F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-84 Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Ketujuh

Audio ke-84 Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Ketujuh
🗓 JUM’AT | 02 Jumadal Akhirah 1445 H | 15 Desember 2023 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-84

📖 Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Ketujuh

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد


Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Masih bersama untaian kata-kata yang dirangkaikan oleh Al-Imam Abu Syuja' rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya Matan Al Ghayah Fil Al-Ihtishor. Kita masih membahas tentang باب الحوالة bab penjelasan tentang transfer hutang piutang.

Kali ini beliau mengatakan,

وتبر أبها ذمة المحيل

Dan bila hawalah telah disepakati, pihak kreditur telah bersepakat untuk ditransferkan tagihannya kepada pihak ketiga ( المحال عليه ) maka tanggung jawab si A telah gugur. Dia tidak lagi memiliki tanggungan hutang kepada si B.

Karena si B secara hukum telah menerima pembayaran dari A yaitu dengan cara tagihannya ditransferkan kepada si C, yang secara teori si C biasanya pihak yang mampu untuk melakukan pembayaran, kooperatif untuk berkomunikasi dengan si B. Sehingga bila ini terjadi maka idealnya si A telah dinyatakan lunas.

Lalu bagaimana kalau ternyata secara de facto faktanya, semula si B menduga bahwa si C itu adalah orang yang mampu melakukan pembayaran (pelunasan hutang) dan dia koooperatif, namun ternyata ketika si B datang menagih si C, ternyata si C adalah tipikal orang yang berhutang atau debitur yang suka ngemplang (susah dipegang janjinya).

Apakah si B berhak kembali menagih kepada si A atau ternyata si C tiba-tiba pailit. Ketika ada akad kesepakatan antara si A dan si B untuk memindahkan tagihan kepada si C, si C dalam kondisi masih mampu melakukan pembayaran.

Namun ternyata ketika kesepakatan antara si A dan B dicapai, akad hawalah tercapai antara si A dan si B ternyata si C telah berubah status menjadi orang yang pailit pula, karena terbakar, karena ditipu, dirampok atau yang lainnya.

Apakah si B berhak untuk membatalkan hawalah dan kembali kepada si A menagihkannya.

Dari redaksi Al-Mualif (Al-Imam Abu Syuja') kita mendapatkan satu isyarat, bahwa kalau sudah ada kesepakatan hawalah maka berarti si B tidak berhak kembali menagih A karena tanggung jawab A telah dianggap bebas hutang (lunas).

Baik itu sengaja, si A betul-betul menjerumuskan si B dengan niat yang jahat, tahu bahwa si C itu ngemplang, si C pailit namun dia diam, bahkan sengaja menipu. Atau tidak sengaja, tidak tahu kalau si C ternyata telah pailit.

Kenapa? Karena hukum asal dalam akad itu bersifat final, tidak bisa dianulir, tidak bisa dibatalkan, itu hukum asalnya. Namun wallahu taala alam.

Menurut ulama yang lain, pendapat ini perlu dikaji ulang, harus dibedakan antara ada kesengajaan, ada etika jelek dari si A atau tidak ada iktikad jelek, tidak ada kesengajaaan.

Kalau ternyata ada iktikad jahat, sengaja, menipu padahal dia tahu si C adalah orang yang ngemplang, si C ini adalah orang yang pailit maka dalam kondisi semacam ini tentu,

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Tidak boleh, kita tidak boleh membiarkan si A mendzalimi si B. Maka dalam kondisi semacam ini pendapat yang lebih kuat bahwa si B berhak menagihkan kembali, mengurungkan kesepakatan tersebut dan kemudian kembali seperti sediakala menagih si A.

Namun kalau ternyata kondisi pailit si C ini tidak diketahui oleh si A sehingga tidak ada iktikad jahat dari si A, atau semula baik, semula dia kooperatif namun kemudian batal atau terjadi hal yang bersifat emergency: rugi, pailit, dirampok, kebakaran, musibah sehingga si C pailit di tengah jalan.

Maka dalam kondisi semacam ini si B tidak lagi berhak untuk membatalkan kesepakatan akad hawalah karena statusnya si A telah bebas tanggung jawab, karena dia telah memberikan hak si B, atau dengan kata lain si A telah melunasi piutang si B dengan cara mentransfer piutangnya kepada si C.

Dia mengizinkan kepada si C untuk menagihkan piutangnya kepada si C. Dia memberikan ijin kepada si B untuk menagihkan piutangnya kepada si C.

Ini yang bisa kami sampaikan, kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.