F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-188 Bila Suami Tidak Mampu Menafkahi Bagian Kedua

Audio ke-188 Bila Suami Tidak Mampu Menafkahi Bagian Kedua
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 28 Shafar 1445 H | 14 September 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-188

📖 Bila Suami Tidak Mampu Menafkahi (Bag. 2)


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله و أصحابه ومن والاهاما بعد


Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Dikisahkan Hind bintu Umayyah, istri dari Abu Sufyan bin Harb suatu hari mengeluh kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ
Wahai Rasulullāh, Abu Sufyan itu suami yang kikir yang pelit
وَلَيْسَ يُعْطِينِي مَا يَكْفِينِي
Dia tidak memberi nafkah yang layak (yang cukup) untuk aku dan anak-anakku
إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهُوَ لَا يَعْلَمُ
Kecuali bila aku itu mengambil diam-diam dari uangnya (dari hartanya) tanpa dia ketahui
Maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda

خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
Bila demikian adanya maka boleh engkau mengambil dari harta suamimu tanpa sepengetahuan dia, ambillah secukupnya, ambillah sesuai dengan yang layak engkau terima
Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan kepada Hind bintu Umayyah, “Engkau bercerai saja”. Tidak! Kenapa?

Karena ternyata walaupun Abu Sufyan tidak memberi, tetapi Hind bintu Umayyah bisa mendapatkannya dengan cara mengambil sendiri. Sehingga ada solusi yang lebih ringan dibanding meminta cerai karena perceraian itu dapat membawa mafsadah yang besar.

Atau bisa jadi memang suaminya dalam kondisi sedang tidak mampu. Kena PHK, bangkrut, sedangkan istrinya dalam kondisi kaya raya atau memiliki kecukupan bahkan mampu menafkahi keluarganya (mencukupi keluarganya).

Dan ternyata istrinya rela melakukan hal tersebut maka istri boleh dan bahkan itu lebih baik. Itu tentu lebih baik bila istri memilih untuk bersabar mencukupi kebutuhan keluarganya termasuk suaminya.

Dengan dari apa? dari hartanya. Tidak harus meminta cerai walaupun secara prinsip kalau istri tidak mendapatkan haknya walaupun dia kaya walaupun dia mampu, dia punya alasan yang dibenarkan. Dia punya hak untuk meminta (menuntut) haknya, salah satunya dengan cara meminta cerai meminta berpisah yaitu dengan khulu’ (gugat cerai).

Atau dia mendata seluruh uang belanja yang seharusnya dia dapatkan dan tidak didapat itu, didata sebagai piutang atas suami. Sehingga suatu saat suaminya mampu maka dia boleh menagih nafkah dia yang tertunda.

Karenanya mualif rahimahullāh di sini memberikan satu pernyataan yang menggambarkan akan ketajaman redaksi para ulama. Kehati-hatian mereka dalam membuat suatu pernyataan.

Beliau mengatakan

فلها فسخ النكاح

Dia boleh meminta pembatalan pernikahannya melalui khulu’, yaitu dia mengajukan gugatan cerai dan mengembalikan mas kawinnya.

Seperti yang dikisahkan bahwa ada seorang wanita, seorang wanita yang disakiti oleh suaminya, dipukul oleh seorang sahabat yang suaminya bernama Tsabit bin Qais bin Syammas.

Dalam riwayat lain wanita tersebut dikisahkan namanya Sahlah bintu Suhail. Dia datang kepada Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan mengatakannya

يا رسول الله مالي و لثابت لا اطيق بغضا
"Ya Rasulullāh, sudahlah berakhir cerita aku dengan Tsabits, selesai. Aku tidak lagi tahan hidup bersamanya, aku tidak kuasa menahan rasa benciku kepada dia."
Dia ingin berpisah tetapi Sahlah bintu Suhail tahu bahwa ada larangan keras (ancaman keras) bagi wanita yang minta cerai tetapi dia dilematis, dia tidak lagi tahan menahan rasa bencinya kepada suaminya.

Maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam memberikan solusi (memberikan arahan)

أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ؟
Wahai Sahlah bintu Suhail apakah engkau bisa (siap) untuk mengembalikan mas kawinnya yang berupa satu petak ladang?
Maka Sahlah bintu Suhail mengatakan,

ان حديقته عندي يا رسول الله

Ladang yang pernah dia berikan kepadaku sebagai mas kawin masih ada, masih utuh tidak pernah aku jual atau belum berpindah tangan, maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam segera memanggil sahabat Tsabit bin Qais bin Syammas dan mengatakan:

اقْبَلِ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً
Terimalah mas kawin yang pernah engkau berikan, (pengembalian mas kawin itu terimalah) dan pisahlah dari dia.
Berpisahlah dari dia. Ya kenapa? Karena tentu mempertahankan pernikahan padahal salah satu dari kedua belah pihak itu akan menanggung atau ditimpa mafsadah (kerugian) tentu ini bukan cara yang bijak, bukan sikap yang hikmah karena pernikahan itu disyariatkan untuk membawa maslahat bukan untuk menyiksa, merugikan, atau menyengsarakan salah satu pihak.

Karena itu dalam Al-Quran ada satu prinsip besar, ada satu pedoman besar yang seharusnya menjadi acuan setiap kepala rumah tangga, setiap orang yang berumah tangga.

Allah subhānahu wa ta’ālā berfirman

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ ﴿النساء : ۱۹﴾
Dan pergaulilah (hiduplah) bersama istrimu dengan cara-cara yang ma'ruf, dengan cara-cara yang baik . [QS An-Nisa :19]
Tentu bukanlah cara yang ma'ruf, bukan cara yang baik kalau suami hidup satu rumah dengan istri namun ternyata ia membiarkan istrinya kelaparan, istrinya tidak memiliki pakaian, istrinya tidak mendapatkan tempat huni yang layak. Maka ini bukan cara yang ma'ruf.

Maka kalau sudah disepakati itu bukan cara-cara berumah tangga yang baik, maka tentu wajar bila istri meminta untuk diakhiri pernikahannya, agar apa? Agar dia tidak berkepanjangan tersiksa, terzhalimi (haknya terampas) karena walaupun dia istri, tetap dia mempunyai hak yang harus ia tunaikan. Dia memiliki hak yang boleh dia dapatkan.

Kalau dia tidak terima dengan perlakuan suami ini maka dia boleh menentukan sikapnya. Tidak ada kewajiban untuk bersabar dalam kezhaliman. Maka dia boleh meminta, walaupun kalau dia memaafkan dia bersabar tentu itu lebih baik

وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ اِنَّ ذٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ ࣖ ﴿الشورى : ۴۳﴾
Orang yang sabar tabah dan memaafkan orang yang menzhaliminya itu adalah lebih baik karena itu cermin akan kebesaran jiwanya. [QS Asy-Syura :43]
Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
بالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.