F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-146 Suami Bersumpah untuk Tidak Menggauli Istrinya Bag. 4

Audio ke-146 Suami Bersumpah untuk Tidak Menggauli Istrinya Bag. 4
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 12 Dzulqa’dah 1444 H | 01 Juni 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-146

📖 Suami Bersumpah untuk Tidak Menggauli Istrinya Bag. 4

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه
اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Masih bersama tema ila' yaitu bila suami bersumpah untuk tidak menggauli istrinya. Dan telah disampaikan bahwa dalam Mazhab Syafi'i, seorang lelaki yang bersumpah untuk tidak menggauli istrinya dan sumpah itu dia batasi waktu lebih dari 4 bulan baik secara mutlak terbuka untuk tidak menggaulinya selama-lamanya atau dalam tempo waktu lebih dari 4 bulan maka itu dianggap sebagai orang yang ila'. Walaupun dalam status batas minimal ila' ini memang masalah yang diperselisihkan di kalangan para ulama.

Dan telah disampaikan bahwa secara prinsip bila suami memiliki alasan yang kuat untuk melakukan hal itu, bersumpah tidak menggauli istrinya sebagai salah satu bentuk dari hajr. Menghajr istrinya dalam rangka memberikan تأديب, peringatan, hukuman psikis sebagai warning dari suami bahwa bisa jadi mereka tidak lagi bersatu, maka ini hukuman yang sangat berat sejatinya bagi wanita.

Karena ada alasan yang kuat itulah kemudian suami mengambil tindakan ini. Bisa jadi setelah nasehat, teguran, hukuman yang lain tidak mempan, maka suami seakan-akan berancang-ancang untuk mulai membuka opsi untuk mengakhiri pernikahan kalau memang berbagai langkah تأديب, tarbiyah tidak bermanfaat dan istri terus mengulang kesalahan dan kesalahannya maka suami boleh melakukan hal itu.

Karena dahulu Nabi pun pernah melakukannya tatkala istri-istri Beliau melakukan suatu tindakan yang kurang berkenan di hati Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersumpah untuk tidak menggauli mereka selama satu bulan penuh dan itu oleh Abdullah bin Abbas serta yang lainnya dinyatakan sebagai Ila :

آلَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نِسَائِهِ شَهْرًا

Nabi bersumpah tidak menggauli istrinya selama satu bulan.

Kemudian Al Imam Al Mualif Abu Syuja' mengatakan,

ويُؤَجَلُ لهُ إِن سألت ذلك أربعة أشهر، ثمَّ يُخَيَّرُ بعدها بين الفيئة والتكفير أو الطلاق

Kalau suami telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya lebih dari 4 bulan dengan alasan yang dibenarkan, jelas-jelas ada kronologi yang melatar belakanginya atau bisa jadi alasan itu tidak ketahuan baik mertua, orang tua apalagi hakim. Tidak tahu-menahu kenapa sampai terjadi seperti itu? Tetapi secara logika dan tradisi suami tidak mungkin melakukan tindakan ini, tidak menggauli istrinya selama 4 bulan. Padahal dia sendiri sejatinya juga butuh akan hal itu, lelaki normal. Tetapi tentu tindakan ini pasti didasari oleh alasan yang kuat. Karena itu kalau itu terjadi maka,

يُؤَجَلُ لهُ

Dia diberi tangguh untuk meneruskan sumpahnya itu selama 4 bulan ( أربعة أشهر ). Silahkan kau jalani sumpahmu itu, engkau penuhi sumpahmu tersebut selama 4 bulan.

Ketentuannya bila istri menuntut (tidak terima) dengan sikap suami tersebut sehingga dia merasa dirugikan, merasa disakiti, merasa dizhalimi, maka setelah 4 bulan, genap 4 bulan maka suami diberi pilihan. Selama 4 bulan suami dibiarkan dengan sikapnya, bersumpah untuk tidak menggauli istrinya, untuk mengakomodir alasan-alasan yang ada pada diri suami. Namun alasan apapun yang melatarbelakangi suami untuk tidak menggauli istrinya selama 4 bulan itu sudah cukup.

