F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-3 Bab Air: Pasal Air Dibagi Menjadi Empat Macam Bagian Kedua

Audio ke-3 Bab Air: Pasal Air Dibagi Menjadi Empat Macam Bagian Kedua
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 08 Jumadal Ula 1445 H | 22 November 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-3

📖 Bab Air: Pasal Air Dibagi Menjadi Empat Macam (Bag. 2)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Kita lanjutkan kajian kita dari kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā. Sebelumnya telah dibahas Audio ke-2 Bab Air : Pasal Air Dibagi Menjadi Empat Macam Bagian Pertama. Selanjutnya...

Beliau menjelaskan,

تُمَّ المِيَاهُ عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ
Kemudian air itu ada empat macam (dibagi menjadi empat macam).
Kemudian yang ketiga adalah

وَطَاهِرٌ غَيْرُ مُطَهِّرٍ وَهُوَ المَاءُ المُسْتَعمَلُ والمُتَغَيِّرُ بِما خَالَطَهُ من الطّاهِرَاتِ

3. Air yang suci tapi tidak menyucikan.

Kemudian beliau menyebutkan ada dua contohnya.

A. Contoh yang pertama adalah al-māul musta’mal (الماءُ المسْتَعْمَلُ), air yang sudah dipakai.

Maksudnya adalah air yang sudah dipakai untuk mengangkat hadats atau menghilangkan najis. Bukan air yang tersisa di bejana tapi maksudnya adalah air yang sudah kita pakai untuk berwudhu dan mengangkat hadats kita, kemudian air itu lepas dari tangan kita (misalnya).

Ketika kita berwudhu untuk mengangkat hadats ashghar saat kita ingin shalat misalnya, kemudian saat kita membasuh wajah kita ada air yang mengalir yang lepas dari wajah kita. Maka inilah yang dimaksud sebagai air musta'mal (لمسْتَعْمَلُ) dalam madzhab Asy-Syafi'i.

Air seperti ini tidak boleh dipakai karena dia sifatnya sudah طَاهِرٌ غَيْرُ مُطَهِّرٍ (dia suci tapi tidak menyucikan lagi). Jadi bukan air yang tersisa di bejana ketika sudah habis dipakai untuk bersuci. Tapi dia adalah air yang sudah dipakai mengenai anggota tubuh saat kita mengangkat hadats kemudian air itu dipakai lagi untuk bersuci.

Ini yang disebut غَيْرُ مُطَهِّرٍ (sudah tidak menyucikan lagi) menurut madzhab Asy-Syafi'i, namun yang lebih kuat wallāhu ta'ālā a'lam bahwanya air musta'mal (مسْتَعْمَلُ) seperti ini boleh dipakai untuk berwudhu selagi tidak berubah salah satu sifatnya. Yaitu warna, bau atau rasanya.

Karena dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam disebutkan. Beliau berwudhu kemudian para sahabat berebut air sisa (air yang sudah dipakai oleh Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam) dan mengalir dari anggota tubuh beliau.

Ini menunjukkan bahwasanya air yang sudah dipakai oleh Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam tetap dipakai oleh para sahabat, bahkan dipakai oleh mereka untuk bersuci lagi.

Ini hadits riwayat Al-Bukhari.

Kemudian secara logika juga kita melihat bahwasanya anggota tubuh yang dibasuh oleh air ini adalah anggota tubuh yang suci, maka ketika ada air yang melewati anggota tubuh tersebut, kemudian air tersebut lepas dari anggota tersebut.

Maka lewatnya air pada anggota tubuh tersebut seharusnya tidak mengubah hukumnya, seharusnya tidak membuat air tersebut menjadi tidak menyucikan lagi.

Qiyasannya adalah seperti air yang kita pakai untuk mencuci pena misalnya, maka ini juga tentunya masih suci. Karena yang dicuci adalah sebuah benda yang suci. Maka tidak seharusnya air yang sudah dipakai untuk mencuci pena tersebut kemudian dihukumi sebagai طَاهِرٌ غَيْرُ مُطَهِّرٍ atau suci tetapi tidak menyucikan.

B. Contoh yang kedua adalah المُتَغَيِّرُ بِما خَالَطَهُ من الطّاهِرَاتِ yaitu air yang berubah karena tercampuri oleh benda-benda yang suci.

Air yang berubah yaitu air berubah salah satu sifatnya baik rasa, bau, ataupun warnanya. Sebabnya apa? Sebabnya adalah karena bercampur dengan benda-benda yang suci.

Contohnya adalah air teh.

Air yang awalnya muthlaq ketika kemasukan teh warnanya menjadi berubah. Ketika ditambahkan dengan gula maka rasanya juga ikut berubah.

Maka ini adalah contoh air yang berubah karena bercampur dengan benda yang suci.

Imam Abu Syuja’ rahimahullāhu ta’ālā menyebutkan bahwasanya ini termasuk air yang suci tetapi tidak menyucikan. Dan betul bahwasanya air yang seperti ini tidak menyucikan lagi. Karena dia sudah tidak disebut air yang muthlaq, dia akan disebutkan sebagai air kopi, air gula, air teh, air mawar dan semacamnya.

Maka air seperti ini sudah tidak muthlaq lagi, tetapi sudah dinisbatkan kepada benda-benda yang mengubah atau mencampurinya.

Maka contoh yang kedua ini benar, yaitu bahwasanya sifatnya adalah طَاهِرٌ غَيْرُ مُطَهِّرٍ (dia suci tapi tidak menyucikan lagi). Jadi tidak bisa dipakai untuk berwudhu atau mandi karena air yang bisa dipakai untuk bersuci adalah air yang thahūr (طَهُورٌ), suci dan menyucikan yaitu air yang muthlaq dan belum berubah.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga Allāh subhānahu wa ta’ālā memberikan keberkahan ilmu dan memudahkan kita untuk mengamalkannya.

إنه ولي ذلك والقادر عليه
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.