F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-183 Nafkah Istri Bagian Pertama

Audio ke-183 Nafkah Istri Bagian Pertama
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS| 21 Shafar 1445 H | 07 September 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-183

📖 Nafkah Istri (Bag. 1)


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله و أصحابه ومن والاه
اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Berbicara tentang rumah tangga, maka hal yang sangat prinsip dalam urusan rumah tangga, demikian pula hal yang sering menjadi pemantik terjadinya ketidakharmonisan rumah tangga adalah urusan ekonomi (nafkah).

Dalam struktur organisasi rumah tangga, suami dipilih untuk menjadi pemimpin, menjadi penanggung jawab, menjadi pengayom dari seluruh anggota keluarga. Dan istri beserta anak-anaknya dan secara khusus istri sebagai yang dipimpin.

Allāh subhānahu wa ta’ālā menyatakan,

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[QS An-Nisaa’: 34]

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ

Lelaki itu pemimpin yang terus bertanggung jawab (selalu) alias tanggung jawab ini melekat dengannya. Selama dia menjadi kepala rumah tangga, (menjadi suami), maka tanggung jawab ini melekat.

قَوَّٰمُونَ

Apa itu?

Qiwamah (قِوَامَة), kewajiban untuk meluruskan, menjaga, mengendalikan, memimpin, membimbing, membina istrinya.

Kenapa? Kenapa laki-laki dipilih?

بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ

Karena memang lelaki memiliki kelebihan, kelebihan fisik, kelebihan mental, kelebihan yang lainnya, termasuk,

وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ

Kelebihan dalam urusan harta.

Suami memberikan mas kawin, suami memberi nafkah, mencukupi, menafkahi, memberi sandang, pangan, papan kepada sang istri. Sehingga karena dia yang bertanggung jawab suami yang bertanggung jawab. Maka wajar bila Allāh subhānahu wa ta’ālā kemudian menunjuk suami sebagai pemimpin.

Tanggung jawab, urusan rumah tangga baik buruknya, sukses ataupun gagalnya rumah tangga, itu tanggung jawab terbesar ada di pundak suami. Karenanya seiring dengan besarnya tanggung jawab suami, maka Allah subhānahu wa ta’ālā memberikan hak yang besar pula kepada suami yaitu istri wajib taat, patuh, maka kepada sang suami, selama keinginan suami tidak bertentangan dengan aturan syari'at.

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أحدًا أنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ المرأةَ أنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِها(HR Tirmidzi)

Andai aku diberi kewenangan, andai aku diberi izin, untuk memerintahkan seseorang atau seorang manusia sujud kepada sesama manusia ini. Niscaya satu-satunya yang akan Aku perintahkan untuk sujud kepada sesama manusia adalah istri untuk sujud kepada suaminya.

Kenapa?

وذلك لعِظَمِ حقِّه عليها
Karena hak-hak suami itu sangatlah besar.
Bahkan dalam riwayat lain Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa, Andai suami itu sekujur tubuhnya penuh dengan luka yang mengeluarkan nanah. Kemudian istrinya membersihkan nanah-nanah itu dengan lidahnya (dijilati) hingga bersih. Maka istri tidak mungkin bisa membalas kebaikan suami. Tidak mungkin dengan itu bisa menunaikan hak-hak seorang suami.

Kenapa? Karena tanggung jawab besar yang ada di pundaknya. Bagi sebagian orang mungkin ini adalah sebuah diskriminasi atas hak wanita, tidak! Sama sekali tidak.

Kenapa? Karena Allah subhānahu wa ta’ālā dalam ayat yang lain telah memberikan satu kepastian bahwa wanita atau istri mendapatkan hak yang setimpal dengan tanggung-jawabnya, hak istri sebanding dengan tanggung jawab ataupun kewajibannya, hak suami juga sebanding dengan kewajiban suami.

