F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-144 Suami Bersumpah untuk Tidak Menggauli Istrinya Bag. 2

Audio ke-144 Suami Bersumpah untuk Tidak Menggauli Istrinya Bag. 2
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA | 10 Dulqa’dah 1444 H | 30 Mei 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-144

📖 Suami Bersumpah untuk Tidak Menggauli Istrinya (Bag. 2)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه
اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Kita akan memasuki satu pembahasan baru yaitu Al-Ila’.

Al-Imam Abu Syuja mengawali pembahasan ini dengan mengatakan,

وإذا حلف ألا يطأ زوجته مطلقا أو مدة تزيد على أربعة أشهر فهو مول

Bila seorang suami telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya secara mutlak (sama sekali tidak ingin menggauli istrinya) selama-lamanya, atau dalam tempo waktu yang lebih dari empat bulan. Maka suami ini dianggap sebagai suami yang telah melakukan Ila’.

Karena memang dalam madzhab Syafi’i (Imam Asy-Syafi'i) rahimahullāh, bahwa yang dianggap Ila’ itu bila suami bersumpah untuk tidak menggauli istrinya lebih dari empat bulan. Minimal empat bulan atau lebih.

Walaupun secara tinjauan dalil kita temukan bahwa Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika bersumpah untuk tidak menggauli istrinya sebulan, ternyata dinyatakan sebagai Ila’.

آلَى رسول الله ﷺ من نِسائِهِ شَهْرًا و حرخ على حلال حرام

Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan dalam Al-Bukhari dan Muslim serta yang lainnya,

آلَى من نِسائِهِ شَهْرًا

Bersumpah untuk tidak menggauli istrinya selama satu bulan.

Dalam redaksi hadits ini jelas-jelas dikatakan bahwa Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersumpah untuk tidak menggauli istrinya dan itu dianggap sebagai Ila’.

Dinyatakan oleh sahabat itu sebagai Ila’.

Berapa lama? Satu bulan.

Untuk memberikan teguran kepada mereka, (teguran keras) hukuman secara psikologis, bahwa kalau istri terus melakukan dan mengulangi tindakan tersebut bisa jadi melakukan perbuatan dosa kepada Allāh, bisa jadi tidak patuh kepada suami, atau melakukan hal yang tidak sesuai dengan statusnya sebagai seorang istri, kedudukannya sebagai seorang istri yang mulia.

Maka suami mengirimkan pesan, bahwa kalau itu dilanjutkan bisa jadi mereka tidak akan lagi berhubungan, bisa jadi suami akan mengatakan kepadanya, "Saya tidak lagi butuh kepadamu", bisa jadi hubungan di antara mereka akan berakhir, ini bisa jadi persiapan suami seakan-akan suami mengatakan, "Ingat, kalau engkau terus melakukan tindakan itu, aku sejak sekarang sudah mulai bersiap-siap untuk apa? Berpisah!".

Tidak lagi tidur bersamamu, tidak lagi menggaulimu, apalagi menggauli sekedar tidur saja tidak! alias apa? Suatu saat bisa jadi kita betul-betul putus hubungan alias diceraikan.

Ini adalah suatu pesan bahwa suami memiliki pendirian, suami bisa bersikap tegas, suami tidak bisa diintimidasi oleh istri, suami tidak lagi bergantung kepada istri. Tetapi sebaliknya istrilah yang seharusnya bergantung kepada suami.

Mungkin Anda bertanya, apa yang menyebabkan Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam sampai bersumpah untuk tidak menggauli istrinya selama satu bulan?

Ada beberapa versi penjelasan para ulama dan penjelasan itu tidak saling bertentangan, justru sebaliknya saling melengkapi. Ada yang mengatakan itu gara-gara sebagian istri Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersekongkol membuat satu kesepakatan untuk apa? untuk menjebak Nabi, untuk mengkondisikan Nabi agar Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengharamkan atas dirinya atau menahan dirinya dari melakukan sesuatu yang halal, yaitu apa? Menggauli budaknya.

Menggauli sebagian budaknya, dan kemudian persekongkolan ini, pengkondisian ini, ditambah lagi dengan apa? Dengan tindakan sebagian istri Nabi yang membocorkan sebagian ucapan Nabi yang Beliau sampaikan secara sebagai hubungan suami istri kepada sebagian istrinya.

Seharusnya komunikasi, pembicaraan yang terjadi antara suami istri tidak keluar dari rumah, namun ternyata itu pernah terjadi dalam keluarga Nabi.

Ada versi lain yang mengatakan bahwa alasan Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersumpah tidak menggauli istrinya adalah karena istri-istri Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam meminta tambahan nafkah, padahal Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam telah memberikan nafkah yang lebih dari cukup kepada mereka.

Mungkin Anda bertanya, mengapa istri Nabi meminta kalau sudah diberi yang lebih dari cukup? Karena istri Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam berlomba-lomba untuk bersedekah. Nafkah yang Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam berikan kepada mereka telah habis untuk disedekahkan bukan dimakan sendiri, bukan digunakan sendiri.

