F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-177 Wanita yang Ditinggal Mati Suaminya Bagian Pertama

Audio ke-177 Wanita yang Ditinggal Mati Suaminya Bagian Pertama
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 13 Shafar 1445 H | 30 Agustus 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-177

📖 Wanita yang Ditinggal Mati Suaminya (Bag. 1)


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه
اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Di antara kondisi yang bisa saja terjadi dan dialami oleh setiap istri bila ia ditinggal mati oleh suaminya, bila suaminya meninggal dunia bukan menceraikan tetapi dia meninggal dunia, maka wanita tersebut secara otomatis dia harus menjalani masa ‘iddah. Masa ‘iddahnya adalah 4 bulan 10 hari.

Mungkin Anda berkata ini adalah salah satu fase satu masa yang panjang 4 bulan 10 hari lebih panjang dari masa ‘iddah wanita-wanita yang diceraikan, ya betul itu. Tetapi ingat bahwa dahulu di zaman Jahiliyah wanita yang ditinggal mati oleh suaminya akan menjadi barang warisan (diperebutkan) oleh ahli waris suaminya.

Di tradisi orang Arab dulu siapapun lelaki dari ahli waris suaminya yang terlebih dahulu melemparkan bajunya kepada wanita ini maka secara otomatis wanita tersebut akan menjadi miliknya. Dia tidak punya kewenangan untuk menolak.

Di sebagian penganut agama lain, wanita yang ditinggal mati oleh suaminya harus ikut obong diri (ikut dikremasi, dibakar hidup-hidup bersama suaminya). Naudzubillāh.

Dalam Islam tidak demikian, wanita yang ditinggal mati oleh suaminya memang dia harus berduka sepatutnya, dia harus menunjukkan, membuktikan bahwa dia kehilangan, dia bukan tipikal wanita yang mudah berpindah hati, tetapi ia juga bukan barang yang bisa diwarisi atau diperlakukan bagaikan hewan ternak.

Dia adalah tetaplah seorang manusia yang harus dihargai dan punya hak, dia masih tetap memiliki masa depan dan dia memiliki tanggung jawab dan hak-hak yang lain.

Maka dalam Islam disyari’atkan atas wanita yang ditinggal mati oleh suaminya untuk menjalani masa ‘iddah yaitu 4 bulan 10 hari. Allāh subhānahu wa ta’ālā berfirman,

وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَٰجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'‘iddah) empat bulan sepuluh hari. [QS Al-Baqarah: 234]
Dan orang-orang yang meninggal dari kalian kemudian ia meninggalkan,

وَيَذَرُونَ
Meninggalkan istri-istri mereka.
Maka istri mereka yang ditinggal mati oleh suaminya itu berkewajiban untuk menanti menunggu masa 4 bulan 10 hari sebelum ia kemudian memutuskan untuk menikah dengan laki-laki lain.

Dia harus menanti, menunggu, membuktikan, menunjukkan akan kesetiaannya kepada sang suami yang meninggal dunia. Dan untuk memastikan bahwa rahim dia, kandungan dia dalam kondisi kosong (tidak sedang terisi oleh janin) oleh anak dari suaminya yang meninggal dunia.

Dan kalau ditakdirkan ketika suaminya meninggal dunia wanita tersebut dalam kondisi hamil maka ia wajib menjalani masa ‘iddah hingga kandungannya terlahirkan (hingga ia melahirkan janin yang ada di dalam perutnya).

Al Imam Abu Syuja' rahimahullāh ta'ālā menjelaskan pembahasan ini dengan mengatakan,

ويجب على المتوفّى عنها زوجها الإحداد

Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya selain dia harus menunggu 4 bulan 10 hari sebelum dia memutuskan untuk menikah dengan lelaki lain, maka selama masa penantian tersebut (4 bulan 10 hari), wanita yang ditinggal mati suami harus menjalani, harus mengindahkan ketentuan-ketentuan, aturan-aturan syari'at yang disebut dengan ihdād (إحداد).

Ihdād (إحداد) yaitu menjauhkan dirinya, menghindari segala hal yang dapat memalingkan, menarik perhatian lawan jenis. Perhiasan, wewangian. Baik perhiasan yang berupa pakaian ataupun berupa perhiasan emas dan yang serupa.