Islam memberikan ketetapan bahwa apapun alasannya tidak menggauli istri selama 4 bulan sudah cukup sebagai bentuk hukuman kalau memang hukuman itu bertujuan untuk memperbaiki, memberikan hukuman psikis kepada istri, berikan teguran keras itu sewajarnya sudah cukup.

Ketika sudah lewat 4 bulan, maka tujuan-tujuan تأديب, tujuan-tujuan memberikan edukasi, teguran, hukuman tersebut punishment itu sudah bertentangan dengan aspek lain. Yaitu apa? Ancaman terjadinya perzinahan. Karena lelaki dan wanita pun sama.

Bisa jadi suami punya istri lain sehingga dia bisa bertahan 4 bulan lebih. Setahun dua tahun tidak masalah. Karena dia bisa menyalurkan nafsunya kepada istri yang kedua, ketiga dan keempat. Tetapi sang istri, dahulu Umar bin Khattab pernah bertanya kepada Hafsah putri beliau sendiri.

كَمْ تَصْبِرُ الْمَرْأَةُ عَنْ زَوْجِهَا؟

Biasanya wanita itu berapa lama maksimal bisa bertahan untuk tidak bergaul dengan suaminya?

Maka Hafsah berdasarkan pengalaman menyatakan bahwa maksimal 4 bulan. Maka Umar bin Khattab radhiyallāhu ta’ālā ‘anhu kala itu memberikan satu instruksi agar pasukan yang dikirim untuk berperang, mereka maksimal selama 4 bulan sekali harus pulang (berganti dengan pasukan yang lain). Untuk apa? Untuk melampiaskan nafsunya dan juga menunaikan kewajibannya sebagai suami, memenuhi kebutuhan batin istrinya. Ini secara tradisi semacam itu.

Karenanya kalau suami dengan alasan-alasan yang menurut dia itu kuat bersumpah tidak menggauli istrinya. Tetapi setelah 4 bulan alasan tersebut bertentangan dengan potensi terjadinya mafsadah besar (ancaman besar) yang menyelimuti sang istri yaitu potensi terjadinya perzinahan. Maka Islam menjadikan ini sebagai batasan maksimal. Kalau tujuannya pendidikan maka tujuan pendidikan itu sudah tercapai, kalau itu tujuannya adalah memberikan sebagai punishment (hukuman, teguran keras) maka itu sudah tercapai. Selebihnya terbuka ancaman besar.

Maka Islam memberikan ini batasan. Ketika sudah 4 bulan suami diberi pilihan kembali menggauli istrinya sebagaimana sewajarnya suami istri atau kalau dia tetap kekeuh untuk tidak menggauli istrinya maka dia diwajibkan untuk apa? Untuk menceraikan istrinya agar istrinya segera mendapatkan kepastian, kejelasan. Kalau memang diceraikan dia akan segera melalui masa ‘iddah dan kemudian kalau masa ‘iddahnya berlalu dia bisa menikah dengan lelaki lain.

Tetapi kalau ternyata suami memilih opsi pertama yaitu kembali karena memang niat dia bersumpah itu adalah untuk memberikan teguran keras kepada sang istri dan Islam memberikan batas maksimal dan dia patuh dengan batasan itu. Dia memilih untuk kembali menggauli sang istri maka dia harus membayar kafarat. Kenapa? Karena dia telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya lebih dari 4 bulan atau bersumpah untuk tidak menggauli istrinya selama lamanya.

Namun ternyata secara ketentuan syari'at dia tidak boleh melanjutkan dan dia harus melanggar sumpahnya tersebut. Dia harus putuskan sumpah tersebut agar tidak terjatuh dalam mafsadah yang lebih besar. Menzhalimi istri secara berlebihan, menjadikan istri terjerembab dalam kondisi yang dilematis, bertahan sebagai istri tapi tidak dinafkahi secara batin, ingin menikah dengan lelaki lain tapi juga tidak bisa karena dia masih berstatus sebagai istri.

Maka setelah 4 bulan suami ketika dia tidak ingin menceraikan istrinya karena dia masih cinta, dia ingin mempertahankan hubungan rumah tangganya dia harus mengakhiri sumpahnya. Dan karena dia secara de facto (secara nyata) telah melanggar sumpahnya maka dia harus membayar kafarat (membayar kafarat sumpah).

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

بالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.