F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-160 Li'an Bag. 6

Audio ke-160  Li'an Bag. 6
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU| 2 Dzulhijjah 1444 H| 21 Juni 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-160

📖 Li'an (Bag. 6)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاهاما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Masih bersama tema Al-Li'an.

Dikisahkan pada kisah Hilal ibnu Umayyah yang telah menuduh istrinya berzina, setelah Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan prosesi Li'an antara mereka berdua, memimpin prosesi Li'an antara mereka berdua. Kemudian Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada mereka berdua,

اللَّهَ يَعْلَمُ أنَّ أحَدَكُما كاذِبٌ
Dan Allāh sudah tahu bahwa satu dari kalian berdua telah berdusta.
Tidak mungkin semuanya benar, satu dari kalian pasti berdusta.

Kemudian Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam menyatakan,

أرقبها

Awasi, tunggu kelahiran jabang bayi yang ada di dalam perut istri Hilal ibnu Umayyah!

فإنْ جاءَتْ به أكْحَلَ العَيْنَيْنِ

Kalau anak yang dilahirkan oleh wanita ini, bola matanya hitam pekat.

سابِغَ الألْيَتَيْنِ
Pantatnya besar

خَدْلَجَ السّاقَيْنِ

Betisnya itu besar


فَإنه لِشَرِيكِ بْنِ سَحْماء

Maka itu jelas anak titisan dari sang pezina yaitu Syarik bin Sahma'.

Maka setelah berlangsung sekian lama, wanita itu kemudian melahirkan jabang bayi dan terbukti jabang bayi yang lahir seperti yang disebutkan oleh Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Bola matanya hitam legam, pantatnya besar, betisnya besar.

Maka ketika Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam mendapatkan informasi bahwa jabang bayi yang dilahirkan oleh wanita itu (mantan istri Hilal ibnu Umayyah) seperti yang Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam sebutkan.

Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam menyatakan,

لَوْلا ما مَضى مِن كِتابِ اللَّهِ لَكانَ لِي ولَها شَأْنٌ

Andai bukan karena telah menjadi ketetapan Allāh bahwa suami dan istri yang telah menjalankan prosesi Li'an tidak ada dari mereka yang dihukumi, tidak ada dari mereka yang dicambuk atau dirajam.

Kata Nabi kalau bukan karena ketetapan ini sudah turun dari Allāh,

لَكانَ لِي ولَها شَأْنٌ

Niscaya aku akan membuat perhitungan ulang dengan wanita itu. Niscaya akan aku tegakkan hukum rajam pada wanita itu karena terbukti secara meyakinkan bahwa wanita itu telah berzina.

Namun karena Allāh dengan tegas telah menyatakan,

وَيَدۡرَؤُاْ عَنۡهَا ٱلۡعَذَابَ
Wanita punya peluang untuk menepis, menggugurkan hukum rajam atas dirinya. [QS An-Nur: 8]
Dengan cara apa? Dengan cara merespon Li'an sang suami, yaitu dengan bersaksi sebanyak empat kali, bahwa tuduhan suami itu palsu (dusta) dan kemudian menggenapkan dengan sumpah yang kelima menyatakan bahwa dirinya akan ditimpa murka Allāh bila terbukti bahwa sang suami benar pada tuduhan.

Adanya hukum Li'an dijelaskan oleh para Fuqaha, hukum Li'an itu hanya bisa dijalankan di majelis hakim, dihadapan seorang Qadhi. Kenapa? Karena momentum ini, kejadian ini adalah kejadian yang sarat dengan emosional, sehingga bila suami istri, masing-masing saling melaknati tanpa di bawah pengawasan hakim, maka akan berpotensi menimbulkan kekacauan bahkan bisa jadi pertumpahan darah.

Karenanya para ulama menjelaskan proses Li'an harus dijalankan di majelis hakim atau di bawah bimbingan seorang hakim. Hakim akan menuntun mereka berdua ke masjid untuk memberikan, menambahkan suasana sakral. Sehinga sang suami atau istri tidak bermain-main dalam keputusan mengikuti atau menjalani proses Li'an ini.

Para ahli Fiqih juga menjelaskan bahwa bila sang suami telah menuduh istrinya berzina kemudian sang istri tidak terima dengan tuduhan itu, tidak mengakuinya. Maka harus dijalani proses Li'an. Dan kalaupun sang istri diam, sang istri tidak menuntut, bahkan mungkin memaafkan (nerimo) karena merasa dirinya lemah.

Posisinya tidak ada yang membela dan seterusnya, mengkhawatirkan nasib anak-anaknya dan lain sebagainya, dia lebih memilih untuk diam, memendam rasa sakit hatinya. Maka diamnya sang istri tidak bisa menjadi alasan gugurnya hukum atas sang suami.

