F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-199: Bab 14 Tidak Berlebihan dalam Ketaatan ~ Pembahasan Hadits Ibnu Abbas

Audio ke-199: Bab 14 Tidak Berlebihan dalam Ketaatan ~ Pembahasan Hadits Ibnu Abbas
📖 Whatsapp Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-432
🌏 https://grupislamsunnah.com
🗓 KAMIS, 25 Rabi’ul Akhir 1445 H / 09 November 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Riyadhus Shalihin min Kalami Sayyidil Mursalin (Taman-Tamannya Orang-Orang yang Saleh dari Sabda-Sabda Nabi Muhammad ﷺ) karya Imam Nawawi Rahimahullah

💽 Audio ke-199: Bab 14 Tidak Berlebihan dalam Ketaatan ~ Pembahasan Hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma


السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلهِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ


Segala puji bagi Allah Jalla Jalaluh (Allah yang Maha Agung dengan keagungan-Nya, -ed). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan untuk Baginda Nabi kita Muhammad 'Alaihis-shalatu wassalam. Amma ba’du.

Kaum muslimin, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati oleh Allah Jalla Jalaluh.

Kita lanjutkan kajian kita.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ : بَيْنَمَا النَّبِيُّ ﷺ يَخْطُبُ ؛ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ ، فَسَأَلَ عَنْهُ؟! فَقَالُوا : أَبُوْ إِسْرَائِيلَ؛ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ فِي الشَّمْسِ ، وَلَا يَقْعُدَ ، وَلاَ يَسْتَظِلَّ ، وَلاَ يَتَكَلَّمَ ، وَيَصُوْمَ ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ : ❲ مُرُوهُ فَلْيَتَكَلَّمْ ، وَلْيَسْتَظِلَّ ، وَلْيَقْعُدْ ، وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ❳ . ❊ رَوَاهُ البُخَارِيُّ [٦٧٠٤]
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia menceritakan, "Pada waktu Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sedang berkhotbah, terlihat seorang laki-laki yang tengah berdiri, lalu Beliau menanyakan perihal orang tersebut. Para sahabat pun memberitahukan, 'Dia (laki-laki itu) adalah Abu Isra'il yang bernazar untuk berdiri di bawah terik matahari, dan tidak duduk, tidak berteduh, dan tidak pula berbicara, sedangkan ia dalam keadaan berpuasa.' Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berseru, 'Suruhlah dia agar berbicara, berteduh, duduk, dan menyempurnakan (meneruskan) puasanya'."
(HR. Al-Bukhari)
Kita lihat nih, bagaimana kondisi para sahabat Nabi. Ada Abu Isra'il yang nazar untuk berdiri di bawah mentari, tidak duduk, tidak bernaung, tidak berbicara, dan dia berpuasa. Nabi ketika melihat kondisi tersebut, bertanya kenapa. Beliau tidak langsung mengingkari. Ini pentingnya seseorang ketika melihat sesuatu untuk menanyakan. Setelah dikasih tahu, bahwasanya orang ini bernazar. Jadi dia sekarang sedang membayar nazarnya.

Yang dilakukan oleh Abu Isra'il dalam nazarnya ini, ada yang dicintai Allah dan ada dibenci oleh Allah (tidak disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala). Adapun yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala, puasa.

Maka puasa adalah ibadah yang dapat menjauhkan wajah hamba dari neraka sejauh 70 tahun. Maka Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh dia berpuasa, puasanya lanjutin. Karena dalam sebuah hadits, Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam mengatakan,

❲ مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ ❳
"Barang siapa bernazar untuk mentaati Allah, hendaklah dia mentaati-Nya."
Ini yang dicintai. Maka Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam menyuruh Abu Isra'il untuk menyempurnakan puasanya. Tapi kalau berdiri di bawah mentari, tidak mau bernaung dan tidak berbicara, ini sesuatu yang tidak dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam menyuruh dia berbicara, bernaung, dan duduk, sudah, enggak ada. Artinya itu bukan ibadah, tidak perlu dilakukan.

Berkaitan dengan nazar, Jamaah, Asy-Syaikh bin Utsaimin rahimahullahu Ta'ala menjelaskan, bahwa nazar itu hukum asalnya makruh, dibenci. Bahkan sebagian ulama berpendapat, kata beliau, muharram, nazar itu haram. Ini sebagian ulama berpendapat di mana tidak boleh seseorang bernazar. Kenapa? Seorang yang bernazar itu membebani diri sendiri dari apa yang tidak Allah bebankan kepada dia. Dia mewajibkan sesuatu atas dirinya yang Allah tidak mewajibkannya.

Bernazar mau puasa tiga hari dalam sebulan. Oo.. ini kan baik, Ustadz. Iya.. tapi kan enggak wajib. Ketika engkau bernazar, jadi wajib. Akhirnya engkau akan terbebani, padahal Allah tidak membebani dirimu dengan hal itu. Maka sebagian ulama mengatakan itu terlarang, paling tidak yang terendah, dia makruh.

Dalam sebuah hadits, Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam dalam hadits riwayat Bukhari, Beliau mengatakan,

❲ إِنَّهُ لاَ يَأْتِى بِخَيْرٍ ❳
"Nazar itu tidak mendatangkan kebaikan."
❲ وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ ❳
"Nazar itu dikeluarkan dari orang yang pelit, orang yang bakhil."
Dia mengatakan, "Nanti kalau anakku diterima kuliah di sini, aku akan shadaqah."
Kenapa engkau enggak shadaqah saja? Jadikan shadaqahmu itu sebagai wasilah untuk memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Kalau nanti sembuh anakku, aku akan puasa tiga hari dalam sebulan."
Kenapa engkau enggak berpuasa saja tiga hari, tanggal 13, 14, 15? Tidak perlu bernazar, tapi engkau laksanakan puasa tersebut.

