiblat atau membelakanginya maka kita mengarah ke selatan atau ke utara. Ini dibawa oleh para ulama Madzhab Syafi'i kepada kondisi ketika kita sedang buang hajat di tempat yang terbuka.

Adapun kalau ketika kita buang hajat di tempat yang tertutup maka boleh menurut Madzhab Syafi'i untuk menghadap kiblat atau membelakanginya karena sebuah riwayat dari Ibnu Umar radhiyallāhu ‘anhu bahwasanya suatu ketika beliau berada di rumah Hafshah bintu Umar saudari beliau dan istri Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau melihat Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam buang hajat dalam keadaan menghadap ke arah kiblat.

Ini berdasarkan kedua hadist ini dan yang lain para ulama Madzhab Syafi'i berpendapat bahwasanya saat buang hajat di tempat yang terbuka kita tidak boleh untuk menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya, sedangkan saat kita buang hajat di tempat yang tertutup tidak masalah untuk menghadap kiblat atau membelakanginya. Dan ini adalah pemahaman Ibnu Umar radhiyallāhu ‘anhu.

Dan masalah ini adalah masalah yang cukup pelik termasuk permasalahan yang cukup sulit untuk memilih pendapat yang kuat di dalamnya. Adapun pendapat yang lain adalah pendapat yang mengatakan bahwasanya kita tidak boleh untuk menghadap ke kiblat atau membelakanginya saat buang hajat dalam kondisi apapun, baik kita buang hajat di tempat yang terbuka ataupun saat kita buat hajat di tempat yang tertutup.

Karena Abu Ayyub al-Anshari radhiyallāhu ‘anhu yang meriwayatkan hadist yang pertama tadi. Beliau mengatakan,

فَقَدِمْنَا الشَّامَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ قَدْ بُنِيَتْ نَحْوَ الْكَعْبَة، فَنَنْحَرِفُ عَنْهَا ، وَنَسْتَغْفِرُ اللهَ عز وجل
Maka kami datang ke negeri Syam dan kami mendapatkan toilet-toilet yang dibangun dengan menghadap ke arah Ka'bah maka kami memiringkan diri darinya. Kami tetap buang hajat di situ tapi dengan menggeser posisi sehingga tidak menghadap ke arah Ka'bah. Kemudian kami beristighfar kepada Allāh ‘azza wa jalla.(Muttafaqun ‘alaih).
Dan ini yang juga dipahami oleh Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu dan lebih banyak sahabat. Juga karena pada dasarnya orang yang berada di tempat yang terbuka sebenarnya tidak menghadap ke arah Ka'bah langsung. Karena bagaimanapun dia pasti ada pohon, ada bangunan yang lain yang menghalangi antara kita dengan Ka'bah.

Dan mereka membawa apa yang dilihat oleh Ibnu Umar, bahwasanya Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam menghadap ke arah kiblat saat beliau buang hajat di dalam rumah Hafshah sebagai kekhususan.

Khususiyah yang hanya berlaku untuk Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam saja. Karena beliau melakukannya di tempat yang tertutup, yang tidak semua orang bisa melihatnya. Maka itu tidak bisa dipakai untuk mengkhususkan sebuah dalil yang umum, yang berisi larangan untuk menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya saat kita sedang buang hajat.

Dan ini yang lebih hati-hati juga. Jadi lebih hati-hati kalau kita tetap tidak menghadap ke arah kiblat ataupun membelakanginya saat buang hajat meskipun kita berada di tempat yang tertutup itu lebih hati-hati, in sya Allāh.

Demikian

والله تعالى أعلم
وصلى الله على نبينا محمد وعلى اله وصحبه وسلم

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.