Suami yang telah menuduh istrinya berzina akan dicambuk 80 kali bila dia tidak mendatangkan bukti, kecuali bila dia mengikuti prosesi Li'an.

Jadi Li'an ini bukan pilihan, Li'an adalah suatu kepastian yang harus dijalani oleh suami yang telah menuduh istrinya berzina, walaupun sang istri tidak menuntut. Selama sang suami tidak bisa mendatangkan bukti.

Demikian yang bisa kita simpulkan dari sabda Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam,

بَيِّنَك وإلَّا حَدٌّ في ظَهْرِكَ

Datangkan buktimu, kalau tidak engkau akan dicambuk sebanyak 80 kali di punggungmu.

Ahli Fiqih juga menjelaskan, dengan ketetapan ini, bahwa walaupun sang istri tidak menuntut tetapi hakim wajib menegakkan hukum Li'an bila tidak mencambuknya, menegakkan hukum Qadzaf atas sang suami. Kenapa? Karena hukum Qadzaf itu bercampur antara hak-hak Allāh dan hak-hak istri.

Hak-hak Allāh berupa ketertiban umum, kalau sang suami dibiarkan semena-mena, gegabah menuduh istrinya berzina, maka ini akan terjadi kezhaliman yang luar biasa.

Kezhaliman yang luar biasa atas sang istri. Sering kali istri merasa tidak berdaya, tidak mampu, orang tuanya mungkin sudah meninggal, anak-anaknya masih kecil. Dia tidak bisa untuk mandiri, dia sangat bergantung dengan nafkah yang diberikan sang suami.

Akhirnya dia memilih untuk diam, padahal tindak kezhaliman dalam Islam, tidak akan membiarkan ada siapapun dizhalimi, ditindas, disakiti tanpa ada pembelaan.

Islam akan menegakkan keadilan, kemudian kalau sudah terjadi Li'an antara keduanya, maka mereka tidak lagi bisa rujuk dan ini penjelasan tentang hukum Li'an ini perlu digaris bawahi bahwa itu berlaku bila sang suami betul-betul menuduh istrinya berzina dengan mengatakan, "Engkau telah berzina" atau dengan mengatakan bahwa, "Engkau telah serong dikumpuli, digauli oleh lelaki lain" misalnya, atau ucapan serupa yang memiliki arti bahwa istri telah berzina.

Tetapi bila suami meragukan status sang anak, bukan meragukan kesucian istrinya, istrinya tidak berzina namun dia diperkosa atau terjadi nikah syubhah. Istrinya mempunyai saudara kembar sehingga suami dari saudari kembarnya salah kamar (bisa jadi), itu yang disebut dengan syubhah. Kemudian terjadi hubungan badan tanpa perzinaan (tanpa sengaja).

Maka suami tidak sedang menuduh istri berzina tetapi dia meragukan status anak, bahwa anak itu bukan dari dirinya, titisan dirinya. Maka dalam kondisi semacam ini para ulama mengatakan, kalau suami tidak menuduh istri berzina tetapi tidak mengakui nasab sang anak, karena memang anak itu tercipta dari air mani lelaki lain, karena tadi diperkosa atau yang serupa. Maka kalau itu yang terjadi maka tidak disyari'atkan untuk Li'an.

Apa yang dilakukan?

Yang dilakukan adalah mengundang qafah (قافة) seorang pakar yang ahli membaca, mendeteksi, sidik jari kaki ataupun sidik jari tangan, untuk membandingkan apakah sang anak itu identik dengan ayahnya.

Kalau zaman sekarang mungkin dengan tes DNA, kalau ternyata didapat identik, maka cukup itu sebagai bukti bahwa itu adalah anaknya. Tapi kalau ternyata terbukti tidak identik maka sang suami boleh secara hukum syari'at tidak mengakui nasab sang anak.

Sehingga anak itu tidak dinasabkan kepada dirinya, tidak bisa mewarisi dirinya, walaupun dia masih boleh mempertahankan istrinya. Karena bisa jadi istrinya tidak berzina. Sekali lagi! Istrinya diperkosa ataupun hal-hal serupa.

Ketika sang istri misalnya menjalani inseminasi buatan, karena mereka lama tidak mempunyai anak keturunan, kemudian atas pertimbangan medis sang istri mungkin masih bisa untuk hamil dari air mani sang suami, maka mereka menjalani program bayi tabung. Namun ternyata sang dokter salah memasukan sperma. Bukan sperma suami yang dimasukan tetapi sperma orang lain. Baik disengaja oleh dokter ataupun tidak disengaja.

Maka suami boleh untuk tidak mengakui sang anak tanpa harus melalui proses Li'an, dengan apa? dengan memanfaatkan teknologi yang sudah sangat modern yaitu test DNA ataupun qafah (قافة) seperti yang ada di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.