F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-198: Bab 14 Tidak Berlebihan dalam Ketaatan ~ Pembahasan Hadits Abu Rib'i Hanzhalah

Audio ke-198: Bab 14 Tidak Berlebihan dalam Ketaatan ~ Pembahasan Hadits Abu Rib'i Hanzhalah bin Ar-Rabi' Al-Usayyidi Al-Katib
📖 Whatsapp Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-431
🌏 https://grupislamsunnah.com
🗓 RABU, 24 Rabi’ul Akhir 1445 H / 08 November 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Riyadhus Shalihin min Kalami Sayyidil Mursalin (Taman-Tamannya Orang-Orang yang Saleh dari Sabda-Sabda Nabi Muhammad ﷺ) karya Imam Nawawi Rahimahullah

💽 Audio ke-198: Bab 14 Tidak Berlebihan dalam Ketaatan ~ Pembahasan Hadits Abu Rib'i Hanzhalah bin Ar-Rabi' Al-Usayyidi Al-Katib Radhiyallahu 'Anhu


السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلهِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ


Segala puji bagi Allah Jalla Jalaluh (Allah yang Maha Agung dengan keagungan-Nya, -ed). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan untuk Baginda Nabi kita Muhammad 'Alaihis-shalatu wassalam. Amma ba’du.

Kaum muslimin, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati oleh Allah Jalla Jalaluh.

Kita lanjutkan kajian kita.

عَنْ أَبِي رِبْعِيٍّ حَنْظَلَةَ بْنِ الرَّبِيعِ الأُسَيْدِيِّ الْكَاتِبِ - أَحدِ كُتَّابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ - ، قَالَ : لَقِيَنِي أبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، فَقَالَ : كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ؟! قُلْتُ : نَافَقَ حَنْظَلَةُ ، قَالَ : سُبْحَانَ اللهِ! مَا تَقُولُ؟! قُلْتُ : نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ ﷺ ؛ يُذَكِّرُنَا باِلْجَنَّةِ وَالنَّارِ كَأَنَّا رَأْيَ عَيْنٍ ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ ؛ عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالْأَوْلاَدَ والضَّيْعَاتِ ؛ نَسِينَا كَثِيرًا. قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : فَوَ اللهِ ؛ إِنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ هَذَا! ، فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ ، فَقُلْتُ : نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا رَسُولَ اللهِ! فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : ❲ وَمَا ذَاكَ؟! ❳ قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ! نَكُونُ عِندَكَ ؛ تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجنَّةِ كَأنَّا رَأْيَ العَيْنِ ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ ؛ عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالْأَوْلاَدَ والضَّيِّعَاتِ ؛ نَسِينَا كَثِيرًا؟! فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : ❲ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ؛ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِي وَفِي الذِّكْرِ ؛ لَصَافَحَتْكُمُ المَلاَئِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ ، لَكِنْ يَاحَنْظَلَةُ! سَاعَةًوَسَاعَةً ❳ ثَلاثَ مرَّاتٍ . ❊ رَوَاهُ مُسْلِمٌ [٢٧٥٠].
Dari Abu Rib'i Hanzhalah bin Ar-Rabi’ Al-Usayyidi Al-Katib, salah seorang juru tulis Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, ia menceritakan, "Abu Bakar radhiyallahu 'anhu pernah menemuiku, lalu dia berkata, 'Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?' Aku menjawab, 'Hanzhalah telah melakukan kemunafikan.' Abu Bakar menyahut, 'Subhanallah (Maha Suci Allah), apa yang kamu katakan tadi?' Aku pun menjelaskan, 'Ketika kami berada bersama Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam, Beliau mengingatkan kepada kita tentang surga dan neraka, seakan-akan kita melihat (keduanya) dengan mata kepala sendiri. Tetapi saat keluar dari hadapan Beliau, kita lantas sibuk mengurusi istri dan anak-anak serta berbagai urusan kehidupan duniawi, sehingga banyak hal-hal yang kita lupakan (dari apa yang Beliau ingatkan).' Kemudian Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menanggapi, 'Demi Allah, sesungguhnya kami juga mengalami hal serupa.'

Selanjutnya aku dan Abu Bakar berangkat (pergi dari tempat itu), hingga kami masuk ke tempat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan aku mengeluhkan, 'Hanzhalah telah melakukan kemunafikan, wahai Rasulullah.' Lantas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bertanya, 'Apakah maksud perkataanmu?' Kemudian aku menjawab, 'Wahai Rasulullah, saat kami berada bersamamu, engkau mengingatkan kami tentang surga dan neraka, seakan-akan kami melihat (keduanya) dengan mata kepala sendiri. Akan tetapi tatkala keluar dari hadapanmu, kami sibuk mengurusi istri dan anak-anak, serta berbagai urusan kehidupan duniawi, sehingga banyak hal yang kami lupa (dari apa yang telah engkau ingatkan).'

Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, andai kata kalian tetap seperti keadaan kalian di hadapanku dan selalu ingat kepada-Nya, niscaya para malaikat pun akan menjabat tangan kalian di tempat-tempat tidur dan di jalan-jalan kalian. Akan tetapi, hai Hanzhalah, (tabiat manusia adalah) sesaat (yakni begini) dan sesaat (begitu).' Beliau mengucapkannya tiga kali."
(HR. Muslim)
Subhanallah. Ini kisah Hanzhalah. Bagaimana salah seorang penulis wahyu yang merasakan hal itu. Jadi Hanzhalah, dari sahabat, ingat, ada Hanzhalah yang dimandikan oleh malaikat ketika meninggal dunia. Itu Hanzhalah Ibn Abi Amir, yang ketika perang Uhud dia berperang dalam kondisi junub, kemudian meninggal dunia dan dimandikan oleh para malaikat. Sehingga dikenal dengan ghasilul malaikah ( غَسِلُ الْمَلَائِكَةِ ).

Adapun Hanzhalah bin Rabi’ Al-Usayyidi Al-Katib, beliau ini salah seorang sahabat yang menuliskan wahyu dan meninggal di masa pemerintahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Dia meninggal dunia ketika berperang menaklukkan Konstantinopel.

Kita bisa melihat kondisi para sahabat Nabi, bagaimana tatkala mereka berada di dekat Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam. Mendengarkan sabda-sabda Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam, kemudian ayat-ayat Allah dibacakan. Mereka begitu semangat untuk terus beribadah, untuk meraih surga Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tapi kalau pulang, jadi beda. Kita habis pulang kajian, masyaaAllah, semangat. Tapi lama kelamaan semangat itu akan kendur, dan kadang kala enggak semangat lagi untuk beribadah.

Seorang yang pulang dari ibadah haji, kita melihat, masyaaAllah 'alaih, sebelum adzan dikumandangkan dia sudah ada di rumah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Setelah shalat Maghrib dia enggak pulang, karena kondisi dia ketika berhaji dia mendapatkan hal itu. Tapi ketika pulang ke Indonesia, pulang ke kampung halamannya, ketemu sama istrinya, ketemu sama anak-anaknya, berjumpa sama kolega kerjanya, partnernya, mulai pembicaraannya urusan dunia.

Hanzhalah mengatakan ❬ نَافَقَ حَنْظَلَةُ ❭ ketika ditanya oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq,

كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ ؟! قُلْتُ : نَافَقَ حَنْظَلَةُ

Munafik Hanzhalah ini..!

Ketika di sana, semangat. Pulang, enggak ada semangat beribadah.

Maka Abu Bakar mengingkari ucapan itu. Karena kita tahu sifat munafik adalah sifat yang buruk. Bagaimana orang mengakui kalau dirinya itu munafik?! Maka seharusnya ketika orang mengakui dia munafik, dia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

مَا تَقُولُ؟!
Kok ngomong kayak gitu?!
Maka Hanzhalah cerita.

Kita kalau di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, diingatkan dengan surga, dengan neraka, seakan-akan kita melihatnya, sehingga kita bersemangat untuk beribadah, penuh dengan keyakinan. Tapi kalau sudah pulang, ya sudah, sibuk sama anak-anak, main, ketawa sesaat ketawa, ngitung duit.

Antum bisa lihat ketika orang ngitung duit, ingat akhirat enggak? Dapat fulus dia hitung.., kadang kala jadi terlupakan sesaat. Bahkan dia mungkin ngitung, Ya Allah.. duitnya banyak nih! Buat apa nih duit ini?!
Mau beli mobil, mau beli motor, mau beli rumah, mau beli HP, mau ganti ini, ganti itu. Itu yang terjadi dengan seseorang.

Maka kata Abu Bakar Ash-Shiddiq, Kalau maksudmu munafik seperti itu, ya samalah sama aku. Coba kita tanyakan.

Di sini pentingnya bertanya kepada para ulama. Ketika kita punya permasalahan, jangan diselesaikan sendiri, akhirnya debat, yang ada debat kusir. Ini Abu Bakar radhiyallahu Ta'ala 'anhu enggak mau debat sama Hanzhalah. Dia mengatakan, Ya sudah, kita tanyakan kepada Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam.

