F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-124 Talak Bagian Kedelapanbelas

Audio ke-124 Talak Bagian Kedelapanbelas - Kitab An-Nikah Matan Abu Syuja
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 10 Sya’ban 1444 H | 2 Maret 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-124

📖 Talak Bagian Kedelapanbelas

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد الله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat, peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta'ālā

Masih bersama tema talak atau perceraian. Al Imam Al Mualif Abu Syuja' dalam kitabnya ini yaitu Matan Abu Syuja', beliau mengatakan,

ويملك الحر ثلاث تطليقات والعبد تطليقتين

Seorang lelaki yang merdeka yang memiliki istri dia bisa menceraikan istrinya sebanyak 3 kali (ثلاث تطليقات).
  • Baik diceraikan secara sekaligus. Di mana suami mengatakan, “saya ceraikan kamu, saya ceraikan kamu, saya ceraikan kamu atau mengatakan saya ceraikan engkau tiga kali sekaligus".
  • Atau diceraikan secara terpisah. Pada satu masa diceraikan kemudian dirujuk, selang berapa lama diceraikan kembali untuk yang kedua kalinya. Kemudian dia rujuk, selang sekian lama kembali dia menceraikan lagi untuk ketiga kalinya. Maka bila perceraian yang terjadi antara suami istri itu terjadi sekali atau dua kali atau tiga kali maka perceraian itu sah alias jatuh.
Suami bisa menceraikan istrinya maksimal tiga kali, baik tiga kali dilakukan secara berturut-turut sekaligus dalam satu majelis atau bahkan digabungkan dengan satu kali pengucapan “saya ceraikan engkau tiga kali sekaligus atau berturut-turut saya ceraikan engkau, saya ceraikan engkau, saya ceraikan engkau.” Atau dijatuhkan pada waktu yang berbeda-beda. Maka perceraian yang dijatuhkan dengan sadar tanpa ada paksaan dalam kondisi normal itu dianggap sah perceraiannya, jatuh perceraiannya.

Namun tentu bila suami telah menceraikan istrinya tiga kali baik secara bertautan atau secara terpisah-pisah di waktu yang berbeda-beda atau diucapkan sekaligus dalam satu redaksi ucapan perceraian, maka suami tidak lagi bisa merujuk istrinya. Itu yang disebut dengan Talak Ba'in.

Kecuali bila istrinya telah menikah lagi dengan lelaki lain, dengan pernikahan yang sah, dengan pernikahan yang memang dijalin dalam rangka membangun rumah tangga yang harmonis. Namun bila ditakdirkan kemudian hari istri itu kembali bercerai dari suami keduanya setelah hidup, menjalin hidup bersamaan, membangun rumah tangga, berupaya membangun rumah tangga baru, menatap hidup baru dengan suami yang berbeda atau suami yang kedua sehingga mereka sudah menjalin hubungan cinta, menjalin hubungan badan.

Namun ternyata takdir Allāh berbicara mereka harus berpisah kembali. Baik melalui perceraian ataupun melalui kematian (suaminya meninggal), maka bila itu terjadi wanita itu baru boleh (boleh kembali menikah dengan suaminya yang pertama). Itu yang disebut dengan Talak Ba'in.

Namun bila perceraian yang terjadi antara suami dan istri baru sekali atau dua kali, maka suami punya hak untuk merujuk istrinya. Itu yang disebut dengan Talak Raj'i. Allāh subhānahu wa ta'ālā berfirman,

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.” [QS. Al-Baqarah : 229]
Perceraian dua kali. Maksudnya adalah perceraian yang padanya suami punya kewenangan untuk merujuk istrinya. Sehingga Allāh katakan,

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌۢ بِإِحْسَٰنٍ

”Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” [QS. Al-Baqarah : 229]
Perceraian itu dua kali dan bila terjadi maka perceraian dua kali itu suami masih berwenang untuk,

فَإِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوفٍ

Mempertahankan istrinya, merujuk kembali istrinya atau membiarkan istrinya berlalu mengakhiri masa iddahnya. Dan kemudian dia menikah dengan lelaki lain.