Sebagaimana wanita tersebut yang ditinggal mati suaminya juga wajib menetap di dalam rumah yang ia huni ketika suaminya meninggal dunia. Untuk apa? Padahal suaminya telah meninggal dunia tidak akan kembali. Untuk membuktikan kesetiaan.

Kalau tempat tinggal yang pernah ia huni bersama suaminya, rumah yang pernah menjadi istana yang ia huni bersama suami yang masih setia menanti, menunggu, menghuni rumah tersebut apalagi suami pemilik rumah tersebut raja di rumah tersebut.

Ini sebagai ekspresi, ini sebagai pembuktian diri bahwa wanita atau muslimah bukanlah wanita yang haus, bukan wanita yang rakus, bukan wanita yang murahan, bukan wanita pengkhianat.

Tetapi wanita muslimah adalah wanita yang syarifah (terhormat) di dalam dirinya terdapat kesetiaan, di dalam dirinya terdapat sifat yang mulia, membalas kebaikan, membalas kehormatan yang pernah dia terima dari suaminya, ketika dia dipinang untuk menjadi seorang permaisuri (seorang istri) yang dia muliakan, dia cintai, dia layani dan dia lindungi. Pengorbanan sang suami tidak begitu saja dilupakan oleh sang istri.

Sehingga selama 4 bulan 10 hari, istri menunjukkan bahwa dia tidak lagi ada hasrat (dia kehilangan hasrat dengan lawan jenis). Buktinya apa? Dia tinggalkan perhiasan, dia tinggalkan mewangian, ia tidak keluar rumah. Itulah yang kemudian oleh Al Mualif disebut dengan ihdād (إحداد) yaitu,

الامتناع من الزّينة والطيب

Dia meninggalkan atau menanggalkan, melepas semua jenis aksesoris, jenis perhiasan yang menjadikannya semakin cantik dan juga menjauhi wewangian yang menyebabkan lawan jenis tertarik dengannya.

Karena secara faktual dua hal ini (perhiasan dan mewangian) menjadikan kecantikan wanita itu sempurna. Ketika seorang wanita terlebih seorang janda dia mengenakan perhiasan yang begitu indah, mewangian yang begitu semerbak harum, dua hal ini kemudian bersanding dengan parasnya yang cantik, suaranya yang lembut akan menjadikan hati kaum pria luluh.

Karena itu Islam menghindari terjadinya celah-celah, menutup semua celah terjadinya praktek-praktek yang tidak syarifah, praktek-praktek (tindakan-tindakan) yang tidak terhormat. Sebagaimana wanita menjaga diri, pria pun juga menjaga diri.

Sebagaimana pria menghindari dari melamar wanita tersebut maka wanita pun juga memproteksi diri, mengkondisikan diri agar tidak menjadi pusat perhatian lawan jenis.

Karena biasanya, biasanya kaum pria yang betul-betul terbiasa bertanggung jawab, terbiasa mengayomi, terbiasa memimpin, terbiasa mendidik ketika melihat makhluk Allāh, hamba Allāh yang lemah (wanita) yang mulia terbiasa berada dalam rumah, bukan wanita karir, bukan wanita yang terbiasa keluar dari rumah. Wanita yang betul-betul terbiasa hidup di dalam istana hanya melayani suami, seringkali menjadikan banyak pria merasa iba.

Bila rasa iba tersebut bertemu dengan kecantikan wajahnya, gemulai geraknya, suaranya yang lembut, mewangiannya yang semerbak dan perhiasannya yang indah. Maka hati pria mana yang kuasa menahan godaan tersebut.

Karena itu Islam menutup celah itu sampai berlalu masa 4 bulan 10 hari. Satu masa yang cukup untuk membuktikan kesetiaan wanita itu kepada suaminya yang telah meninggal dunia.

Dan satu fase, satu masa yang cukup untuk membuktikan bahwa dirinya tidak sedang hamil dari hubungan dengan suaminya yang meninggal dunia. Sehingga apapun bentuknya perhiasan, apapun bentuk mewangian itu akan menjadikan, merangsang lawan jenis untuk memperhatikan, untuk peduli, untuk kadang bahkan tergoda untuk melamarnya, memilikinya.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.


بالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.