F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-17 Riba Perdagangan Bagian Kedua

Audio ke-17 Riba Perdagangan Bagian Kedua
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA | 24 Dzulqa’dah 1444 H | 13 Juni 2023 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-17

📖 Riba Perdagangan Bagian Kedua

بسم الله الرحمن الرحيم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتة
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشهد أن لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه. أَمَّا بَعْدُ د

Pada kali ini kita sampai pada pernyataan al-muallif rahimahullah:

ولا بيع ما ابتاعه حتى يقبضه ولا بيع اللحم بالحيوان

Katanya, sebagaimana tidak boleh menjual barang yang sudah dijual tersebut (menjual emas) sampai betul-betul emasnya itu diterima terlebih dahulu, baru dijualbelikan lagi dengan emas atau dengan perak agar tidak terjadi celah riba.

Betul-betul terjadi serah terima fisik, ini emasnya dan ini peraknya atau ini emasnya dan ini emasnya, tidak boleh ketika anda ingin menjual emas yang lama untuk membeli emas yang baru kemudian anda serahkan emas yang lama kepada pemilik toko kemudian oleh pemilik toko dicatat, "Saya catat anda memiliki uang di saya misalnya 10 juta silahkan pilih emas yang ada nanti tinggal saya potong atau saya minta tambah saja atau yang disebut dengan tukar tambah", hal semacam ini tidak di benarkan.

Kalau memang mau membeli dan menjual, jual dulu secara sah, putus selesai terjadi pembayaran (serah terima barang), baru selanjutnya kita membeli barang yang kita butuhkan, ini kalau transaksinya terjadi pada komoditi riba.

Yaitu kelompok standar nilai dan alat transaksi dan kelompok makanan, di sini al-muallif rahimahullah ta'ala karena beliau bermadzhab (berafiliasi) ke madzhab Syafi’i, beliau mengatakan kelompok kedua adalah kelompok bahan makanan, ini madzhab Syafi'i rahimahullah ta'ala.

Sehingga dalam madzhab Syafi'i semua jenis makanan yang dimakan oleh manusia sebagai makanan pokok atau non makanan pokok, tidak boleh diperjualbelikan dengan barang yang sama kecuali dengan memenuhi dua kriteria; sama takaran dan serah-terima fisik (tunai).

Tapi ketika berbeda jenis, misalnya gandum dengan jagung (sama-sama makanan) tetapi beda jenis, maka harus memenuhi satu kriteria yaitu terjadi serah terima fisik di saat transaksi sehingga ketika mereka berdua berpisah tidak lagi tersisa, tidak ada lagi barang yang belum diserah-terimakan. Ini penjelasan dalam madzhab Imam Syafi'i rahimahullah ta'ala.

Menurut ulama yang lain, kelompok harta kedua yang berlaku padanya hukum riba adalah kelompok makanan pokok. Adapun non makanan pokok, maka tidak berlaku padanya hukum riba. Ini penjelasan dalam madzhab Imam Malik.

Beliau (Imam Malik) menjelaskan bahwa yang berlaku padanya hukum riba adalah kelompok makanan pokok dan bumbu, karena makanan pokok dan bumbu dibutuhkan oleh semua orang.

Sedangkan berlakunya hukum riba itu mempunyai tujuan, mempunyai illah (alasan) yang ingin dicapai yaitu adanya stabilitas pangan. Dan stabilitas pangan tercapai dengan makanan pokok dan kelompok bumbu, yang itu merupakan hajat semua manusia.

Sehingga dalam madzhab Maliki memperjualbelikan gandum dengan sayur mayur bebas, boleh serah terima fisik di majelis atau pun tidak, boleh sama takarannya dan tidak. Karena sayur mayur bukan kelompok makanan pokok dan juga bukan kelompok bumbu.

Sehingga dalam madzhab Malik lebih sempit sedangkan dalam madzhab Syafi'i lebih luas, dan wallahu ta'ala alam pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat yang diajarkan oleh madzhab Imam Malik, bahwa yang berlaku padanya hukum riba bukan semua jenis makanan, tetapi jenis makanan yang itu dijadikan sebagai makanan pokok masyarakat atau pun sebagai bumbu masakan mereka.

Karena ini merupakan hajat semua insan, sehingga kesimpulannya jual beli dengan barter (tukar menukar barang), kalau itu terjadi pada alat transaksi dan standar nilai emas dan perak, dan yang disebut emas ini emas yang zaman dahulu (klasik) adapun emas putih apalagi emas hitam itu tidak dikatakan emas dalam literasi syari'ah (fiqih Islam), sehingga anda boleh membarterkan emas putih dengan emas kuning sesuka anda.

Bisa dengan tunai, bisa dengan sama nilainya karena sejatinya emas putih bukanlah emas sehingga tidak berlaku padanya hukum riba.

Dan perlu ditekankan kembali ini berlaku pada skema barter;

Membarterkan alat transaksi dan standar nilai dengan sesama alat standar nilai, kalau barangnya sama, maka syaratnya dua, yaitu tunai dan sama timbangannya.
Kelompok kedua adalah kelompok makanan pokok dalam madzhab Malik, dan itu tadi yang kita katakan sebagai pendapat yang lebih rajih atau kelompok makanan secara umum dan ini adalah pendapat dalam madzhab Syafi'i.

Ketika terjadi barter antara barang yang sejenis yang fungsinya sama sebagai makanan pokok maka harus memiliki dua kriteria yaitu sama takaran dan serah terima fisik tunai.

Karena itu di sini al-muallif mengatakan:

ولا بيع اللحم بالحيوان
"Tidak boleh memperjualbelikan daging dengan hewan yang masih hidup.”
Kenapa? Karena takarannya tentu beda, padahal hewan yang masih hidup itu biasanya akan disembelih dan ujung-ujungnya akan menjadi bahan makanan kembali, sehingga tidak memenuhi kriteria sama takaran.

ويجوز بيع الذهب والفضة متفاضلا نقدا
"Sebagai aplikasinya pula boleh memperjualbelikan emas dengan perak tidak sama timbangan (متفاضلا), asalkan tunai (نقدا).”
وكذلك المطعومات لا يجوز بيع الجنس منها بمثله إلا متماثلا نقدا

Sebagaimana halnya dalam semua jenis bahan makanan menurut madzhab Syafi'i atau semua jenis makanan pokok menurut madzhab Maliki dan itu yang kita anggap sebagai pendapat yang lebih kuat. Tidak boleh diperdagangkan (dibarterkan) dengan barang yang sama dan serupa fungsinya kecuali dengan memenuhi dua kriteria متماثلا (sama takaran) dan نقدا (tunai).

Jadi kalau sama fungsinya yaitu sebagai makanan atau sebagai makanan pokok menurut pendapat yang rajih, tapi jenisnya berbeda (gandum dengan kurma) maka boleh dilakukan secara tidak sama takaran asalkan tunai.

Itulah yang beliau nyatakan.

ويجوز بيع الجنس منها بغيره متفاضلا نقدا

Boleh memperjual belikan satu jenis makanan dengan jenis makanan yang lain (satu jenis makanan pokok dengan jenis makanan pokok yang lain) selama itu dilakukan secara tunai, walaupun takarannya berbeda.

Ini yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini, semoga bermanfaat menambah hasanah keilmuan kita. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.