F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-140 Rujuk Bagian Ketiga

Audio ke-140 Rujuk Bagian Ketiga - Kitab An-Nikah Matan Abu Syuja
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 04 Dzulqa’dah 1444 H | 24 Mei 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-140

📖 Rujuk Bagian Ketiga

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه
أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Sebelumnya kita telah berbincang-bincang bahwa bila seorang suami telah menceraikan istrinya sekali atau dua kali, maka perceraian ini disebut dengan Talak Raj'i (طلاق رجعي) yang suami memiliki kewenangan mutlak untuk meruju’ istrinya selama masih berada di masa ‘iddah, selama masa ‘iddahnya belum berakhir.

Dan telah disampaikan pula bahwa kewenangan suami untuk meruju’ itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dengan redaksi yang lugas, “saya ruju’.” Kemudian juga adanya saksi yaitu minimal 2 orang yang menyaksikan suami menyatakan, “saya ruju’ istri saya yang telah saya ceraikan.”

Kemudian Allāh subhānahu wa ta’ālā juga memberikan persyaratan bahwa ruju’ itu harus dimotivasi, didorong, dilandasi oleh i'tikad baik, hasrat keinginan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh membina kembali rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Tidak boleh ada niatan sedikitpun untuk memperpanjang kesempatan membuka kembali lembaran untuk bisa menyakiti, mengganggu, menzhalimi pasangannya.

Bila ketentuan-ketentuan ini terpenuhi, maka suami berhak untuk meruju’ istrinya, walaupun istrinya tidak rela, tidak suka, istrinya benci untuk ruju’. Karena memang kewenangan ruju’ ini Allāh berikan kepada siapa? Kepada suami. Dan catatannya sekali lagi, hak itu hanya berlaku selama masa ‘iddah. Adapun bila masa ‘iddahnya telah berakhir, maka suami tidak bisa ruju’ kembali. Dan itu yang akan kita bicarakan pada kesempatan ini.

Al Imam Abu Syuja' mengawali penjelasan tentang masalah ini, yaitu ketika masa ‘iddahnya telah berakhir. Beliau berkata,

فإذا انقضت عدتها حل له نكاحها بعقد جديد وتكون معه على ما بقي من الطلاق

Bila masa ‘iddah itu telah berlalu, maka secara ketetapan hukum secara prinsip dasar bahwa wanita tersebut betul-betul telah terbebas dari ikatan nikah.

Sehingga dia boleh menikah dengan lelaki siapapun tanpa menunggu restu dari mantan suaminya. Karena mereka telah betul-betul terpisah. Tidak ada lagi ikatan pernikahan antara mereka. Ikatan hubungan akad yang dulu pernah ada betul-betul telah terurai.

Sehingga wanita tersebut boleh menikah dengan laki-laki lain termasuk kalau memang akhirnya kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri ini) menyesali keputusan mereka dan berencana untuk ruju’ kembali, menikah kembali, maka mereka tidak bisa serta merta ruju’.

Suami tidak bisa serta merta ruju’. Tetapi apa? Harus melalui prosesi pernikahan baru. Sehingga lelaki tersebut (mantan suami tersebut) kembali melamar mantan istrinya, kemudian diadakan akad pernikahan, walimah baru, ada saksi baru dan mas kawin baru. Karena apa? Karena ketika wanita itu telah keluar dari masa ‘iddah, masa ‘iddahnya telah berakhir, berarti mereka betul ajnabiyan (اجنبي), tidak ada hubungan apapun di antara mereka.

Sehingga kalau muncul keputusan baru untuk merajut kembali pernikahan maka itu adalah akad baru yang harus memenuhi seluruh ketentuan dan kriteria pernikahan yang dibenarkan dalam syari'at, diajarkan dalam syari'at. Karena apa? Karena pernikahan yang pertama itu telah gugur. Betul-betul telah terputus. Tidak lagi tersisa sedikitpun dari hukum-hukum pernikahan yang pertama.

بعقد جديد

Al Mualif di sini menyatakan bahwa, mantan suami bisa kembali kepada mantan istrinya dengan akad baru.

Penjelasan ini sudah cukup mewakili tanpa perlu harus menyebutkan adanya wali, adanya walimah, adanya mas kawin, adanya saksi. Karena ketika beliau mengatakan,

بعقد جديد

Secara otomatis sudah difahami bahwa yang dimaksud akad menurut para ahli fiqih adalah akad yang sempurna, akad yang utuh. Sehingga tidak boleh ada persepsi bahwa kalau ruju’ berarti cukup suami atau lelaki yang pernah menceraikan dengan walinya kemudian membikin akad tanpa ada walimah, tanpa ada saksi, tidak. Seluruh syarat dan rukun pernikahan harus dipenuhi.

بعقد جديد

Dan status mantan suami atau mantan istri dalam tinjauan syari'at tidak memiliki nilai sama sekali. Alias mantan suami, statusnya (kedudukannya) dihadapan atau bagi mantan istrinya itu sama saja dengan lelaki lain.

Sehingga ketika ada dua orang mau melamar, maka kewenangan mutlak wali wanita tersebut dan juga kewenangan mutlak wanita tersebut untuk memutuskan, milih kembali dengan mantan suami atau memilih lelaki baru. Sehingga status mantan ini tidak memiliki nilai lebih.

Karena itu sebagian ulama mengungkapkan dengan,

فهو خاطب من الخطاب

Mantan suami itu satu dari sekian banyak calon pelamar. Alias tidak ada prioritas di sini. Sehingga siapapun yang terlebih dahulu melamar dialah yang lebih berhak untuk direspon lamarannya. Walaupun yang lebih dahulu melamar itu adalah orang asing yang tidak ada ikatan sama sekali sebelumnya.

Sehingga ketika ternyata mantan suami itu kedahuluan oleh orang lain, dia baru sadar dan ingin meruju’ kembali, maka dia harus menunggu agar pelamar baru tersebut selesai dari proses lamarannya.

Kalau diterima ya berarti pintu pernikahan (pintu ruju’) tertutup bagi mantan suami, karena mantan istrinya akan segera menikah dengan lelaki lain. Tapi kalau ternyata keluarga atau wali dari mantan istrinya memutuskan untuk menolak lamaran orang tersebut, maka barulah mantan suami boleh mengajukan lamarannya.

Seperti jika mereka sebelumnya tidak pernah menikah. Pelamar kedua tidak boleh lancang, melamar, menyatakan hasratnya untuk menikahi, untuk melamar wanita tersebut.

Kecuali bila orang pertama yang telah melamar telah ditolak lamarannya. Atau dia memberikan izin agar anda ikut melamar bersamanya. Berkompetisi melamar wanita tersebut. Selama itu tidak ada, maka anda harus sabar menunggu sampai proses lamaran orang pertama itu berakhir.

Itu arti dari kata-kata sebagian ulama yang mengutarakan penjelasannya dengan mengatakan,

فهو خاطب من الخطاب

Dia itu pelamar biasa seperti halnya pelamar-pelamar yang lainnya.

Ini yang bisa kami jelaskan dan sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Semoga Allāh subhānahu wa ta’ālā menambahkan taufik hidayah-Nya kepada anda semuanya.

Dan menjadikan kita semuanya termasuk orang-orang yang senantiasa mengambil hikmah, pelajaran. Agar rumah tangga yang kita impikan sebagai Baiti Jannaty, betul-betul terwujud di rumah tangga kita.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.