Adapun bila suami telah menceraikan untuk ketiga kalinya maka suami tidak lagi bisa merujuk istrinya atau yang disebut dengan Talak Ba'in. Pada ayat diatas Allāh tegaskan,

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِ

Perceraian itu dua kali. Alias perceraian yang boleh rujuk. Pada ayat ini tidak dibedakan antara dua kali yang dijatuhkan pada tempat yang berbeda pada waktu yang berbeda atau dua perceraian yang dilakukan di satu tempat dan pada satu waktu yang sama. Saya ceraikan kamu dan kemudian saya ceraikan kamu lagi. Ini terjadi dua kali pengucapan kata-kata cerai.

Bila suami meniatkan dengan kata-kata itu bahwa dia ingin menjatuhkan cerai dua kali, maka menurut Madzhab Al Imam Syafi'i itu sah dan jatuh perceraiannya dua kali sekaligus. Atau suami mengatakan saya ceraikan engkau dua kali sekaligus maka jatuhlah dua perceraian.

Karena pada berbagai dalil perceraian itu dinyatakan sebagai hak suami.

إنما الطلاق لمن أخذ بالساق.
”Sejatinya perceraian itu adalah hak suami.”
Karena itu adalah hak suami maka suami boleh menjatuhkannya secara sekaligus tiga-tiganya dalam satu majelis atau menjatuhkannya secara bertautan (berurutan), “saya ceraikan, saya ceraikan, saya ceraikan.” Atau dijatuhkan secara terpisah di berbagai waktu yang berbeda.

Sebagaimana pada ayat di atas juga Allāh subhānahu wa ta’ālā tidak memberikan batasan bahwa perceraian itu harus dilakukan di dua waktu yang berbeda. Namun Allāh hanya mengatakan :

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِ

Perceraian yang suami memiliki hak untuk rujuk itu hanya dua kali. Sehingga ini mencakup perceraian yang dilakukan secara berurutan atau berkesinambungan. “Saya ceraikan kamu kemudian saya ceraikan lagi kamu untuk kedua kalinya.” Atau dilakukan pada waktu yang berbeda. Selama perceraian itu dilakukan di saat yang tepat yaitu ketika istrinya dalam kondisi suci dan belum digauli. Maka secara keumuman dalil, secara tinjauan kaidah umum, maka itu perceraian yang sah.

Kemudian bila suatu perceraian itu telah diucapkan oleh suami dengan sadar tanpa paksaan. Suami dalam kondisi betul-betul sadar tentang konsekuensi dan arti perceraian, maka sekali lagi perceraian itu jatuh. Dan sejak diucapkan kata-kata cerai oleh suami dengan tegas dan lugas, maka istri harus memulai masa iddah. Bila masa iddahnya telah berlalu maka istri itu betul-betul terlepas dari ikatan pernikahan dengan suaminya. Sehingga ia boleh menikah dengan lelaki lain.

Namun bila suaminya kemudian memutuskan berbeda, ia menyesali dan ingin berusaha membangun kembali rumah tangga yang telah retak tersebut, rumah tangga yang telah ternodai dengan perceraian tersebut maka suami berhak untuk merujuknya. Karena Allāh subhānahu wa ta’ālā berfirman,

وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.” [QS. Al-Baqarah : 228]
Dan suami-suami mereka yaitu suami-suami wanita yang diceraikan lebih berhak untuk merujuk istrinya selama masa iddah itu masih berlangsung.

إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا

Bila suami itu memiliki i'tikad baik, memiliki kesungguhan untuk merajut kembali rumah tangga yang harmonis, menata kembali rumah tangganya yang retak karena perceraian atau percekcokan, persengketaan dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk bisa menunaikan seluruh hak istrinya tanpa ada niat untuk mendzolimi atau menyakiti apalagi menghalang-halangi istri dari hak-haknya.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.