Sehingga ketika mereka meminta tambahan nafkah padahal apa yang diberikan lebih dari cukup, maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengkhawatirkan istrinya lalai dalam ٱلتَّكَاثُرُ berlomba-lomba dalam urusan dunia, terbelenggu dalam urusan dunia.

Maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam memberikan pelajaran kepada mereka, beliau bersumpah untuk tidak menggauli istrinya selama satu bulan penuh. Sehingga kalau suami itu memiliki alasan yang dibenarkan, memiliki tujuan yang baik dengan sumpah tersebut, maka ini tidak masalah.

Karena itu Allāh subhānahu wa ta’ālā dalam Al-Qur'an mengatakan,

لِّلَّذِینَ یُؤۡلُونَ مِن نِّسَاۤىِٕهِمۡ تَرَبُّصُ أَرۡبَعَةِ أَشۡهُرࣲۖ فَإِن فَاۤءُو فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ ۞ وَإِنۡ عَزَمُوا۟ ٱلطَّلَـٰقَ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِیعٌ عَلِیمࣱ
“Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[QS Al-Baqarah: 226-227]
Bagi orang-orang yang bersumpah untuk tidak menggauli istrinya,

تَرَبُّصُ أَرۡبَعَةِ أَشۡهُرࣲ

Maka mereka diberi tangguh diberi kelapangan untuk melangsungkan, menjalankan sumpahnya tersebut sampai batas waktu empat bulan.

Kalau ternyata setelah empat bulan suami itu (فَاۤءُو) membangun lagi hubungan yang harmonis dengan istrinya, kembali dengan menggauli istrinya. Maka Allāh subhānahu wa ta’ālā memaafkan yang telah berlalu.

Sumpah tersebut tidak dihitung sebagai sebuah kezhaliman, sebagai dosa. Tidak! Tetapi Allāh ampuni karena bisa jadi dan itu sering kali, ketika suami sampai bersumpah untuk tidak menggauli padahal suami adalah laki-laki normal, memiliki nafsu, ternyata dia memilih untuk tidak menyalurkannya kepada istrinya tersebut. Pasti ada alasan yang kuat, ada tujuan yang benar, tujuan yang baik.

Maka Allāh katakan,

فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ

Allāh mengampuni.

Karena memang itu ada alasan, bukan sekedar menzhalimi atau semena-mena, karena tidak menggauli istri bukan hanya merugikan istri tapi juga merugikan suami. Tetapi ketika suami rela melakukan, itu merupakan bukti kuat bahwa suami punya alasan yang tepat, alasan yang kuat untuk melakukan hal itu.

Namun kalau setelah berlalu empat bulan, suami tetap keukeuh untuk tidak menggauli istrinya, maka itu bukti bahwa suami betul-betul telah bulat tekadnya untuk menceraikan istrinya, untuk tidak lagi kembali menggauli istrinya dan ketika suami sudah tidak lagi ingin menggauli istri.

Maka apalah manfaat pernikahan? Apalagi manfaat pernikahan yang bisa dinanti?

Maka ini adalah sebuah kerusakan, ini adalah sebuah mafsadah yang harus segera dihentikan. Mempertahankan pernikahan dengan kondisi semacam ini, tidak lagi membawa maslahat tetapi membawa mafsadah.

Maka Allāh katakan,

وَإِنۡ عَزَمُوا۟ ٱلطَّلَـٰقَ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِیعٌ عَلِیمࣱ
[QS Al-Baqarah: 227].

Setelah empat bulan, berarti bukti bahwa suami telah bulat tekadnya untuk menceraikan istrinya, maka Allāh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Ini kemudian oleh para ahli fiqih dijadikan dalil bahwa bila telah berlalu empat bulan, suami tetap tidak ingin menggauli istrinya, maka suami akan diberi pilihan oleh pengadilan.

Pengadilan akan memberikan pilihan kepada suami, kembali menggauli istrinya atau kalau dia tidak mau, maka dia harus menceraikan istrinya. Kalau dia tidak mau menceraikan istrinya, pengadilanlah yang akan menjatuhkan talak atas istrinya.

Jadi tidak ada lagi pilihan untuk menunda.

Kenapa? Ketika menunda jatuhnya perceraian dalam kondisi semacam ini, hanya akan memperlebar ruang terjadinya kezhaliman atas istri, ruang terjadinya perbuatan serong, perzinaan baik suami ataupun istri. Namun kalau ternyata di ujung empat bukan suami merasa cukup memberikan pelajaran sehingga dia menggauli istrinya kembali, maka tidak terjadi perceraian.

Buktinya Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam, ketika bersumpah tidak menggauli istrinya selama satu bulan, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak menganggapnya itu sebagai perceraian. Setelah genap sebulan Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam kembali menggauli (berkumpul) dengan istrinya.

Dan Allāh subhānahu wa ta’ālā dalam ayat juga memberikan isyarat yang kuat akan hal itu, dengan mengatakan,

فَإِن فَاۤءُو فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ

Kalau mereka kembali merajut hubungan yang harmonis, menggauli lagi istrinya. Maka Allāh ampuni, Allāh maafkan.

Sehingga tidak dihitung itu sebuah perceraian.

Karena itu di sini Al-Mualif rahimahullāhu ta’ālā mengatakan, "Kalau dia bersumpah".

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.