Kemudian, kalau memang orang itu bernazar akhirnya, maka nazar itu ada beberapa macam:
  1. Nazar yang hukumnya hukum sumpah.
  2. Nazar maksiat.
  3. Nazar ketaatan.

1. Nazar Sumpah

Adapun ketika orang bernazar, tapi niatnya itu adalah sumpah. Jadi dia hanya untuk menguatkan ucapan dia. Umpamanya dia mengatakan, Kalau aku bohong, maka wajib aku puasa selama satu tahun. Apakah itu nazar? Enggak. Sejatinya itu hanya untuk menguatkan sumpahnya, sehingga hukumnya hukum sumpah, kembali kepada niatnya.

2. Nazar yang maksiat

Yaitu nazar yang haram. Ketika seorang bernazar, Aku bernazar akan minum khamr kalau lulus kuliah. Aku mau pesta sabu-sabu kalau lulus kuliah. Lulus dia, Jamaah. Akhirnya, Gimana ini, aku sudah nazar ini, kalau lulus aku mau nyabu.
Dosa! Apa yang harus dia lakukan? Dia tidak penuhi nazarnya. Namun pendapat yang lebih kuat, dia tetap wajib membayar kafaratul yamiin ( الكَفَارَةُاَلْيَمِيْنُ ), membayar kafarat. Itu nazar kemaksiatan.

Sebagian ulama berpendapat, enggak perlu dia membayar kafarat, karena itu dosa dan nazarnya tidak terjadi. Tapi pendapat yang lebih kuat, Syaikh Utsaimin rahimahullahu Ta'ala mengatakan, ya nazarnya dosa, dia tidak boleh mentaatinya, tapi dia tetap membayar kafarat. Kafaratnya adalah kafarat sumpah, yaitu membebaskan budak. Kalau tidak, dia memberi makan sepuluh anak orang miskin atau memberi pakaian mereka. Kalau tidak, baru berpuasa tiga hari.

Seperti seorang wanita umpamanya, bersumpah bernazar. Saya bernazar akan puasa, kalau ayah saya sembuh, saya akan puasa waktu haid.
Dosa puasa waktu haid. Maka dia enggak boleh puasa, tapi dia wajib membayar kafarat.

3. Nazar ketaatan

Andai kata orang bernazar ketaatan, dia mengatakan, Aku bernazar, ya Allah. Kalau umpamanya aku ya.. usahaku sukses, aku akan puasa Ayyamul Bidh tanggal 13, 14, 15. Maka dia wajib memenuhi nazarnya. Yang nazar Aku bernazar mau shalat Dhuha tiap hari, kalau urusanku diselesaikan sama Allah, maka dia wajib mentaatinya. Nazar dalam ketaatan.

Kemarin ada seorang wanita yang telepon ana, dia mengatakan, "Ustadz, ana mau tanya, abah ana ini bernazar, Ustadz. Kalau dia ini punya anak laki-laki, dia mau menyembelih seekor sapi. Dan subhanallah, Ustadz, Allah kasih kepadanya seorang anak laki-laki. Tapi ayah tidak menyembelih seekor sapi, tidak berkurban, tidak memotong sapi untuk dibagikan kepada fakir miskin. Sampai anaknya umur 10 tahun, mati Ustadz, dan ayah belum membayar nazarnya. Padahal mampu untuk menyembelih seekor sapi."

Ini Jamaah, hadits Nabi 'Alaihis-shallatu wassalam,

❲ إِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ ❳
"Nazar itu dikeluarkan dari orang yang bakhil."
Dan kadang kala sudah dikasih apa yang dia inginkan, dia enggak bayar nazarnya. Padahal penghuni surga itu kalau bernazar, ya sudah..

{ يُوفُونَ بِٱلنَّذْرِ .. }
"Mereka memenuhi nazar mereka"
{ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُۥ مُسْتَطِيرًا }
"Dan dia takut dengan hari kiamat." (QS. Al-Insan: 7)
Di mana.. ya kita tahu bagaimana dahsyatnya hari akhir, Jamaah. Maka intinya, dari kisah seorang sahabat yang dia bernazar enggak mau duduk, enggak mau bernaung, mau tetap berdiri di bawah matahari dalam kondisi puasa, maka Islam itu tidak memberati kita dengan ibadah-ibadah yang tubuh kita tidak mampu melakukannya.

Kalau ada orang mengatakan, Ya Allah, berat banget shalat, Ustadz, lima waktu di masjid. Enggak berat. Berat buat orang munafik! Subhanallah. Engkau berangkat ke tempat kerjamu, jauh tempat kerjamu, naik motor, kadang kala setengah jam, satu jam. Teman-teman di Jakarta kalau kita lihat, pulang-pergi dua jam dia lakukan. Masjid di dekat rumahnya, ya tinggal lima menit dia jalan kaki. Haduh.. berat Ustadz ya, kalau shalat berjamaah ke masjid. Ana mau shalat di rumah saja, Ustadz ya..

Subhanallah. Enggak! Amaran (perintah) Allah, arahan-arahan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam tidak memberatkan umatnya. Allah itu yang menciptakan kita.

{ أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ }
Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?
(QS. Al-Mulk: 14)
Allah tahu kemampuan kita sampai mana.

Jamaah rahimakumullah, itu yang bisa kita kaji. Semoga ilmu yang kita kaji hari ini berguna buat kita dan bisa kita amalkan dalam kehidupan kita. Dan semoga Allah menerima amalan kita. Sampai berjumpa kembali.

بَارَكَ اللهُ فِيْك
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.