F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-145 Suami Bersumpah untuk Tidak Menggauli Istrinya Bag. 3

Audio ke-145 Suami Bersumpah untuk Tidak Menggauli Istrinya Bag. 3
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 11 Dulqa’dah 1444 H | 31 Mei 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-145

📖 Suami Bersumpah untuk Tidak Menggauli Istrinya Bag. 3

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه
اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Masih bersama tema Ila’, yaitu bila suami bersumpah untuk tidak menggauli istrinya.

Para ahli Fiqih memberikan kriteria, yang dimaksud dengan Ila’ di sini adalah ketika suami bersumpah untuk tidak menggauli istrinya secara halal, yaitu menggauli di farjinya di waktu suci.

Adapun ketika suami bersumpah, "Sungguh demi Allāh saya tidak akan menggauli dirimu di saat engkau sedang haid atau tidak menggaulimu melalui duburmu" (misalnya). Maka ini tidak dianggap sebagai Ila’. Karena itu diibaratkan sebuah kewajiban.

Sehingga dengan adanya sumpah ini semakin menguatkan kewajiban tersebut, selain itu adalah suatu ketetapan syari'at yang tidak bisa dianulir, tidak bisa ditawar, apapun alasannya suami tidak boleh menggauli istri dalam kondisi haid dalam kondisi nifas atau melalui duburnya, itu adalah haram secara mutlak, apalagi bila ditambah dengan sumpah. Maka semakin kuat.

Sehingga itu tidak dianggap sebagai Ila’, walaupun dia bersumpah, "Sungguh demi Allāh saya tidak akan menggaulimu di saat engkau sedang haid seumur hidupku", maka ini tidak dianggap sebagai Ila’.

Atau ketika suami bersumpah dan mengatakan, "Sungguh, saya tidak akan menggaulimu di selain farji, saya tidak akan bersenang-senang dengan dirimu selain dengan berjima’ di farjimu". Maka itu juga tidak dianggap sebagai Ila’.

Kenapa? Karena asalnya yang namanya berhubungan badan itu dengan farji, sehingga kalau suami sampai bersumpah, "Saya tidak ingin menggaulimu di paha atau yang di tangan atau yang lainnya", maka ini tidak dianggap sebagai Ila’. Karena selain itu tidak merugikan istri dan juga tidak membuka terjadinya pintu perzinaan.

Para ulama juga memberikan satu ketetapan (satu penjelasan), bahwa yang namanya Ila’ itu harus diawali atau dibarengi dengan sumpah. Ketika suami tidak menggauli istrinya tanpa sumpah, betul-betul (tiba-tiba) dia tidak menggauli, maka ini tidak dikatakan Ila’.

Sehingga kalau istri merasa dirugikan, istri berhak mengajukan gugatan ke pengadilan agama. Bahwa dia dirugikan, dia tidak terima dengan tidak digauli oleh suaminya sekian lama. Maka bila gugatan itu terbukti (betul-betul nyata) suami mengakui hal itu, dan istri tidak terima, maka ini cukup sebagai alasan bagi istri untuk boleh mengajukan gugatan cerai atau yang disebut dengan Khulu', tanpa harus menanti empat bulan.

Namun kalau tidak menggauli ini didahului dengan sumpah, maka istri tidak berhak untuk mengajukan gugatan cerai kecuali setelah berlalu empat bulan. Dan para ulama juga menjelaskan bahwa setelah berlalu empat bulan tidak serta merta jatuh perceraian. Sampai suami dengan tegas mengatakan, "Saya ceraikan!” atau pengadilan menjatuhkan perceraian.

Dengan demikian, bila ternyata istrinya memaafkan, "Nggak apa-apa! Saya tidak digauli juga tidak masalah, toh saya juga sudah tua, tidak bernafsu” (Misalnya). Maka ini tidak masalah, istri memilih untuk bersabar itu adalah hak istri.

Tetapi ketika istri tidak sabar (dia menuntut), maka setelah genap empat bulan pengadilan akan memberikan opsi pilihan kepada suami, menggauli istrinya atau akan diceraikan oleh pengadilan.

Dan di antara yang dijelaskan oleh para ahli Fiqih, bahwa kalau suami tidak menggauli istri itu karena alasan lain, sakit yang berkepanjangan, bisa jadi enam bulan belum sembuh yang menyebabkan suami tidak memiliki nafsu untuk menggauli, maka ini juga tidak dianggap sebagai Ila’.

Tetapi bila istri merasa dirugikan, dia tidak sabar, karena tidak mendapatkan hak sebagai seorang istri tidak bisa melampiaskan nafsunya kepada suami, sehingga dia terancam akan terjatuh dalam zina, dia tidak bisa dipuaskan dengan cara lain selain berhubungan badan, maka ini juga cukup sebagai alasan bagi istri untuk mengajukan gugatan cerai dengan Khulu', dengan ketetapan istri harus mengembalikan seluruh mas kawin kepada suami.

Intinya, walaupun tidak dikatakan sebagai Ila’ tidak harus menunggu empat bulan, tetapi hal ini karena hubungan perdata suami dan istri. Ketika istri dirugikan, merasa terancam, merasa tidak mendapatkan haknya, maka itu cukup sebagai alasan atau bisa dijadikan sebagai alasan bila istri akhirnya mengajukan gugatan cerai ataupun Khulu'.

Adapun masalah suami punya alasan, atau tidak ada alasan, itu adalah kaitannya, apakah suami berdosa atau tidak kalau dia tidak menggauli istrinya? Kalau dia tidak menggauli tanpa alasan, maka dia berdosa karena tidak menunaikan hak istrinya.

Karena para ulama juga telah menjelaskan bahwa hubungan badan itu hak suami istri, bukan hak suami saja. Kedua belah pihak berhak untuk mendapatkan bagian dari hubungan badan tersebut, karena itu kepentingan kedua belah pihak.

Dan terakhir, ingin saya tegaskan bahwa hendaknya seorang suami tidak mudah-mudah melakukan Ila’, bersumpah tidak menggauli istri, karena selain itu menyakitkan seorang istri, itu juga tindakan yang sangat berbahaya bagaikan pisau bermata dua.

Kalau dia tidak perhitungkan matang-matang bisa jadi menjadikan suami yang terjatuh dalam perbuatan zina karena dia sebagai lelaki sehat butuh untuk melampiaskan nafsunya. Kalau ternyata dia takut melanggar sumpahnya tetapi dia tidak mempunyai saluran lain untuk melampiaskan nafsunya, maka ini bisa jadi berbalik kepada diri sendiri, menjadikan dirinya terjatuh ke dalam perbuatan zina, (Na'ūdzu billāhi).

Karenanya saya katakan kepada kaum suami, jangan ceroboh, jangan gegabah untuk melakukan Ila’ kecuali bila sudah diperhitungkan matang-matang dengan alasan yang benar, dengan alasan yang kuat, yaitu untuk memberikan teguran kuat kepada istri, atas perbuatan istri yang tidak taat kepada Allāh, atau tidak taat kepada suami dengan tanpa alasan yang dibenarkan.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.