F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-192 Allah Telah Memberikan Kehendak Dan Kemampuan Untuk Manusia Bagian Kelima

Audio ke-192 Allah Telah Memberikan Kehendak Dan Kemampuan Untuk Manusia Bagian Kelima
🗓 JUM’AT | 24 Jumadal Ula 1445 H | 08 Desember 2023 M
🎙 Oleh: Ustadz DR. Abdullah Roy M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-192

📖 Allāh Telah Memberikan Kehendak Dan Kemampuan Untuk Manusia (Bagian Kelima)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَمَنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صلى الله عليه وعلى آله وأَصحابه والتابعين لهم بإحسانٍ إلى يوم الدين وسلم تسلما كثيرا. أَمَّا بَعْدُ

Alhamdulillah kembali kita dipertemukan oleh Allāh Azza wa Jalla masih pada pembahasan kitab Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang ditulis oleh fadhilatus syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullahu ta’ala.

Masih kita pada pembahasan beriman dengan takdir.

Yang kelima kata beliau, yang disebutkan oleh syaikh yang menunjukkan bahwasanya kita sebagai seorang makhluk (seorang hamba) diberikan oleh Allāh ikhtiar, kehendak dan pilihan dan kita juga diberikan qudrah, kemampuan oleh Allāh Azza wa Jalla.

الخامس: أن كل فاعل يحس أنه يفعل الشيء أو يتركه بدون أي شعور بإكراه

Yang kelima kata beliau, bahwasanya,

5. Setiap orang yang melakukan sesuatu dia merasa bahwasanya dia melakukan sesuatu (tidak dipaksa)

أو يتركه بدون أي شعور بإكراه

Dia melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, tanpa ada perasaan dia dipaksa oleh orang lain. Tanpa ada perasaan dia dipaksa.

Jadi masing-masing dari kita, para pendengar sekalian. Masing-masing dari kita merasakan ketika kita melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, terjadi itu semua dan tidak ada perasaan di dalam hati kita bahwasanya kita dipaksa.

Itu terjadi dengan kehendak kita, kita ingin pergi ke pasar, kita tidak mau makan tempe (misalnya), ada di dalam hati kita yaitu ikhtiar, ada diberikan oleh Allāh untuk memilih, diberikan kita kehendak, mau berhenti, mau berjalan, mau ke kanan, mau ke kiri. Itu kita rasakan dan kita tidak merasa dipaksa.

فهو يقوم ويقعد ويدخل ويخرج ويسافر ويقيم بمحض إرادته
Maka dia berdiri, duduk, masuk, keluar, safar dan juga tinggal di sebuah daerah.
بمحض إرادته
Itu adalah dengan pilihan dia.
Itu yang dirasakan oleh masing-masing dari kita.

ولا يشعر بأن أحداً يكرهه على ذلك
Dan dia tidak merasa bahwasanya ada seseorang yang memaksa dia untuk melakukan yang demikian.
بل يفرق تفريقاً واقعياً بين أن يفعل الشيء باختياره وبين أن يكرهه عليه مكره
Jadi masing-masing dari kita, merasa bahwasanya kita bisa memilih, kita berkendak tanpa ada paksaan orang lain.
Kemudian beliau mengatakan:

Bahkan dia bisa membedakan, jadi secara kenyataan تفريقاً واقعياً dia bisa membedakan secara kenyataan, antara sesuatu yang dia lakukan dengan kehendaknya dan sesuatu yang dilakukan dengan dipaksa oleh orang yang memaksa.

Maka masing-masing dari kita merasakan yang demikian. Kita bisa membedakan mana sesuatu yang kita lakukan dengan kehendak kita sendiri dan mana sesuatu yang kita lakukan dan kita dalam keadaan dipaksa oleh orang lain.

وكذلك فرق الشرع بينهما تفريقاً حكمياً،فلم يؤاخذ الفاعل بما فعله مكرهاً عليه فيما يتعلق بحق الله تعالى

Dan demikian pula syari'at ini telah membedakan antara keduanya, yaitu antara amalan yang dilakukan dengan kesadaran sendiri (dengan pilihan sendiri), atau amalan yang dilakukan karena dipaksa oleh orang lain.