Terkadang kita sesama teman ribut. Ada satu permasalahan, ribut sendiri, akhirnya muncul benih-benih permusuhan gara-gara mereka debat tanpa ilmu. Yang ada semua mengutamakan nafsunya.

Abu Bakar Ash-Shiddiq, tidak. Beliau adalah orang yang paling alim di antara para sahabat. Tapi permasalahan ini perlu dibawa kepada Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam. Dibawa, berjumpa dengan Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam.

Sampai di sana diceritakan. Lalu apa kata Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam? Nabi jelasin, "Kalau kalian di rumah kalian, di jalan kalian, di tempat tidur kalian, seperti tatkala kalian berada di tempatku, malaikat itu akan salaman sama kalian." Ya bukan manusia akhirnya, malaikat sudah. Malaikat yang seperti itu, yang imannya stabil terus. Tapi kita naik turun imannya. Itu tabiat manusia.

Lalu Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam memberikan alasan. Mengatakan,

❲ يَاحَنْظَلَةُسَاعَةًسَاعَةً ❳

Sesaat kita ingat akhirat ya, memotivasi kita untuk beramal. Sesaat kita ngurusin urusan dunia.

Tapi jangan kebablasan ngurusin urusan dunia. Sebagaimana kita enggak boleh kebablasan beribadah, sehingga melupakan hak-hak keluarga. Seperti yang pernah terjadi dengan Abdullah bin Amr bin Ash di hadits sebelumnya. Kita juga enggak boleh kebablasan ngurusin urusan dunia, akhirnya shalatnya telat, akhirnya baca Qur'an enggak baca lagi, itu yang terjadi kadang kala. Gara-gara sibuk ngurusin dunia, enggak baca Qur'an. Sepekan enggak pernah Qur'annya dibuka, dua pekan enggak pernah dibuka. Terus maunya apa? Ooh.. sibuk, Ustadz.

❲ سَاعَةًوسَاعَةً ❳

Sesaat ngurusin urusan dunia, sesaat kita tetap ngurusin urusan akhirat kita.

Itulah metode yang benar dalam menghadapi urusan dunia ini. Bukan sibuk ngurusin akhirat saja, tidak peduli dengan urusan dunianya. Tokonya bangkrut, usahanya tutup, karena dia enggak mau berpikir tentang dunia. Loh, dunia ini niatkan buat akhirat..!

Sehingga ketika seorang bermain sama anak-anaknya, kadang kala kita hadir di ceramahnya seorang Syaikh.
Ustadz, kita nangis meneteskan air mata, diceritakan bagaimana pengorbanan para sahabat. Sampai rumah ketawa-ketawa, kita.
Jadi kalau ada orang mengatakan, "Kamu tadi nangis-nangis pas kajian, sekarang ketawa-ketawa. Munafik kamu..!"
Bukan, bukan munafik. Sebab, itu kondisi manusianya. Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam sudah menjelaskan bukan itu, itu bukan kemunafikan.

Dan dari hadits ini kita bisa melihat bagaimana para sahabat takut dengan kemunafikan. Enggak main-main. Maka mereka menanyakan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Artinya Jamaah, yang tidak boleh adalah pura-pura baik.

Kita itu enggak baik sebenarnya, tapi karena ada orang, dengan harapan kita dipuji, disanjung. Tapi kalau kita memang baik dari hati kita, hanya saja kondisi yang ada membuat kita akhirnya, ya.. sedikit terlupakan.

Ilmunya enggak hilang, dia tetap tahu adanya surga, adanya neraka, tapi kadang kala kesibukan dia, membuat dia, ya.. melaksanakan pekerjaan dia. Kadang kala nanti dia jualan, dapat uang, dapat untung, bahagia. Kemudian dia ingin beli sesuatu, tidak dikatakan "Hei, kamu munafik." Enggak! Memang dia punya keperluan itu. Tapi jangan sampai kebablasan.

Di sinilah yang disebut tidak berlebih-lebihan dalam urusan akhirat, dalam urusan dunia, dalam urusan agama kita, dan tidak juga berlebih-lebihan dalam urusan dunia. Sehingga kita berusaha untuk sesaat seperti itu, sesaat kita terus belajar menuntut ilmu. Yang penting ambisi setiap muslim, apapun yang dia lakukan adalah berharap keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Jamaah rahimakumullah, itu yang bisa kita kaji. Semoga ilmu yang kita kaji hari ini berguna buat kita dan bisa kita amalkan dalam kehidupan kita. Dan semoga Allah menerima amalan kita. Sampai berjumpa kembali.

بَارَكَ اللهُ فِيْك
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.