Allah subhānahu wa ta’ālā berfirman,

وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِی عَلَیۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ
[QS Al-Baqarah: 228]

Istri-istri kalian, wanita-wanita itu memiliki hak yang (مِثۡلُ ٱلَّذِی عَلَیۡهِنَّ) sebanding, sejajar, selevel, sama beratnya, sama bobotnya dengan apa yang harus mereka tunaikan kepada suaminya. Semua itu dilakukan dengan cara-cara yang baik dengan cara-cara yang ma'ruf yang sewajarnya.

Hubungan suami istri bukanlah hubungan eksploitasi, suami menikah bukan untuk menjajah, menindas, memeras istri, sebagaimana istri dinikahi bukan untuk memeras, mengeksploitasi, dan kalau bahasa masyarakat memplokotho, mengeksploitasi, memeras suami. Tidak!

Hubungan mereka adalah hubungan imbal-balik, hubungan sayang menyayangi, hubungan kesetiaan, hubungan saling mencintai dan saling menunaikan hak masing-masing seutuhnya, semaksimalnya.

Karenanya dalam urusan rumah tangga, betul istri dalam Islam diwajibkan untuk tunduk, untuk patuh. Diwajibkan untuk lebih sering di dalam rumah tidak keluyuran, memamerkan kecantikannya, auratnya, di hadapan non mahram.

وَقَرۡنَ فِی بُیُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَـٰهِلِیَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ
[QS Al-Ahzab: 33].

Wahai kaum wanita, hendaknya kalian lebih memilih untuk menetap, lebih sering menetap di dalam rumah kalian, teruslah berada dalam rumah kalian. Jangan sekali-kali kalian memamerkan kecantikan kalian, kepada orang lain sebagaimana yang dahulu dilakukan oleh wanita-wanita jahiliyyah zaman sebelum kalian.

Dalam riwayat lain Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam menggambarkan akan tanggung jawab seorang wanita, ketika Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam sedang menjalankan ibadah haji. Ditanya oleh seorang sahabat, beliau bertanya,

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا حَقُّ ٱمْرَأَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ
Wahai Rasulullāh, apa hak istri kami yang harus kami tunaikan?
Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan, "Kalian mempunyai hak (berhak atas istri kalian) untuk apa? Agar mereka taat kepada kalian dengan cara yang ma'ruf, mereka tidak mengizinkan siapapun untuk menginjak karpet ataupun menginjakkan kaki di dalam rumahmu, kecuali orang yang kalian izinkan, kalian senang kalau dia itu berkunjung ke rumahmu."

أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ

Itu adalah tanggung jawab istri untuk tidak berinteraksi apa lagi sampai menerima sebagai tamu orang yang dibenci oleh suami. Alias istri berkewajiban menjaga perasaan, menjaga kehormatan, menjaga wibawa sebagai seorang suami.

فَإِنْ فَعَلْنَ

Kalau sampai istri kalian tidak menjaga itu, tidak menunaikan hal itu, maka kalian boleh memberikan pembelajaran, menegurnya, menghardiknya, bahkan sampai kalau memang dirasa perlu memberikan sedikit punishment (hukuman) agar istri jerah dari melakukan hal tersebut.

وليسَ لَكم إلَّا ذلِك

Kalian tidak punya hak lebih dari itu, tidak boleh memukul dengan kepalan tangan, menindasnya, apalagi merampas kekayaan hartanya, atau menodai menghinakan harga dirinya. Tidak sama sekali! Karena Anda menikahi mereka bukan untuk dijajah, mereka diciptakan bukan untuk Anda eksploitasi atau Anda hinakan.

Mereka diciptakan, Allāh izinkan kaum pria untuk menikahi kaum wanita, untuk dihormati, dimuliakan, dilayani, dilindungi, dibimbing dan disejahterakan tentunya. Karenanya Allāh subhānahu wa ta’ālā selain memberikan hak yang besar kepada suami, juga memberikan tanggung jawab yang besar, membebankan tanggung jawab yang besar, dan juga menyediakan ancaman, memberikan warning yang keras.

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
Cukup sebagai dosa yang besar bila suami itu telah menelantarkan nafkah keluarganya. (HR An-Nasai).
Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

بالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.