Maka syari'at sendiri membedakan yang demikian.

فلم يؤاخذ الفاعل بما فعله مكرهاً عليه

Maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak akan menyiksa seseorang, menghukum seseorang dengan sebuah amalan atau sebuah pekerjaan atau sebuah dosa yang dia lakukan dalam keadaan مُكرَه yang dia lakukan dalam keadaan dia dipaksa oleh orang lain.

فيما يتعلق بحق الله تعالى
Sesuatu yang berkaitan dengan hak Allāh.
Syari'at sendiri membedakan antara keduanya, makanya dalam Al-Quran, Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُۥ مُطْمَئِنٌّۢ بِٱلْإِيمَـٰنِ
Kecuali orang yang dipaksa.
Berarti di sini ada pengecualian, Allāh membedakan antara yang dilakukan dengan dipaksa dengan yang tidak dipaksa.

إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُۥ مُطْمَئِنٌّۢ بِٱلْإِيمَـٰنِ
"Kecuali orang yang dipaksa dan hatinya masih tenang dengan keimanan." [QS An-Nahl: 106]
Dan Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam mengatakan :

إنَّ الله تَجاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتي : الْخَطَأَ ، و النِّسْياَنَ ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
"Sesungguhnya Allāh memberikan ampunan untuk umatnya apabila dia melakukan sebuah kesalahan dengan tidak sengaja, atau lupa, atau dia dipaksa untuk melakukannya."
Jadi syari'at ini adalah syari'at yang bijaksana. Allāh bedakan antara dosa yang dilakukan dalam keadaan terpaksa, diancam akan dibunuh (misalnya) dengan dosa yang dilakukan dengan kehendaknya, dengan keinginannya tanpa dipaksa oleh orang lain.

Baik, ini adalah beberapa poin yang disebutkan oleh syaikh rahimahullah berkaitan dengan, bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan kepada seorang hamba kehendak dan juga kemampuan.

Maka jangan sampai setelah kita mendengar poin-poin yang sangat penting ini, ada keyakinan di dalam diri kita, seperti yang diyakini oleh orang-orang jabriyyah yang menganggap kita ini seperti wayang yang digerakkan oleh dalangnya, atau seperti pohon yang digoyangkan oleh angin, arahnya sesuai dengan arah angin tersebut.

Kemudian digambarkan demikian bahwasanya manusia ini dipaksa, dia tidak memiliki iradah tidak memiliki masyi'ah, maka ini jelas sesuatu yang bathil. Dan yang shahih adalah apa yang diyakini oleh Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwasanya manusia itu  memiliki masyi'ah dan memiliki qudrah.

Makanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengatakan:

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
"Dan tidaklah kalian menghendaki kecuali apabila Allāh menghendakinya.” [QS At-Takwir: 39]
Menunjukkan bahwasanya kita mempunyai masyi'ah, kita mempunyai kehendak, tapi kehendak kita di bawah kehendak Allāh.

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَـٰلَمِينَ

Kemudian juga sabda Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam:

من رأى منكم منكراً فليغيره بيده، فإن لم يستطع

Kalau dia tidak mampu, berarti asalnya dia memiliki kemampuan. Kalau dia tidak mampu maka barulah dia mengingkari kemungkaran dengan lisannya.

Dan Nabi mengatakan:

صَلِّ قَائِمًا
"Hendaklah engkau shalat dalam keadaan berdiri."
فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا
"Kalau kamu tidak mampu maka dengan duduk."
Ini menunjukkan bahwasanya asalnya manusia itu memiliki kemampuan, Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan dia qudrah dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga memberikan dia masyi'ah, sehingga dia bisa beramal shalih dan melakukan ketaatan kepada Allāh.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memudahkan kita untuk memahami agama-Nya dan sampai bertemu kembali, In sya Allāh pada kesempatan yang akan datang.

والله تعالى أعلم
وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•◈◉◉◈•┈┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.