F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-168 'Iddah Wanita Bag. 8 – ‘Iddah Budak Wanita Bag. 02

Audio ke-168  'Iddah Wanita Bag. 8 – ‘Iddah Budak Wanita Bag. 02
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN | 21 Dzulhijjah 1444 H | 10 Juli 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-168

📖 'Iddah Wanita (Bag. 8) – ‘Iddah Budak Wanita #2


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، و الصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه
اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Di antara hal yang patut untuk ditekankan pada kesempatan ini kita berbicara tentang haramnya menggauli wanita yang sedang hamil, padahal hubungan kita dengan wanita itu hubungan yang formil, hubungan yang sah secara syariat diakui, yaitu kita membeli budak atau kita mendapatkan bagian dari rampasan perang. Ini adalah satu kepemilikan yang sah secara syariat, tidak diragukan sedikitpun, secara hukum positif ataupun secara hukum agama.

Kalau di negeri Islam orang membeli budak itu sah diakui secara undang-undang secara peraturan, demikian pula kalau dia itu mendapatkan rampasan perang (tawanan perang) maka kepemilikannya itu valid sah.

Kalau itu terjadi pada orang yang memiliki wanita budak secara legal dia tidak boleh menggaulinya apalagi bila kehamilan tersebut terjadi di luar nikah tanpa ada hubungan dan kemudian wanita itu dinikahi dan kemudian suaminya ingin menggaulinya secara langsung tanpa menunggu kelahiran si janin.

Di masyarakat kita banyak terjadi hubungan-hubungan gelap, perzinahan, perselingkuhan, hubungan di luar nikah. Kemudian ketika si wanita hamil, dalam banyak kasus dia dinikahkan dengan lelaki yang tidak menghamilinya (dengan lelaki lain). Dari keluarga wanita tidak ingin anaknya ini dinikahi oleh lelaki hidung belang yang menghamilinya karena mereka tahu lelaki itu tidak bertanggungjawab, lelaki itu buruk, lelaki itu jelek, lelaki itu jahat, agamanya buruk misalnya.

Akhirnya mereka berusaha membujuk rayu sebagian pemuda atau yang lainnya dinikahkan dengan dia. Tentu ini adalah satu kemungkaran yang besar karena dengan proses pernikahan ini akan membuka peluang terjadinya atau terbukanya satu ancaman besar yaitu terjadinya percampuran nasab. Sang laki-laki menggauli wanita yang sedang dalam kondisi hamil dari lelaki lain.

Padahal status pernikahan lelaki dengan wanita yang sedang hamil dari hubungan zina baik kehamilan itu terjadi atas hubungan badan dengan lelaki lain ataupun dengan lelaki yang akan menikahinya. Ini masalah-masalah yang diperselisihkan di kalangan para ulama.

Banyak ulama yang mengatakan haram bahkan tidak sah menikahkan wanita yang sedang hamil, baik dengan lelaki yang menghamilinya (menzinahinya) atau dengan lelaki lain. Kalau itu sampai terjadi maka hukum pernikahannya itu diperselisihkan. Menurut mayoritas sekali lagi tidak sah hukum pernikahannya.

Sehingga ketika dipaksakan ini sama saja melegalkan merestui terjadinya praktek perzinahan yang terus-menerus sehingga dari sini dapat dipahami wanita yang sedang hamil idealnya dia tidak dinikahkan, tidak dinikahi, tidak digauli baik melalui proses pernikahan ataupun melalui proses pembelian budak. Tujuannya adalah untuk memastikan agar nasab itu tidak bercampur aduk.

Ini menjadi pelajaran penting. Di masyarakat kita seringkali ada persepsi yang mengatakan bahwa kalau tidak dinikahkan kasihan, malu, apa kata orang nanti punya anak di luar nikah, kasihan si perempuan tersebut. Kita harus perlu tutupi.

Subhānallāh. Dia berzina, dia berbuat dosa. Seharusnya dia bertanggung jawab, dia menanggung resiko malu agar dia tidak ceroboh, agar esok tidak lagi gegabah berzina dan agar menjadi pelajaran bagi wanita-wanita lain agar tidak mudah-mudah menjalin hubungan dengan lelaki di luar pernikahan.

Kenapa? karena rasa malunya akan terus dia pikul seumur hidup, sehingga muncul efek jera disini. Tetapi ketika masyarakat justru mensupport, membela, berempati, maka tidak ada efek jera di masyarakat, terlebih hukum perzinahan tidak diterapkan di masyarakat. Tidak ada cambuk, tidak ada rajam.

Di sisi lain hal-hal yang dapat mendorong terjadinya perzinaan begitu luar biasa, banyak dan bervariatif. Pakaian, penampilan, pergaulan, media sangat mendukung terjadinya perzinahan. Kalau tokoh-tokoh agama justru berempati, membela, melindungi, menutupi, maka lengkaplah. Lengkaplah sudah! Tidak ada lagi kekhawatiran, tidak ada lagi ketakutan kalau berzina.

Kenapa? Kalaupun dia berzina si lelaki berkata jangan khawatir saya akan nikahi kamu, kita akan segera menikah, sehingga terjadilah praktek-praktek perzinahan bahkan di usia yang sangat dini. Na’udzubillāh.

Karena itu secara tinjauan dalil apa yang dipraktekkan di negara kita, alhamdulillāh walaupun dalam madzhab kita madzhab Syafi'i tetapi secara praktek di lembaga KUA (Kantor Urusan Agama) mengambil sampai saat ini KUA (Departemen Agama) tidak mau, tidak merestui terjadinya pernikahan wanita yang sedang hamil, baik dengan lelaki yang menghamilinya atau dengan lelaki lain.

Secara regulasi ini sudah sangat bagus karena akan menimbulkan efek jera. Namun praktiknya di lapangan seringkali ada kongkalikong, ada oknum yang nakal, pura-pura tidak tahu padahal dia tahu atau pemalsuan data dan dokumen yang dilakukan oleh sebagian oknum. Dan ini perlu edukasi, perlu efek jera baik pada pejabat tersebut ataupun pada masyarakat. Agar masyarakat kita terjaga dari perbuatan perbuatan nista semacam ini

Ini yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

بالله التوفيق والهدايه
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.