F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-130 Talak Bagian Keduapuluh Empat

Audio ke-130 Talak Bagian Keduapuluh Empat - Kitab An-Nikah Matan Abu Syuja’
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM’AT | 18 Sya’ban 1444 H | 10 Maret 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-130

📖 Talak Bagian Keduapuluh Empat

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن ولاه اما بعد

Kaum muslimin anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Masih berbicara tentang Tema Talak.

Pendapat kedua bahwa bila alasan tujuan suami mengatakan;

"Bila engkau tidak buatkan aku secangkir kopi maka aku ceraikan".
"Bila engkau berhubungan dengan lelaki lain maka aku ceraikan".
"Bila engkau tidak mengqadha puasa maka engkau aku ceraikan".

Bila tujuannya adalah untuk memotivasi atau untuk mewarning (mendorong atau menakut-nakuti), menghalang-halangi. Sebagaimana istri ketika mendengar kalau dia melakukan suami akan menceraikan dia akan takut biasanya.

Tetapi sang suami ketika mengucapkan kata-kata tersebut seringkali tidak ada niatan untuk menceraikan namun hanya sebatas menakut-nakuti atau memotivasi. Menekankan agar istri betul-betul sungguh-sungguh agar sadar bahwa suami betul-betul menginginkan tindakan tersebut.

Menurut Ibnu Taimiyah, dalam kondisi semacam ini bila suami betul-betul jujur, tidak ada niatan menjatuhkan cerai, cuma sebatas menakut-nakuti atau memotivasi maka tidak jatuh cerai. Ibnu Taimiyah berusaha menguatkan pendapat ini dengan mengutarakan beberapa dalil di antaranya, kisah Rukanah Ibnu Yazid.

Suatu hari Rukanah Ibnu Yazid menceraikan istrinya sebanyak 3 kali, "Aku ceraikan kamu, aku ceraikan kamu, aku ceraikan kamu!"

Maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bertanya kepada Rukanah Ibnu Yazid,

مَا أَرَدْتَ

”Wahai Rukanah, apa maksudmu dengan mengulang-ulang perceraian tersebut, menjatuhkan cerai sebanyak 3 kali itu apa maumu?

Maka Rukanah menyatakan,

مَا أَرَدْتَ إِلَّا وَاحِدَةً
”Wahai Rasulullah aku mengatakan menceraikan dia sebanyak tiga kali itu dalam rangka menekankan, memastikan bahwa aku betul-betul menceraikan.”
Karena memang secara uslub arabi metode bahasa Arab untuk memastikan meyakinkan bahwa suatu perbuatan itu betul-betul telah dijatuhkan, telah dilakukan, betul-betul diinginkan adalah dengan mengulang-ulang kata, “Aku ceraikan kamu, aku ceraikan kamu, aku ceraikan kamu”. Maksudnya betul-betul menceraikan bukan karena salah ucap, bukan karena lupa, bukan karena tidak sadar. Betul-betul dia menginginkan terjadinya perceraian.

Ketika Rukanah Ibnu Yazid menyatakan bahwa di dalam hatinya betul-betul dia hanya ingin meyakinkan bahwa perceraian itu betul-betul dia jatuhkan, maka Nabi meminta sumpah kepada Rukanah. Meminta Rukanah untuk bersumpah, untuk meyakinkan memastikan bahwa Rukanah jujur dalam klaimnya keterangannya bahwa dia walaupun mengulang-ulang kata cerai sebanyak tiga kali bahwa dia hanya ingin sebatas atau hanya sebatas menekankan jatuhnya perceraian bukan ingin mengulang-ulang perceraian sebanyak 3 kali atau menjatuhkan cerai sebanyak tiga kali. Tidak! Tetapi betul-betul ingin memastikan bahwa perceraian itu pasti jatuh tidak ada keraguan, tidak ada kesamaran, tidak ada bimbang sama sekali. Beliau mantap menjatuhkan perceraian.

Maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam setelah mengetahui Rukanah jujur, bahkan dia bersumpah bahwa Rukanah hanya ingin menekankan telah terjadi perceraian maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menganggap itu perceraian yang sekali saja. Tidak jatuh tiga kali tetapi jatuh satu talak saja, satu perceraian. Karena memang itulah yang ada dalam niat Rukanah bin Yazid.

Di antara alasan yang diutarakan al-Imam Ibnu Taimiyah untuk menguatkan pendapat ini bahwa di setiap bahasa di setiap masyarakat telah ada kesepakatan. Walaupun berbeda bahasa, berbeda tradisi tapi ada kesepakatan perilaku karena hal ini merupakan satu hal yang universal berlaku di semua daerah, di semua masa, di semua masyarakat. Menekankan satu arti, satu maksud dengan menyebutkan suatu yang ditakuti itu adalah hal yang wajar dan biasa. Dan orang yang menakut-nakuti itu biasanya juga tidak sungguh-sungguh ingin menjatuhkan perbuatan yang ditakut-takuti. “Awas akan saya pukul”, misalnya. Dia tidak ada niatan untuk memukul. Dia betul-betul niatan hanya sebatas menakut-nakuti. Kalau pun dilanggar dia tidak akan memukul.

Apalagi di dalam pepatah dikatakan,

العفو عند الكرام كرام

Memaafkan itu adalah suatu yang terpuji.

Sehingga ketika suami mengancam dan kemudian dia memaafkan itu cermin bahwa suami adalah pemaaf. Sedangkan memaafkan itu adalah suatu yang diperintahkan suatu yang dianjurkan.

وَأَن تَعْفُوٓا۟ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa”. [QS. Al-Baqarah : 237]
Bila engkau memaafkan itu lebih baik.

Dan sebelumnya telah diutarakan bahwa menjatuhkan perceraian itu adalah hak suami. Kalau ternyata suami meralat komitmennya maka itu juga hak dia. Akhirnya dia tidak jadi menjatuhkan perceraian. Bahkan dia tidak punya niat untuk menjatuhkan perceraian.

Maka dengan penjelasan ini, Al-Imam Ibnu Taimiyah dengan penjelasan di atas dan juga yang lainnya. Al-Imam Ibnu Taimiyah kemudian menguatkan bahwa bila suami mengatakan suatu persyaratan, “Jika engkau berbuat demikian aku ceraikan, jika engkau tidak perbuat demikian maka aku ceraikan kamu”.

Maka perlu ditelusuri lebih jauh apakah suami betul-betul ingin menjatuhkan perceraian atau sebatas menakut-nakuti atau memotivasi. Kalau sebatas menakut-nakuti atau motivasi maka tidak jatuh cerai walaupun ternyata istrinya melanggar persyaratan tersebut. Karena apa? karena suami sama sekali tidak ada niat untuk menjatuhkan perceraian.

Ini penjelasan yang wallāhu ta’ālā a’lam secara tujuan dalil lebih kuat dan kalau di sisi lain ini termasuk satu kesimpulannya bahwa Allāh subhānahu wa ta’ālā lebih senang untuk merajut pernikahan, untuk mempertahankan pernikahan makanya Allāh subhānahu wa ta’ālā mengatakan,

وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ
“Dan perdamaian itu lebih baik”. [QS An-Nisa : 128]
Memilih untuk berdamai, suami istri berdamai merajut kembali, menata rumah tangga kembali, itu lebih baik. Itu lebih baik karena itu wallāhu ta’ālā a’lam pendapat yang dikuatkan oleh imam Ibnu Taimiyah ini secara tinjauan dalil menurut saya wallāhu ta’ālā a’lam lebih kuat sehingga bila suami mengatakan, “Jika engkau berbuat demikian maka aku ceraikan, jika engkau tidak berbuat demikian aku ceraikan”. Bila niatnya itu betul-betul sebatas menakut-nakuti atau memotivasi maka tidak jatuh perceraian. Tapi bila dia betul-betul ingin menjatuhkan perceraian bila istrinya melanggar ucapan suami, maka jatuhlah perceraian sesuai dengan yang dia niatkan.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini kurang dan lebihnya saya mohon maaf

وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.