F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-73 Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Keempat - Jenis Kedua

Audio ke-73 Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Keempat - Jenis Kedua
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 16 Jumadal Ula 1445 H | 30 November 2023 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-73

📖 Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Keempat - Jenis Kedua


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Masih bersama Matan Al Ghayah Fil Al-Ihtishor buah karya Asy Syaikh Al Imam Abu Syuja' Rahimahullahu Ta'ala.

Kesempatan kali ini kita sampai pada penjelasan beliau tentang الصلح Ash-Shulhh, perdamaian, perdamaian antara dua orang yang bersengketa atau berselisih.

Kita sampai pada pernyataan Al Mualif,

وه‍و نوعانِ : إبراءٌ، ومعاوضةٌ .

Menurut beliau, Ash-Shulhu : damai, perjanjian damai, kesepakatan damai atau win win solution, solusi kekeluargaan itu ada dua model katanya.

إبراءٌ، ومعاوضةٌ

Ibra (إبراءٌ), yaitu memaafkan seluruh hak atau sebagiannya atau yang kedua adalah muā’awadhah (معاوضةٌ barter).

Ketika anda memiliki suatu hak atas orang lain, misalnya anda menghutangi seseorang sejumlah 100 juta rupiah misalnya. Kemudian di kemudian hari ketika jatuh tempo debitur anda yang berhutang merasa tidak mampu, merasa tidak bisa melunasi.

Sehingga dia datang kepada anda mengajukan negosiasi. Mengajak negosiasi dan kemudian ternyata dia mengusulkan untuk pelunasan hutang tidak dibayarkan dalam bentuk uang tapi dibayarkan dalam bentuk barang.

Misalnya hutang yang semula 100 juta itu dibayar dengan satu unit kendaraan atau satu unit rumah atau mungkin dibayar dengan sekian ekor domba atau sekian ekor sapi. Kesepakatan semacam ini, ini dibenarkan secara tinjauan syari'at. Yaitu muā’awadhah (معاوضةٌ).

Sehingga dalam praktek ini terjadi barter atau transaksi jual beli. Dalam akad semacam ini terjadi barter atau transaksi jual beli. Yaitu anda membeli satu unit rumah atau satu unit kendaraan senilai 100 juta, sebesar piutang anda.

Sehingga dengan adanya kesepakatan ini pihak kreditur tidak lagi berhak untuk meminta (untuk menagih). Sebagaimana pihak debitur sudah dianggap lunas karena dia telah melakukan tanggung jawabnya yaitu membayar sejumlah tagihan atau senilai tagihan.

Kalau dibayar rupiah dengan rupiah berarti dia telah lunasi, kalau dibayar dengan barang ada kesepakatan untuk menerima barang sebagai pembayaran. Maka ini disebut dengan معاوضةٌ, jual beli.

Sehingga apapun solusi yang telah disepakati tersebut, boleh secara syari'at. Baik memaafkan sebagian, menghapuskan semuanya, atau dengan barter. Melakukan pelunasan dengan barang dan benda lain.

Akan tetapi perlu diingat, kalau yang dilakukan adalah barter, yaitu anda menerima barang sebagai ganti dari piutang anda, maka berlakulah padanya hukum jual beli.

Sehingga kalau anda menghutangkan sejumlah uang 100 juta rupiah ketika jatuh tempo pihak debitur tidak mampu melakukan pelunasan dalam bentuk uang rupiah. Dia tidak punya uang tunai 100 juta rupiah, yang dia punya adalah uang dolar.

Dalam kasus semacam ini, bolehkah piutang rupiah dibayar dengan dolar? Atau sebaliknya, ketika anda berhutang dalam bentuk dolar dibayar dalam bentuk rupiah.

Mayoritas ulama mengatakan, “Tidak boleh.” Kenapa? Karena dalam kasus ini membayar rupiah dengan dolar, membayar utang dolar dengan rupiah itu sama saja tukar menukar uang dengan non tunai, secara non tunai.

Padahal para ulama telah sepakat tukar menukar uang itu harus dilakukan secara tunai. Ini rupiah dan ini dolar. Sehingga terjadi serah terima fisik secara tunai.

Ini Madzhab yang diajarkan dalam berbagai fiqih termasuk Madzhab Al Imam As Syafi'i Rahimahullahu Ta'ala. Namun sebagaian ulama di antaranya Al Imam Ibnu Taimiyah, Asy Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullahu Ta'ala dan lainnya berpendapat bahwa:
“Membayar hutang rupiah dengan dolar atau sebaliknya hutang dolar dibayar dengan rupiah, membayar hutang rupiah dibayar dengan emas atau membayar hutang emas dibayar dengan rupiah secara hukum selama pembayarannya itu lunas. Betul-betul disepakati lunas nominalnya sebesar atau senilai piutang, maka sebagian ulama mengatakan boleh (sah).”
Dan ini tidak dianggap sebagai jual beli rupiah dengan dolar secara non tunai atau jual beli emas dengan rupiah secara non tunai, tidak. Walaupun secara sekilas terkesan ini adalah jual beli valas, valuta asing secara non tunai.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan pagi ini. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menambahkan taufik dan hidayah-Nya. Kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.